Bani Israil memang istimewa. Namun keistimewaan tersebut membuat mereka sombong, merasa bangsa lain tidak level dengannya karena bangsa selain mereka adalah budak. Hanya sebagai keledai yang harus mengabdi kepada mereka. Seperti pada QS. An-Nisa ayat 153, mereka meminta Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menurunkan kitab dari langit seperti pada Nabi Musa.
“Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata: “Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata.” Maka mereka disambar petir karena kezalimannya, dan mereka menyembah anak sapi, sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu Kami maafkan (mereka) dari yang demikian. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata.”
Bahkan kaum Bani Israil pada zaman Nabi Musa memberi pernyataan yang berisikan, “Tidak akan beriman kami (Bani Israil) sebelum melihat dengan mata kepala sendiri seperti apa wujud Allah subhanahu wata’ala.” Lalu Allah menurunkan petir dan halilintar dan mereka pun binasa karenanya (QS. An-Nisa’: 153). Namun setelah itu, Allah masih memaafkan mereka dan menghidupkan kembali. Akan tetapi mereka masih tetap membangkang (QS. An-Nisa’: 154).
“Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina untuk (menerima) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. Dan kami perintahkan kepada mereka: “Masuklah pintu gerbang itu sambil bersujud”, dan Kami perintahkan (pula) kepada mereka: “Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabtu”, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh.” (QS. An-Nisa’: 154)
Dan kemudian Allah angkatkan di atas kepala mereka itu Gunung Thur. Gunung Thur berada di Jazirah Arab. Gunung dimana nabi Musa disuruh mengumpulkan semua tongkat-tongkatnya, maka memancarlah 12 mata air untuk Bani Israil. Tujuan Allah mengangkat Gunung Thur agar Bani Israil berpegang teguh pada Kitab Taurat. Sungguh, tanpa Allah mengangkat gunung agar kita (Muslimin) beriman, kita telah merasa sangat tunduk atas perintah Allah. Berbeda sekali dengan Bani Israil yang sangat durhaka.
Kemudian, Allah memperingatkan kembali tentang “perjanjian yang kokoh” agar tunduk dan patuh pada kitab Taurat. Lalu Allah memerintahkan kepada mereka agar masuk ke bumi Palestina agar terhindar dari kediktatoran Fir’aun. Mereka pun menyeberangi laut Merah. Lalu sesampainya di arah timur, mereka melihat orang menjala ikan. Mereka pun meminta kepada nabi Musa untuk dibuatkan jala.
Jalan ke timur lagi, oleh Allah dipayungi oleh payung di atas kepala mereka. Tiap pagi oleh Nabi Musa, mereka dihidangkan makanan manna dan salwa. Mereka pun kehabisan air, lalu nabi Musa memukulkan tongkatnya ke batu di Jabal Tsur. Lalu memancarlah 12 mata air. Setelah itu, berjalan ke timur menuju Baitul Maqdis.
Sesampainya, Allah menyuruh mereka untuk masuk ke gerbang Baitul Maqdis dengan rasa tunduk dan patuh kepada Allah subhanahu wata’ala. Namun ternyata Bani Israil bertambah membangkang. Maka Allah memerintahkan agar mereka tidak melanggar hari Sabtu.
Kaum Yahudi membuat perjanjian bahwa hari Sabtu adalah hari untuk mereka beribadah. Sedangkan pada saat di Baitul Maqdis, mereka menganggap hari Sabtu merupakan hari libur. Sebagaimana peringatan Allah kepada mereka dalam QS. Al-Baqarah ayat 63.
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): “Peganglah teguh-teguh (Kitab Taurat) apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa.”
Dan Allah mengingatkan kembali pada QS. Al-Baqarah ayat 93, tersebab mereka tidak mau menaati perjanjian yang kuat itu.
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkan-lah!” Mereka menjawab: “Kami mendengarkan tetapi tidak mentaati”. Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah: “Amat jahat perbuatan yang diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat).”
Sungguh, sebagai kaum Muslim sudah sepatutnya kita menaati perintah Allah dan menjauhi apa saja larangan-Nya dengan penuh ketaatan. Bukan seperti Bani Israil, kaum yang telah Allah beri nikmat namun kesemuanya menjadikannya kaum yang membangkang.
Di resume dari kajian: Prof. Roem Rowi, MA
Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nisa’ ayat 154
Leave a Reply