“Kalau kau bukan anak raja, dan kau bukan anak seorang ulama besar, maka jadilah penulis”
Imam Al Ghazali
Menjadi amil tak cukup bekerja secara amanah mengelola zakat. Ia juga diperlukan untuk bisa menulis dengan baik. Dengan menulis, para amil sesungguhnya juga berlatih terus menjaga diri agar seimbang lahir dan batin-nya.
Menulis tak terpisahkan dari kehidupan seorang amil zakat. Sejumlah pekerjaan amil seperti membuat perencanaan, proposal, laporan hingga kampanye di beragam media membutuhkan kemampuan dasar menulis yang baik.
Menulis menciptakan harmoni. Karena dengan menulis, kita juga berdialog dan merawat jiwa dengan memupuk ide dan gagasan bagi masa depan.
Dengan beragam tulisan yang nantinya bisa dihasilkan, kita bisa terus berlatih mengontrol dan mengevaluasi kepribadian kita. Lewat tulisan-tulisan yang tercipta, akan menjadi bukti otentik cerminan keadaan jiwa kita saat itu.
Para amil harus punya legacy bagi masa depan gerakan zakat. Ia harus dengan sadar mewariskan kebaikan dengan memberikan pencerahan kepada para amil di generasi berikutnya.
Semakin banyak amil mengikuti gagasan dan idenya, maka semakin terang jalan para amil untuk dilalui dan ditempuh banyak orang. Gagasan-gagasan ini bila dilakukan semakin banyak amil, dan bahkan bisa lintas generasi, akan menjadi baik dan sarana alternatif bagi inovasi dan kreativitas di kemudian hari.
Disebabkan itulah, para amil, jangan pernah ragu untuk menulis dan menuangkan ide-ide, gagasan-gagasan, mimpi-mimpi, keinginan-keinginan yang dimilikinya di gerakan zakat ini. Karena boleh jadi, kesuksesan gerakan zakat di masa depan dimulai dari ketersediaan gagasan awal di saat ini.
Melaui literasi zakat yag kita bangun hari ini, kita siapkan kerangka dan pondasi kebaikan gerakan zakat di fase berikutnya.
Gajah mati meninggalkan gading, dan amil mati meninggalkan apa?
Nah, tentu saja tak mungkin amil mati meninggalkan uang. Yang mungkin malah meninggalkan hutang. Untuk menjawab hal ini salah satunya bukan dengan retorika. Tapi dengan karya. Dan meninggalkan tulisan adalah salah satu wujud nyata yang bisa ditinggalkan para amil.
Tentu saja amil tak bisa menyamai orang kaya yang dermawan. Tak pula sama dengan orang pintar, terdidik dan peneliti yang meninggalkan karya-karya akademik dan penelitiannya. Amil yang hidup biasa, akan berubah menjadi luar biasa dan akan terus dikenang bila ia punya peninggalan ide gagasan yang baik bagi gerakan zakat.
Amil yang mungkin merasa bukan siapa-siapa, bukan orang kaya, bukan juga profesor, bahkan juga bukan pahlawan, apa yang harus dilakukan supaya bisa terus dikenang oleh generasi amil di masa yang akan datang.
Tak lain sekali lagi, legacy- nya adalah tulisan kita. Tulisan yang berisi, ide dan gagasan hasil pemikiran kita ini yang akan menjadi sumbangsih kita bagi masa depan.
Mengapa amil harus menulis?
Pertanyaan ini barangkali ada di benak kita semua : mengapa amil harus menulis? Apa yang seorang amil harus tuliskan? dan, bagaimana menulisnya?
Bagi sebagian amil, mungkin menulis itu mudah. Tapi bagi sebagian yang lain, bisa jadi tak gampang. Bila ada pengujian berbasis pertanyaan pada para amil zakat, “apakah mereka mampu menulis?” Kemungkinan besar jawaban yang mampu sangat sedikit jumlahnya.
Dalam praktiknya, menulis bukan soal bisa atau tidak bisa. Menulis lebih kompleks daripada soal kemampuan. Sebab menulis berhubungan dengan banyak hal, baik dari segi kualitas manusianya, kondisi yang berlangsung pada saat itu dan perihal yang mendorongnya untuk menulis.
