Sahabat banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari orang-orang shaleh, baik dari keilmuannya sampai keteladanan sifat dan sikapnya.
Rabi’ bin Haitsam beliau adalah ulama yang terkenal luar biasa kesalehannya. Beliau adalah murid Abdullah bin Umar dan murid langung sahabat-sahabat Rasulullah. beliau sangat terkenal menjaga lisannya dari hal-hal tidak bermanfaat, sehingga dari lisannya hanya keluar empat perkara; Nasihat, doa, dzikir, dan membaca Al Qur’an.
Rabi’ bin Haitsam pada masa akhir hidupnya terserang penyakit yang menyebabkannya lumpuh setengah badan dan membuatnya terbatas melakukan aktivitas, namun dalam kondisi demikian masih banyak amal saleh dan keteladanan yang dilakukan Rabi’.
Suatu ketika dua orang muridnya datang ke rumahnya untuk meminta nasihat dan terdapat empat kejadian yang menjadi teladan muridnya.
Sang murid berkata padanya “Wahai imam, apa rahasia kenapa engkau bisa menjaga lisan anda, tidak seperti ulama-ulama lain yang terkadang masih ngobrol-ngobrol kosong untuk sekedar bercanda, tapi engkau benar-benar hanya berbicara yang ada hikmahnya”.
Rabi’ menjawab Rabi berkata “Wahai murid2 ku apa kalian sampai saat ini masih ragu dengan adanya Tuhan Allah? Dan apakah kalian masih ragu bahwa Allah letakkan dua malaikat di kiri dan kanan kalian yang mencatat amal baik dan buruk, dan pasti demi Allah akan dibacakan dan dihisabkan di akhirat nanti”
Ketika mereka sedang berbincang, anak Rabi’ datang menyuguhkan Halwa, Halwa adalah makanan yang dibuat dari bahan-bahan terbaik dan mahal, proses pembuatannya pun sangat lama dan sulit sehingga Halwa dikenal makanan yang sangat mahal.
Ketika Rabi’ dan muridnya hendak menyantap makanan itu, tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu, kemudian Rabi’ menyuruh anaknya untuk membuka pintu ternyata yang datang adalah orang gila dengan penampilangs sangat lusuh untuk meminta makan, selama ini tidak ada yang pernah perduli terhadap orang gila itu. Tapi MasyaAllah, Rabi justru menyuruh anaknya untuk membawa semua Halwa itu kepada orang gila.
Anak Rabi menuruti perintah ayahnya dan membawa sebuah piring dengan maksud hanya memberikan sepotong Halwa, tapi orang gila itu justru mengambil semua Halwa itu. Anak rabi’ pun menyampaikan kejadian itu kepada ayahnya.
“Wahai ayah semoga Allah senantiasa menjagamu.. ayah engkau tau yang tadi datang bukanlah peminta-minta tapi orang gila dan dia tidak tahu nilainya makanan yang kita kasih, kalau tadi engkau menyuruh saya ke dapur untuk mengambil makanan apa saja untuknya akan saya berikan untuknya, kenapa harus halwa yang ibu telah membuat kue ini dengan biaya yang mahal dan waktu yang lama?”.
Rabi menjawab “wahai anakku kalau orang gila itu tidak tahu nilai makanan yang kita kasih itu tidak penting buat saya karena Allah tahu nilainya, dan ingatlah firman Allah ‘Kalian tidak akan mendapatkan balasan sempurna dari sodakoh kalian sampai kalian menginfakkan apa yang paling kalian cintai”
Setelah kejadian itu muridnya bertanya kepada Rabi’ “Wahai Imam apa nasihat anda untuk kami dalam masalah ibadah?”
“Rahasiakan amal shalih kalian, jangan ceritakan kepada siapapun. Kerjakan jangan ceritakan. Allah sudah utuskan ada malaikat untuk mengawasi kalian” Kata Rabi’
Ketika mereka sedang berbincang masuklah waktu dzuhur, Rabi’ bin Haitsam yang lumpuh setengah badan kemudian ia memberikan isyarat kepada anaknya untuk membantunya berdiri dan meminta di anatar ke masjid. Murid Rabi’ pun membantunya berjalan menuju masjid, sang murid pun melihat kaki Rabi’ terseret-seret di tanah dan merasa kesulitan ke Masjid tapi ia tetap menunaikan kewajibannya sholat di Masjid, sampai-sampai muridnya bertanya “Imam engkau punya keringanan untuk tidak sholat di masjid karena keadaanmu ini”
Jawaban Rabi’ membuat kedua muridnya ini kagum dan menandakan keimanan yang mendalam kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala “Wahai muridku aku mendengar dengan telingaku ini adzan panggilan untuk sholat dari Allah hanya dari lisan muadzin saja, Allah memanggil saya pencipta langit dan bumi untuk menyembahnya dan mendapatkan kemenangan melalui sholat. Demi Allah saya akan tetap mendatangi masjid meskipun saya merangkak”
Beliau memahami balasan perbuatan baik dan buruk ketika Rasulullah dalam perjalanan Isra Mi’raj. Bagaimana Allah menyuburkan sedekah, balasan perbuatan ghibah sebab itu rabi’ sangat menjaga lisannya dari perkataan yang sia-sia, kemudian bagaimana beliau menjaga shalatnya dan tetap melaksanakannnya di Masjid meskipun harus terseok-seok langkahnya menuju Masjid.
MasyaAllah.. sikap Wara (kehati-hatian), totalitas dalam ibadah dan keikhlasan Rabi’ patut dijadikan teladan untuk kita. Bagaimana ia sangat totalitas dan tidak takut kekurangan dalam bersedekah, ketika banyak orang atau mungkin diri kita bersedekah hanya sedikit tapi Rabi’ menyedekahkan sesuatu hal yang mewah dan yang ia sukai.
Sahabat, sudahkah kita totalitas dalam beribadah? Benar-benar menyerahkan hidup, mati dan seluruh yang kita miliki untuk Allah? Semoga kita semua senantiasa bisa mengikuti teladan-teladan dari Rasulullah dan orang-orang shaleh.
(Ayu Lestari)
Dari berbagai sumber
Leave a Reply