Bandung kota hujan. Sedikit-sedikit hujan. Apalagi di musim penghujan seperti bulan ini. Begitu datang tadi pagi, langsung di sambut gerimis. Eh, siangnya hujan besar disertai hembusan angin dingin bikin menggigil.
Bandung punya julukan Kota Kembang, kota penuh bunga. Ternyata, hujan dengan bunga bersenyawa. Maka wajar kota ini pula punya julukan Paris Van Java. Soalnya, ada bunga, gerimis, serta cinta.
Bandung kota lama, bahkan pada 25 September 2019 umur kota Bandung genap berusia 209 tahun. Sejak awal berdiri hingga kini, spirit kota Bandung tetap terjaga. Kota yang didirikan keluarga RA Wiranatakusumah II, sedari awal memiliki tekad yang tak banyak berubah, yakni mengubah hutan belantara menjadi kota berjuluk Paris van Java.
“Amil Muda di Paris Van Java ( Bagian Pertama)” – Nana Sudiana berkunjung ke DT Peduli. Dok. IZI
Menurut sejarahnya, Kota Bandung berawal “leuweung geledegan” (hutan belantara), dan berubah jadi kota yang cantik. Jelas tak mudah menata dan mengelolanya.
Seiring waktu, Kota Bandung terus ditata dan dikelola dengan luar biasa hingga sekarang. Kota Kembang merupakan sebutan lain untuk kota Bandung, karena sejak zaman dulu sudah dinilai sangat cantik dengan berbagai banyak pohon dan bunga yang tumbuh indah bermekaran.
Selain itu Bandung memang punya daya tarik yang luar biasa karena banyak tempat yang menyuguhkan tempat wisata, fesyen dan kuliner. Seperti juga Paris terkenal sebagai kota mode, Bandung pun juga terkenal dengan kota fesyen. Anak-anak mudanya selalu tampil penuh gaya dan stylish. Oleh karena itu, Bandung berjuluk Paris Van Java .
Kota Bandung punya kedalaman makna bagi para penghuninya, termasuk mereka yang sekedar singgah sementara. Kota yang sejuk, teratur, indah dan asri. Banyak orang selalu terkesan dan menyimpan kenangan manis di kota ini. Kalau ada Kota Yogyakarta yang istimewa, maka Bandung adalah kota spesial. Jika Kota Bandung ini bagaikan seorang manusia, dia adalah seseorang yang sangat spesial dalam hidup ini.
Di Bandung, entah kenapa hujan pun bisa terasa istimewa. Di tengah bunga-bunga yang senantiasa bermekaran, udara dingin, mendung, gerimis dan hujan seolah memiliki korelasi erat dengan Bandung. Saat hari-hari mendung berselimut hujan, saat itulah terasa sekali sedang ada di Bandung. Terasa benar selalu lapar ditengah rasa dingin dan hujan.
Salah satu yang spesial di Kota Bandung juga, ternyata hampir di setiap ruas jalan kota, taman kota, dan juga hutan kota, bisa kita jumpai pohon-pohon besar dan rindang yang selalu setia melidungi kota dari polusi udara dan teriknya panas matahari. Karena ini pula, bisa jadi alasan kenapa Kota Bandung punya udara yang sejuk sekalipun di musim kemarau yang panjang.
Bandung memang asri. Terlihat dari rimbunnya pepohonan yang masih terjaga dengan baik di tengah kota.
Pohon-pohon itu tak sekedar menjadi paru-paru kota, namun ia juga punya andil dalam mempercantik kota. Hujan dan udara dingin kota Bandung memang memabukkan. Dan sejumlah hal tadi, kadang membuat para mantan penghuni kotanya gagal move on.
Ingatan tentang suasana, kesejukan dan keindahan Kota Bandung membuat orang-orang yang pernah tinggal di sana rindu dan ingin kembali ke Bandung. Saat entah di mana ada hujan berlama-lama, ingatan orang yang pernah di Bandung langsung kembali ke kenangan lama. Seolah Bandung sedang berusaha menyapa tempat baru yang didiami saat ini berada.
Pun, seolah hujan mengantarkan sepotong rindu hadirnya sebuah kenangan indah akan Kota Bandung yang bak permata di tanah Jawa.
