Ia lahir di lingkungan yang penuh kesenangan dan kemewahan. Ayahnya adalah walikota Abilah, satu kota yang berada dibawah kekuasaan Persi. Mereka adalah orang-orang Arab yang pindah ke Irak, jauh sebelum datangnya Islam. Diistana yang terletak ditepi sungai Eufrat kearah “Jazirah” dan “Mosul”, anak itu hidup dalam keadaan senang dan bahagia.
Suatu hari, wilayah ini diserbu pasukan Romawi. Banyak warga yang menjadi tawanan, termasuk Shuhaib yang masih kanak-kanak. Setelah itu ia menjadi budak yang diperjualbelikan. Hingga remaja ia tinggal diwilayah Romawi. Bahasa dan dialegnya juga Romawi. Kemudian akhirnya, ia dibeli oleh saudagar Mekkah, bernama Abdullah bin Jud’an .
Sang majikan tertarik dengan kecerdasan, kerajinan dan kejujuran Shuhaib. Shuhaibpun dimerdekakan, dan diberi kesempatan untuk berdagang bersamanya.
Shuhaib telah bergabung dalam kafilah orang-orang beriman. Dengan jujur ia bercerita tentang bagaimana ia menjalankan tanggung jawabnya sebagai seorang muslim yang sudah berbai’at kepada Rasulullah dan ajaran islam.
“Disetiap peristiwa penting yang dihadiri Rasulullah, aku pasti hadir dalam peristiwa itu. Disetiap peristiwa bai’at, aku pasti ikut. Disetiap pertempuran kecil, aku pasti ikut. Disetiap peperangan besar, aku pasti ikut dan berada disebelah kanan atau kiri Rasulullah. Jika yang ditakuti kaum muslimin berada didepan, aku pasti paling depan, dan jika yang ditakuti berada dibelakang, aku pasti berada paling belakang. Aku tidak pernah membiarkan Rasulullah berada dalam jangkauan musuh. Hingga beliau kembali kerahmatullah.”
Sungguh Shuhaib layak mendapatkan keimanan yangbegitu istimewa, sejak pertama menerima cahaya Ilahi dan menaruh tangan kanannya ditangan Rasulullah n
Perjuangan dan kesetiannya dimulai saat peristiwa hijrah. Ia tinggalkan semua kekayaan hasil dari usahanya berdagang selama bertahun tahun di Mekkah, tanpa keraguan sedikitpun.
Ketika Rasulullah hendak pergi hijrah, Shuhaib mengetahuinya. Semestinya ia menjadi orang ketiga dalam hijrah tersebut. Rasulullah, Abu Bakar dan dirinya. Tetapi orang-orang Quraisy telah mengatur strategi dimalam harinya untuk mencegah hijrahnya Rasulullah.
Shuhaib terjebak dalam satu perangkap mereka, hingga terhalang untuk hijrah untuk sementara waktu, sementara Rasulullah dan Abu Bakar berhasil meloloskan diri dengan izin Allah.
Shuhain berusaha menolak tuduhan orang-orang Quraisy dan mengatur siasat. Ketika mereka lengah, dengan mengendarai unta ia berhasil lolos dan mengarungi sahara yang luas membentang. Namun orang-orang Quraisy tidak tinggal diam. Mereka mengirim pemburu-pemburu mereka untuk menyusulnya dan usaha itu hampir berhasil.
Ketika Shuhaib melihat kedatangan mereka, ia berteriak, “Hai orang-orang Quraisy, kalian semua tahu aku jago memanah, aku akan membidik kalian dengan semua anak panah yang aku bawa. Setelah itu, aku akan melawan kalian dengan semua anak panah yang aku bawa. Sekarang tersah kalian, jika kalian ingin mendekat, mendekatlah, atau aku tunjukan dimana harta kekayaanku dan kalian biarkan aku pergi ?”
Ternyata mereka lebih tertarik dengan harta kekayaan Shuhaib. Mereka berkata, “Dahulu sewaktu kamu datang kepada kami, kamu hanyalah orang miskin. Setelah berada ditengah kami, kamu menjadi kaya raya. Lalu sekarang kamu akan pergi dengan membawa harta itu?”
Shuhaib menunjukan tempat penyimpanan hartanya. Mereka membiarkan Shuhaib dan mereka kembali ke Mekkah.
Yang menarik adalah mereka percaya ucapan Shuhaib tanpa sedikit keraguan. Mereka sama sekali tidak meminta bukti atau sumpah. Artinya mereka sudah mengetahui Shuhaib adalah orang yang jujur.
Shuhaib melanjutkan perjalanan hijrahnya seorang diri dengan bahagia, hingga akhirnya berhasil menyusul Rasulullah di Qubah yang waktu itu sedang duduk dikelilingi olh beberapa orang sahabat. Melihat kedatangan Shuhaib, Rasulullah berseru dan bergembira.
“perdaganganmu sungguh mendapatkan laba yang besar, hai Abu Yahya (Suhaib). Perdaganganmu sungguh mendapatkan laba yang besar, hai Abu Yahya.”
Saat itu Allah menurunkan firman-Nya :
Leave a Reply