“Wahai ayahku! Sungguh, aku (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari dan bulan, kulihat semuanya sujud kepadaku.”
Adalah sebuah pernyataan seorang anak bernama Yusuf kepada ayahnya (Ya’kub) perihal mimpi yang mendatanginya pada suatu malam. Ayahnya pun menjawab, “Wahai anakku! Janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu, mereka akan membuat tipu daya (untuk membinasakan) mu. Sungguh, setan itu musuh yang jelas bagi manusia.”
Sang ayah pun memerintahkan agar tidak menceritakan apa yang Yusuf mimpikan untuk mengantisipasi rasa dengki yang muncul di hati saudara-saudaranya. Karena diketahui, saudara-saudara Yusuf memang memiliki kecemburuan terhadapnya. Demikian pun dengan mimpi-mimpi atau sesuatu yang ingin kita raih. Mimpi bisa diceritakan kepada mereka yang memiliki ilmu dan sangat tidak disarankan untuk menceritakan kepada orang lain yang tidak memiliki kapasitas dan tentunya belum kita percayai.
Lalu, suatu malam, saudara-saudaranya yang lain mengajak Yusuf dan adiknya yang bernama Bunyamin, untuk bermain pada keesokan harinya. Mereka pun meminta ijin kepada Ya’kub. Namun, Ya’kub tidak mengharapkan hal itu terjadi karena ia khawatir bahwa saudara-saudaranya akan mencelakai Yusuf saat tengah asik bermain. Keesokan harinya, mereka berangkat menuju hutan untuk bermain. Na’as, bukan bermain yang mereka lakukan, namun mereka mengasingkan Yusuf yakni dengan dibuangnya ia ke dalam sumur yang disekitarnya tidak ada pemukiman warga, sunyi senyap.
Di hutan itu, suatu ketika ada segerombolan musafir Mesir sedang kehausan. Dilihatnya ada sebuah sumur, lalu mereka datang dan mulai memasukkan timba, berharap banyak air yang terpaut di dalamnya. Nyatanya, yang mereka dapatkan bukan air, melainkan sesosok manusia. Akhirnya, Yusuf diajak bergabung dengan musafir tersebut, dan ia dijadikan sebagai budak.
Perjalanan panjang dari menjadi budak hingga seorang Al-Malik di Mesir memberikan isyarat bahwa Allah menguji ketakwaan setiap hamba-Nya. Apakah ia seorang yang menjaga izzahnya dari godaan istri Al-Aziz, godaan dari perempuan-perempuan Mesir yang memiliki hasrat terhadapnya. Apakah ia seorang yang jujur bahwa ia tidak melakukan perzinahan karena rupa tampannya yang memukau itu. Serta seorang yang dapat dipercayai tentang takwil mimpi Al-Malik sebelumnya.
Kisah Yusuf yang terangkum di dalam Al-Qur’an surah Yusuf, mengajarkan kita tentang sejarah seorang Nabi yang hidupnya dipenuhi ujian-ujian untuk meningkatkan kapasitas dirinya. Menjadikan sabar atas setiap ujian yang menimpanya. Hingga butuh waktu sekitar 80-an tahun, Allah mewujudkan takwil mimpi Yusuf, “… Wahai ayahku! Inilah takwil mimpiku yang dahulu itu. Dan sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya kenyataan.”
Satu lagi, siapakah yang berperan dalam pengembangan diri Nabi Yusuf? Tak lain dan tak bukan adalah ayahnya sendiri. Karena di satu episode ajakan istri Al-Aziz, sekaliber wajah Ya’kub muncul dibenaknya hingga gugurlah keinginan untuk menerima ajakan tersebut. Sungguh, Ya’kub tak terganti perannya dalam diri Yusuf. Karena Ya’kub, sosok manusia terbaik bagi Yusuf dalam menasehati. (Susi)
Leave a Reply