Kreativitas Zakat Amil Muda Bandung
Bandung kini terus berubah, dan seperti kota-kota besar lainnya, Bandung kini semakin ramai dan macet. Kota Bandung juga semakin dipenuhi para pendatang yang mengadu nasib di Ibukota provinsi Jawa Barat ini. Meskipun begitu, jati diri Bandung yang jadi Ibukota masyarakat Sunda tetap kuat mengakar.
Saat ini, bukan hanya bunga-bunga yang banyak bermekaran di kota ini, tapi juga harapan dan kreativitas anak mudanya. Termasuk di dalamnya soal urusan zakat . Kreativitas di kota ini bak bunga-bunga mekar di taman. “Kagak ada matinye” kata orang Betawi.
“Amil Muda di Paris Van Java ( Bagian Pertama)” – Nana Sudiana berkorespondensi dengan amil DT Peduli. Dok. IZI
Di Bandung, hampir semua urusan kini banyak dikelola anak-anak muda. Sejumlah hal bila sudah ditangan anak muda kota ini, dalam waktu tak lama umumnya akan terasa berbeda.
Anak-anak muda Bandung dikenal kreatif dan penuh terobosan. Hal ini bukan hanya dalam bidang budaya dan kesenian saja serta olahraga, namun juga urusan filantropi dan urusan kepedulian sosial umat.
Tengok saja salah satunya Daarut Tauhiid (DT), yang digagas seorang anak muda bernama Abdulah Gymnastiar yang berhasil mengubah sebuah lingkungan biasa menjadi kawasan yang Islami dan berbasis kewirausahaan bagi anak muda dan lingkungan sekitarnya.
Sebagaimana kita tahu, Daarut Tauhiid sebuah pesantren yang bergerak di bidang pendidikan, dakwah dan sosial. Namun sebagai sebuah pesantren yang inovatif, pesantren Daarut Tauhiid telah berhasil membedakan diri dan memiliki keunikan atau kekhasan dibandingkan pesantren lain pada umumnya.
Yang paling menonjol dari pesantren ini adalah tingginya intensitas aktivitas ekonomi kreatif di dalam lingkungan Pesantren. Aktivitas ini dilakukan santri dan lalu menyebar luas ke tengah masyarakat sekitar pesantren. Sampai saat ini aktivitas bisnis ini terus berkembang maju dan dapat dirasakan banyak pihak.
Kunci keberhasilan DT ada pada semangat wirausaha dan prinsip kemandirian. Semangat wirausaha merupakan sebuah keniscayaan yang melekat pada diri KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym).
Cita-cita dan idealisme para pendiri Pesantren Daarut Tauhiid sejak awal adalah ingin tumbuh mandiri tanpa tergantung pihak lain. Idealisme tadi pada akhirnya mengantarkan pesantren ini mengambil jalan panjang untuk memastikan kemandirian ini terwujud nyata. Dan pilihannya tak lain mendorong semua elemen internalnya untuk memainkan secara maksimal peran sebagai wirausaha.
Spirit semacam DT inilah yang kini muncul pada diri anak-anak muda pelaku filantropi Islam serta para amil zakat di kota ini. Sebagai anak muda sunda yang terbiasa hidup dekat dengan alam dan dilimpahi keindahan lingkungan tempatnya hidup, anak-anak muda ini dalam dadanya tertanam dinamika hidup bersama yang ditumbuhi semangat partisipasi, inovasi dan kreativitas.
Anak-anak muda yang jadi amil di Bandung juga khas. Penuh keramahan dan halus budinya. Ajaran nenek moyang dan orang-orang tua mereka mendidik mereka untuk selalu tersenyum ramah pada orang lain.
Dengan logat Sundanya yang kental, mereka akan menyapa misalnya : “Mangga neng, aa’, Kumaha? Damang?” dan sebagainya. Mereka ini juga rajin menyapa siapapun yang mereka temui. Saat mereka lewat dan berjalan kaki, dengan penuh sopan mereka akan bilang : “Punten ibu…”, “Mangga neng… “Bade kamana neng?” dan sapaan akrab lainnya dalam bahasa Sunda.
