JAKARTA – Akademizi bersama Forum Zakat (FOZ) menggelar forum literasi terkait perizinan lembaga zakat dalam aspek sosiologis-historis, legal, dan profesional.
Di tengah dinamika pasca dirilisnya 108 lembaga zakat tak berizin oleh Kementerian Agama, Akademizi – Inisiatif Zakat Indonesia berkolaborasi dengan Forum Zakat menggelar webinar Forum Literasi Zakat Perizinan Pengelolaan Zakat dari Aspek Sosiologis – Historis, Legal dan Profesional. “Organisasi Pengelola Zakat lahir dan tumbuh di tengah masyarakat atas dasar kerelawanan, amil-amil di dalamnya bekerja untuk membantu kehidupan para mustahik. Maka, hal-hal yang berkaitan dengan perizinan ini bisa menemukan solusinya, dapat dipelajari secara berbagai aspek sehingga dapat fokus melakukan agenda yang kontributif dan memberdayakan,” kata Direktur Akademizi, Nana Sudiana, Kamis (26/1/2023)
Lebih lanjut ia mengatakan, “Beri kesempatan dan dorong lembaga dengan pendampingan, pengawasan, serta aturan sama yang bisa meningkatkan lembaga jauh lebih baik. Kita berharap, Indonesia, sebagai salah satu negara dengan muslim terbanyak, bisa menjadi laboratorium pengelolaan zakat terbaik, keluar dari krisis dan jadi guru bagi dunia.” Ungkap Nana Sudiana.
Ketua Umum Forum Zakat, Bambang Suherman dalam paparannya menyampaikan pada 108 lembaga yang dirilis Kemenag RI tak berizin tersebut ternyata hanya 51% lembaga yang belum memiliki izin. Sedangkan sisanya 17% sudah berizin, 19% sedang proses izin, 6% UPZ, dan 7% pendampingan izin oleh lembaga (MPZ).

“Kita perlu juga memperkuat fungsi literasi dan aspek kesadaran publik terhadap regulasi. Kami berharap, ada rilis terbaru dari Kemenag dengan data valid. Forum Zakat juga berkomitmen membantu pemerintah untuk melakukan pendampingan bagi 51% lembaga bisa sesuai dengan regulasi dan perizinan pemerintah,” tutur Bambang.
Sementara, Ahli Hukum FH UI, Heru Susetyo mengatakan UU No.23 Tahun 2011 bermasalah, karena saat ini lembaga pengelolaan zakat harus mendapat rekomendasi Baznas dan izin dari Kemenag. Sedangkan Baznas merupakan operator zakat juga, dan harus merekomendasikan operator lain. Hal ini dikhawatirkan terjadi konflik kepentingan.
“Seharusnya sebelum dirilis 108 lembaga zakat yang tidak berizin kepada media, lakukan tabayun kepada lembaga-lembaga tersebut dan verifikasi data dahulu. Karena, hal ini bisa menimbulkan konsekuensi hukum, budaya, dan administrasi. Rekomendasinya, izin harus dari Kemenag, agar tidak terjadi konflik kepentingan. Kalau ada revisi UU, jangan dikritik dahulu, itu sebagai proses untuk mencapai kebaikan di negara ini,” ungkap Heru Susetyo.
Pada kesempatan tersebut, Deputi Peningkatan Kualitas Pendidikan & Moderasi Beragama Kemenko PMK, Prof. Warsito mengapresiasi peran seluruh stakeholder dalam menangani kemiskinan ekstrim. “Kita sudah melewati Pandemi Covid-19 yang mana ini menjadi best practice kontribusi masyarakat terhadap baik negara maupun sesama, Kemenko PMK senantiasa mendorong bertemunya semua stakeholder untuk menguatkan kontribusi masyarakat,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama Republik Indonesia, Tarmizi Tohor mengatakan bahwa zakat berkaitan dengan orang banyak. Bukan dana pribadi di masyarakat. Itulah kenapa harus ada negara yang ikut mengatur.
“Zakat harus dikelola secara melembaga sesuai syariat Islam serta diangkat oleh pemerintah sesuai dengan UU 23 Tahun 2011 & Fatwa MUI No. 8 Tahun 2011. Sehingga tercipta pengelolaan zakat yang aman syariah, aman regulasi, dan aman NKRI,” kata Tarmizi.
Beliau juga menjelaskan perbedaan lampiran syarat perizinan LAZ Nasional Provinsi & Kabupaten/Kota.
“Syarat Perizinan LAZ Nasional adalah (1) Terdaftar Kemendagri Nasional, (2) Memiliki 2 Pengawas Syariat, (3) Memiliki minimal 40 Pegawai/Amil, (4) Ikhtisar rencana program Minimal di 3 Provinsi, (5) Sanggup Pengumpulan 50 Milyar, (6) Dapat membuka 1 perwakilan provinsi,” jelasnya.
Sementara, untuk syarat perizinan LAZ Provinsi, di antaranya:
1. Terdaftar Pemerintah skala Nasional
2. Pengawas Syariat 1 Orang
3. Minimal 20 Pegawai/Amil
4. Ikhtisar rencana program minimal di 3 Kab/Kota
5. Sanggup pengumpulan 20 Milyar
6. Dapat membuka 1 perwakilan kab.kota
Syarat Perizinan LAZ Kabupaten/Kota
1. Terdaftar Pemerintah skala Kab/Kota
2. Pengawas Syariat 1 Orang
3. Minimal 8 Pegawai/Amil
4. Ikhtisar rencana program minimal di 3 Kecamatan
5. Sanggup pengumpulan 3 Milyar

Skema kemitraan pengelolaan zakat yang dikembangkan oleh beberapa OPZ adalah ijtihad terobosan OPZ yang telah berizin dalam mendorong penguatan aspek kelembagaan di level grassroot melalui pendampingan operasional bagi lembaga-lembaga yang secara faktual telah mengelola zakat namun masih dalam proses membangun kesiapan untuk memperoleh izin mandiri.
“Dalam UU tidak ada ketentuan yang mengatur tentang MPZ namun juga tidak ada larangan. Suatu keadaan kekosongan hukum yang memungkinkan munculnya tafsir dan ijtihad” ungkap Heru Susetyo.
Terdapat kebutuhan terhadap skema ini di lapangan dan dalam perspektif tertentu justru sangat positif karena ikut meluaskan jangkauan regulasi terhadap ruang-ruang pengelolaan zakat yang dilakukan masyarakat yang selama ini tak terdeteksi.
Turut hadir dalam agenda tersebut Mulya Dwi Harto (Kepala Biro Hukum dan Kelembagaan BAZNAS), Dr. Ahmad Juwaini (Direktur Keuangan Sosial Syariah KNEKS), Prof. Amelia Fauzia, Ph.D (Guru Besar UIN Jakarta), dan ratusan pegiat zakat dari seluruh Indonesia. (*)
Leave a Reply