Sebagai seorang muslim, tentu kita memiliki tuntunan dalam berprilaku, jangan sampai karena nafsu atau arogansi semata, kita larut dalam sebuah hal yang merugikan diri sendiri bahkan turut memojokkan agama yang kita anut ini, agama Islam rahmatan lil alamiin.
Ada banyak manfaat memiliki media sosial (medsos) di antaranya adalah mudah menjalin silaturahim seperti menjadi anggota grup Whatsapp atau Telegram sehingga bisa mengenal dan lebih dekat dengan teman kantor, tetangga, teman sejawat, dan bisa berkomunikasi antar kerabat atau lainnya.
Selain itu, mudah mengakses informasi, menjadi media untuk tabayyun saat menerima informasi, serta menjadi sumber pengetahuan dengan ikut beberapa grup atau kanal Youtube ustaz tertentu.
Tetapi di sisi lain, ada banyak juga hal negatif dari bermedia sosial jika tidak disikapi dengan baik, seperti berlebihan menggunakan medsos melebihi porsinya (pemborosan waktu), like, comen and share tanpa baca terlebih dulu, tontonan pornografi, dan berkomentar yang memunculkan perdebatan, saling caci maki atau menghina dan merendahkan, membuka aib orang lain, atau bahkan memfitnah dan mengadu domba.
Berikut hal-hal yang harus diperhatikan netizen dalam bermedsos sebagaimana yang disampaikan oleh Ustaz Oni Sahroni selaku Fakar Muamalah, Dewan Pengawas Inisiatif Zakat Indonesia (IZI), dan Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia;
Pertama, sekadarnya atau sesuai kadar dan waktunya. Maksudnya, memanfaatkan media sosial sesuai kebutuhan termasuk waktu yang disediakan untuk menggunakan media sosial tersebut. Misalnya, ikut menjadi anggota puluhan grup Whatsapp tanpa memilah penting atau tidaknya. Begitu pula mengikuti sekian akun Instagram tanpa mempertimbangkan kebutuhan.
Kedua, komentar positif dan santun. Saat layak atau harus memberikan komentar terhadap pernyataan dan gambar tertentu, maka komentar diberikan dengan ungkapan santun dan jujur. Oleh karena itu, bukan bagian dari adab bermedia sosial saat semua pernyataan dikomentari.
Selain tidak penting, komentar tersebut dapat menimbulkan fitnah dan keresahan warganet yang lain. Seperti misalnya, meneruskan berita dan pernyataan tertentu yang belum diketahui benar atau salahnya. Saat harus memberikan komentar baik, hendaknya memberikan semangat dan mendoakan.
Ketiga, sebagai pemilik akun juga dituntut dengan adab-adab yang sama dengan followers. Di antaranya tidak mengunggah gambar-gambar pribadi dan orang lain yang membuka aurat, cerita tentang konflik keluarga, atau tuduhan terhadap pihak lain.
Keempat, memanfaatkan media sosial sebagai sarana kebaikan. Baik itu sebagai sumber wawasan, sumber informasi, wadah silaturahim, atau sarana rehat dan hiburan.
Hal tersebut sebagaiman tuntunan berikut. (a) “Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan perkara-perkara yang tidak bermanfaat baginya.” (HR Tirmidzi).
(b) Hadis Rasulullah SAW, “…jangan saling iri, saling membenci satu dengan yang lain, dan saling berpaling muka satu dengan yang lain. Jadilah kalian para hamba Allah bersaudara.” (HR al-Bukhari).
(c) Hadis Rasulullah SAW, “Setiap Muslim atas Muslim yang lainnya haram (terjaga) harta, kehormatan, dan darahnya. Merupakan suatu keburukan bila seseorang menghina saudaranya yang Muslim.” (HR Abu Dawud).
(d) Penggunaan media sosial yang bisa diakses oleh warganet jauh lebih dahsyat pengaruhnya daripada fitnah yang disebarluaskan dari mulut ke mulut. Kenyataan ini memberikan kesimpulan semakin besar akibat yang ditimbulkannya, maka besar hukumnya. Sebagaimana kaidah, “Apa saja yang membawa kepada yang haram, maka dia juga haram.” (Izzuddin, Qawaidul Ahkam, 2/402).
(e) Sebagaimana fatwa MUI, “Aktivitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoaks, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, hukumnya haram. Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya”. (Fatwa MUI Nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial).
Wallahu a’lam.
Sumber: Republika.id
Leave a Reply