Seperti itulah gambaran amil muda dari tatar sunda alias Paris Van Java. Keramahannya, senyum renyahnya, membuat siapapun kita seakan seperti sedang berada di kampung halaman sendiri.
Kata orang Bandung, amil muda Bandung ini “someah” (ramah). Bila kita bertamu pun, keramahan ini akan kita terima dengan spontan dan serta merta. Para amil muda (juga yang lebih tua usianya) akan terlihat gembira menerima kehadiran kita dan tampak antusias dan senang hatinya.
Keramahan amil dari Paris Van Java bisa jadi terinspirasi dari filosopi orang Sunda yakni “Soméah Hade ka Sémah” yang artinya ramah, bersikap baik, menjaga, menjamu dan membahagiakan setiap tamunya atau setiap orang.
Begitulah ketika budaya lokal bersenyawa dengan amil di wilayah ini. Kolaborasi sikap pelayanan amil yang excellent dengan budaya masyarakat sunda yang sangat menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan kesopanan.
Di kota Bandung, tumbuh beragam lembaga-lembaga zakat, baik yang tingkat nasional, propinsi hingga kota. Di sini pun tumbuh dengan baik berbagai lembaga yang merupakan cabang dari lembaga nasional hingga merupakan lembaga lokal di tingkat Kota Bandung maupun tingkat Jawa Barat.
Nama-nama lembaga lokal bernuansa Bandung tak asing di kota ini seperti : Rumah Zakat, Pusat Zakat Umat (PZU), DT Peduli, Rumah Yatim, Panti Yatim Indonesia, Sinergi Foundation, Rumah Amal Salman, Mizan Amanah, Indonesia Berbagi, Zakatku, Al Hilal, dan beberapa lembaga zakat lainnya.
Lembaga-lembaga zakat perwakilan OPZ nasional yang ada di sini seperti DD, IZI, YDSF, dan lainnya pun tak kalah pesat perkembangannya. Di catatan keanggotaan FOZWIL Jabar, setidaknya ada 34 OPZ yang ada di Jabar dan aktif berkolaborasi dibawah naungan bendera Forum Zakat (FOZ).
Lembaga-lembaga ini semua kini terus tumbuh dan berkembang bersama. Di luar mereka perkembangan Baznas Propinsi Jabar dan Baznas Kota Bandung dan kota-kota lainnya di Jabar pun terus mengalami pertumbuhan yang baik.
Jabar, dan khususnya Kota Bandung, semakin hari semakin meneguhkan diri sebagai Ibukota Filantropi setelah Jakarta. Di Kota ini kepedulian semakin mendapat tempat di tengah masyarakat Bandung yang ramah dan penuh perhatian terhadap kesulitan hidup para dhuafa. Di Kota ini pula terus tumbuh dan bermunculan amil-amil muda yang kreatif, inovatif yang bahkan membawa lembaganya hingga pimpinan-nya menjadi TOP CEO versi majalah SWA.
Jabar dan Bandung, semakin mempertegas dirinya sebagai kota tujuan wisata favorit sekaligus kota kreatif di bidang filantropi. Kini, orang datang ke kota ini selain untuk melancong dan menikmati wisata kuliner, wisata belanja dan wisata alam, telah pula tumbuh peluang baru, yaitu wisata religi berbasis filantropi. Khususnya di bidang zakat, infak, sedekah dan wakaf.
Para amil di manapun, tunggu apalagi? Mari berbondong datang ke Bandung dan menikmati sensasi belajar peduli secara kreatif dan inovatif. Berbagi dengan penuh senyum keramahan dan menyenangkan. Silahkan pilih juga mau belajar filantropi yang berbasis yayasan, ormas, pengelola yatim atau lainnya.
Kuliner, dan jalan-jalan di kota Bandung tak lengkap kini bila melewatkan hidup tanpa mempedulikan pemenuhan kebutuhan sesama manusia.
Hayu ka Bandung, Menikmati hijau kotanya nan ramah penduduknya.
Hayu ka Bandung, memastikan karya kemanusiaan bisa diselesaikan bersama penuh kebahagiaan dalam sepotong rindu.
Hayu ah…
Nana Sudiana (Sekjend FOZ & Direksi IZI)
Leave a Reply