Seorang amil zakat tidak memerlukan kesempatan untuk menulis, tetapi ia yang harus menyempatkan diri untuk menulis. Walau secara teknis menulis itu hanya mempertemukan pena dengan secarik kertas, namun faktanya, tetap saja banyak amil merasa tidak bisa menulis.
Rata-rata kesulitan untuk menulis dimulai dari tidak tahunya apa yang akan ditulis. Belum lagi bagaimana menuliskannya nanti bila ketemu ide atau gagasan untuk ditulis.
Berikut ini ada 7 hal yang harus disiapkan para amil bila ingin memulai menulis atau ingin terus menulis bagi yang telah terbiasa menuliskan ide dan gagasannya :
1. Luruskan niat dan motivasi
Menulis harus jelas niat dan motivasinya. Bila niat dan motivasinya telah lurus, semoga Allah mudahkan dan diberikan kemampuan.
Soal motivasi ini penting untuk amil penulis. Terlebih amil pemula yang akan memulai untuk menulis. Keraguan awal merasa tidak bisa, tidak ada bakat atau tidak punya kesempatan akan terkikis bila niat dan motivasinya kuat. Niatkan menulis untuk kebaikan. Untuk mewarnai dunia dengan ide dan gagasan kita.
Motivasi yang harus kita miliki juga adalah motivasi bahwa dengan menulis, kita ingin bisa memberikan warna dan perubahan di gerakan zakat agar bisa terus lebih baik. Pemikiran tidak suka, tidak bisa atau khawatir ditertawakan orang karena tulisan kita tak bermakna akan sirna seiring motivasi yang terus kita tumbuhkan dan kita jaga.
Ingat, bahwa perasaan tidak suka, tidak bisa itu semua bukanlah bawaan lahir. Keduanya hanya alasan diri kita yang bisa jadi muncul dari rasa malas.
Menulis bukan sesuatu yang dilakukan karena kurang kerjaan, iseng atau sekedar ngisi waktu. Menulis adalah mewujudkan ide dan gagasan agar orang terdorong untuk lebih baik. Sepanjang motivasi itu tumbuh kuat dalam diri kita, maka sepanjang itulah semangat akan mengalir sehingga apapun kesibukan kita, tulisan akan lahir dari jari jemari kita.
Ingat, menulis itu bukan soal sibuk atau tak sibuk, tapi seberapa kuat kita ingin berbagi lewat karya yang kita ciptakan lewat tulisan-tulisan kita.
2. Belajarlah terus menulis dan rajin berlatih
Belajar menulis tak harus ikut kursus atau pelatihan. Kini telah hadir puluhan buku untuk dibaca bagi pengembangan teknis menulis. Kita tak boleh membelenggu diri dengan pernyataan, “wajar tak bisa menulis, kan belum pernah ikut kursus atau pelatihan menulis”. Kita sekali lagi, tak perlu terjebak untuk hanya mau menulis bila telah ikut pelatihan.
Memang, belajar menulis secara formal penting. Memperdalam teknik dan juga melatih metode serta wawasan. Namun yang jauh lebih penting adalah adanya kemauan kuat untuk berlatih dan terus berlatih.
Dengan berlatih secara rutin, kita akan terbebas dari kejenuhan dan kemandegan akibat kurangnya ide dan gagasan. Dengan berlatih dan terus menulis, kita akan bisa terus hidup. Semangat dan motivasi yang ada akan terjaga dan selalu sehat kondisinya. Dengan berlatih terus menulis, maka setapak demi setapak, kita sedang memasuki jalan yang pasti untuk jadi penulis sejati.
3. Mencari Ide/gagasan awal
Ketika kita ingin menulis, seringkali kehilangan ide atau gagasan. Yang lebih parah bahkan tidak tahu akan mulai dari ide apa atau gagasan apa yang akan dituliskan.
Nah, bagaimana agar kita punya gagasan yang baik dalam menulis, caranya tak lain adalah dengan ‘membebaskan’ diri dari berbagai ‘kerangkeng’ yang selama ini membelenggu kita. Apapun bentuknya.
Belenggu itu bisa berupa ketidaktahuan atau sempitnya ide. Untuk membebaskan diri dari keduanya, kita harus terus menerus belajar dan banyak membaca.
Dengan banyak belajar, kita akan punya banyak pertanyaan dalam benak kita, juga banyak jawaban atas pertanyaan tadi. Dengan diskusi, membaca buku dan banyak bertemu dengan sejumlah pihak, bisa saja berujung pada proses perenungan pribadi.
