“Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepas darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim)
Baru 105 hari usia kala itu, Muhammad Rafif Farqah dinyatakan Gagal Ginjal Kronis (GGK) oleh dokter yang merawatnya. Hancur hati ayah-bundanya mendengar vonis tersebut. Tak hanya itu, Rafif dan keluarga harus bersabar atas komplikasi lain berupa Epilepsi yang menyerang otaknya.
Sudah tiga rumah sakit sang Rafif kecil dirujuk. Hingga kini, ia dirawat di Pusat Kesehatan Ibu & Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat. Ketika dokter yang merawatnya menyatakan hidup Rafif hanya mampu bertahan enam bulan saja sebagai penyandang CNS (Congenital Nephrotic Syndrome), ibundanya lantas bersimpuh di hadapan Allah.
“Saya punya Allah yang bisa menyembuhkan. Saya berdoa kepada-Nya agar diberi kesempatan lagi untuk menyanyanginya, dan merawatnya lebih lama lagi.” Kisah sang bunda.
Alhamdulillah, permohonannya dikabulkan. Kini Rafif berusia 2 tahun dan masih berjuang melawan penyakitnya. CNS merupakan sindrom kelainan ginjal yang sangat jarang terjadi. Biasanya ditandai dengan simtoma proteinuria berat, hipoproteinemia dan edema yang dapat diamati segera setelah terjadinya persalinan. Penyakit tersebut cukup langka. Karena, hanya 1 hingga 3 bayi saja dari 100.000 kelahiran yang mengidapnya.
Program BPJS lumayan membantu pengobatan Gagal Ginjal Kronis Rafif. Namun, ketersediaan obat BPJS masih terbatas. Oleh karenanya, kadang ia harus sabar menanti beberapa hari hingga obat yang dibutuhkannya tersedia.
Jika cairan dan obat-obatan tidak ada, sang ayah menjawab, “saya harus pontang panting mencari pinjaman obat dan cairan kepada sesama penderita Gagal Ginjal.
Ayah Rafif hanyalah seorang pekerja serabutan. Ia bekerja selama masih ada orderan yang datang. Kadang diminta memperbaiki jaringan listrik rumah tetangga, kadang service televisi, radio, bahkan ikut las di proyek jembatan layang Gatot Subroto, Jakarta.
Setidaknya sang ayah harus menghabiskan uang sebesar Rp 2.946.000,- untuk obat-obatan Rafif selama sebulan. Sedangkan untuk kebutuhan tiap hari, ia harus memenuhi setidaknya Rp 2.250.000,- per bulan. Bisa dibayangkan, seandainya sehari saja Ayah Rafif tidak bekerja, entah kebutuhan itu dapat terpenuhi atau tidak?
Meski ia yakin akan pertolongan Allah, di pelupuk mata sang ayahanda tersirat tatapan kosong, khawatir sebagai manusia akan keberlangsungan pengobatan Rafif yang dicintainya.
Leave a Reply