Ada kenangan yang tertahan di dalam pikiran Fajariyah (24). Kata-katanya meluncur dengan deras saat wawancara dengan tim IZI. Namun, kalimat itu sesekali tercekat di kerongkongan akibat hadirnya bayangan Riski, anak pertamanya.
Fajariyah adalah gambaran umum wanita Indonesia; terdidik untuk memiliki rasa malu yang justru mengekang ruang ekspresinya. Ingatan yang dibawanya kala bercerita dipilih demi menunjukkan rasa hormatnya kepada seluruh penghuni Rumah Singgah Pasien (RSP) IZI di bilangan Salemba, Jakarta Pusat.
“Alhamdulillah, sih – teman-temannya bagus. Dari supirnya, dari semua-semuanya ramah lah, gitu..” Demikian pengakuan Fajariyah dengan suara yang bergetar.
Sebelumnya, wanita asal Banggai, Sulawesi Tengah itu mengaku telah dibantu tiket penerbangan oleh IZI. Ia berangkat bersama Riski yang terserang kelainan jantung bawaan. Mereka sepakat bahwa suaminya tetap di Banggai mencari nafkah untuk membiayai keperluan sehari-hari mereka selama di Jakarta; sedangkan sang ibu ikhlas berangkat bersama menemai cucunya.
Ia bersyukur bertemu seorang perawat di rumah sakit daerahnya yang menghubungi IZI. Perawat itu lah yang menjadi informan, sehingga Inisiatif Zakat Indonesia sepakat membawa Riski berobat ke rumah sakit rujukan Harapan Kita; mulai dari keberangkatan hingga sarana tinggal di Jakarta.
Fajariyah sebelumnya juga mengaku bahwa gaji suaminya selaku karyawan biasa hanya dapat memenuhi susu Riski selama sebulan. Namun, selama persinggahannya di RSP IZI, kebutuhan lain mereka terpenuhi sesuai standar.
Riski yang lahir dari rahim Fajariyah pada Juli 2017 itu divonis kelainan jantung semenjak dari Janin. Wanita itu tidak menemukan kelainan tersebut saat USG. Memang, Riski sempat menelan air ketuban saat lahiran. Hingga dicurigai hal tersebut membuat Riski hidup hanya dengan satu katup jantung.
Pada Januari 2019 lalu, Riski berhasil melewati operasi jantung di Harapan Kita. Namun, pada tanggal 12 di bulan yang sama, jantung itu berhenti mendadak, dan tidak terselamatkan.
Bersamaan dengan proses pengiriman jenazah Riski ke kampung halaman, ibunda Fajariyah terserang Glukoma. Syahdan, Fajariyah sedang hamil tua dan dilarang berangkat bersama mengantar jenazah anaknya sendiri menuju Kota Banggai. Lagi-lagi, ia harus kembali tinggal sementara di rumah singgah pasien.
Mengingat segala kebaikan yang diterimanya selama di Jakarta, Fajariyah seakan dipaksa untuk selalu tegar. Gejolak di hatinya tertahan di kerongkongan, namun logikanya terus bekerja untuk bertahan demi mereka yang masih hidup.
Sering kali Riski hadir dalam mimpi Fajariyah. Dalam mimpi terakhirnya, Fajariyah melihat Riski bermain riang gembira pada sebuah taman, bersama teman satu kamarnya di RSP IZI yang telah terlebih dahulu dipanggil Allah SWT. Demi mengingat mimpinya itu, segala emosi tumpah dari wajahnya, dan berusaha untuk menelaah segala takdir keluarganya.
Leave a Reply