Siang itu, penghuni posko dikerumuni anak-anak dusun Dangiang Timur, desa Dangiang, kecamatan Kayangan, Lombok Utara. Mulai dari selesai subuh hingga jam sebelas waktu setempat, kami bercengkrama dan berguyon ria hingga kelelahan. Tanpa terasa, kerongkongan kami begitu kering; sekering musim panas di Lombok Utara ini.
Bu Hikmah, juru dapur posko, yang sibuk mempersiapkan makan siang kami ikut terhibur dengan interaksi relawan IZI bersama anak-anak. Begitu persiapan makan siang hampir rampung, Bu Hikmah menanyakan kepada kami sekiranya kami mau disajikan minuman dingin.
“Enaknya minum yang dingin-dingin, ya. Tapi apa yang enak buat side-side (kamu-red)?”
Kami bingung menentukan menu. Tanpa sadar, wajah kami mengarah ke anak-anak dusun yang sejatinya begitu tergiur dengan tawaran Bu Hik. Tanpa basa-basi lagi, anak-anak itu berteriak, “Es Kelapa!”
Ide para bocah ini cukup menarik. Kami pun menyetujui usulan mereka. Hanya saja, juru dapur kami menjelaskan bahwa untuk buah kelapanya musti “buang diri”. Artinya, kami harus mencari kelapa itu sendiri di kebon belakang milik keluarga sang juru dapur.
Awalnya yang ikut “buang diri” ke kebon bersama kami hanya 3 bocah (Yoga, Galuh, dan Pathul). Begitu agak masuk lagi ke dalam kebon, Abang datang menyusul sambil terkekeh-kekeh lucu. Jadi lah aksi kami mencari buah kelapa tambah meriah.
Ada yang naik ke atas pohon, ada yang menadah, ada pula yang hanya ikut memberikan suntikan semangat. Itu lah kami, para relawan. Kami hanya terpesona dengan kegigihan bocah-bocah mencari apa yang mereka inginkan, dan memberikan teriakan penyemangat.
Begitu satu per satu buah kelapa itu berjatuhan dipetik Galuh, Abang dan Pathul mengumpulkannya.
Saat proses pengumpulan itu berlangsung, tim IZI terperangah dengan salah satu aksi salah satu bocah: Abang menyobek kulit luar kelapa-kelapa itu hanya dengan giginya.
Antara takjub dan geli, kami tertawa terpingkal-pingkal, lalu mengabadikan aksi tersebut. Abang pun tak keberatan kami foto.
Abang adalah anak yatim dusun Dangiang Timur yang tinggal mati ayahnya. Ibunya menikah kembali dengan pria dari Bima dan pergi tanpa membawa serta Abang.
Hingga kini Abang tinggal bersama misan dari ibunya. Saat gempa besar berskala 7 magnitudo berlangsung di Lombok, tiada sesiapa bocah itu berlindung. Bersyukur Tuhan masih menjaga kehidupannya, dan beraktivitas bersama anak-anak TPQ Al Ikhlas.
Dzul Ikhsan Relawan untuk Lombok
Leave a Reply