Dari sana kadang muncul ide dan gagasan yang bahkan jumlahnya ribuan. Dari sanalah, kita bisa memulai untuk mengarahkan hasil renungan yang ada dalam diri kita lewat beragam tulisan yang bisa kita buat.
4. Banyak membaca dan menambah wawasan
Jiwa kita layaknya tubuh, ia juga perlu makan agar terus sehat dan kuat. Dan dari jiwa yang sehat, akan lahir tulisan yang berbobot dan bermanfaat.
Melatih jiwa dalam dzikir dan shalat bagi seorang muslim akan merawat jiwa. Dan dari sana, sangat mungkin lahir tulisan yang bagus. Menambah wawasan dan pengetahuan juga baik bagi jiwa. Layaknya vitamin, akan memacu semakin produktif dan kuat berkarya.
Jiwa yang tanpa kekuatan, dan tanpa vitamin yang bagus akan kesulitan bekerja. Apalagi menghasilkan gagasan terbaik. Secara teknis, tanpa banyak membaca, mustahil rasanya lahir untuk tulisan yang berwawasan. Inilah kunci agar tulisan punya jiwa. Dan karena itulah, untuk jadi penulis, sering-seringlah membaca buku-buku bermutu dari pengarang ternama.
Mengapa harus dari pengarang ternama? Karena mereka telah teruji waktu berhasil menjaga kualitas tulisannya. Mereka juga biasanya selalu memberikan banyak gagasan dan sudut pandang dalam menuangkan ide ceritanya. Terkadang para pengarang ternama itu tidak bisa untuk menyembunyikan teknik yang luar biasa dalam penulisannya.
5. Menulislah dengan hati
Menulis dengan hati artinya melibatkan jiwa dan rasa dalam menulis sesuatu. Ini akan berbeda manakala tulisan itu sekedar deskriptif dan tanpa emosi. Menulis dengan hati akan mudah menarik pembaca. Karena menulis dengan hati, sangat mungkin meresap ke jiwa dan dapat menggugah hati para pembaca.
Menulis dengan hati bisa jadi cara berbeda-beda setiap penulis. Dan untuk bisa menemukannya, belajar dan berlatih tak kenal lelah adalah kunci untuk menemukannya. Siapapun penulisnya, pada dasarnya ia juga dituntut untuk terus belajar dan berlatih. Jangan pernah berhenti belajar dan menulis. Karena dengan terus belajar, kita akan banyak menemukan sesuatu.
6. Jangan ragu publikasikan tulisan
Setelah kita bisa menulis. Maka selanjutnya, jangan pernah ragu untuk mempublikasikan tulisan kita secara terbuka.
Saat kini kan semua orang ingin tampil. Sosial media telah secara efektif menyediakan ruang bagi siapapun untuk narsis dan menampilkan beragam ide dan gagasannya masing-masing. Nah, kini saatnya tulisan kita masukan agar dapat respon dan juga sekaligus dibaca bayak orang.
Narsisnya penulis tentu terbatas pada publikasi tulisan terbaik hasil latihan. Ini pun harus berulang dipastikan bahwa proses editing dan review sudah dilakukan.
Tulisan-tulisan yang kita bagi, mungkin awalnya tak banyak dibaca. Namun bila kita konsisten, bukan tak mungkin ada banyak yang tertarik dan menyukai tulisan kita.
Karena itu pula, bagi yang punya akun sosial media, juga blog dan sarana lainnya, silahkan masukan tulisan di sana dan berinteraksilah dengan santun dan lapang dada bila ada kritikan atau ada yang mencela.
7. Menulis sebagai Dakwah
Terakhir, niatkan pula menulis ini sebagai dakwah kita untuk memperbaiki keadaan. Dengan menulis, orang akan paham kita, juga pandangan-pandangan yang kita miliki. Orang lain juga akan mengetahui kepribadian, nilai-nilai serta karakter yang melekat dalam tulisan kita. Lewat tulisan-tulisan kita, mari kita sedekah literasi untuk sesama.
Melalui tulisan yang kita buat, kita perbaiki keadaan sedikit demi sedikit. Kita dorong orang-orang sekitar untuk punya pola pikir dan kecenderungan yang baik. Dengan berubahnya waktu, semoga pula kebaikan yang kita inginkan bisa terus meluas.
Masyarakat zakat dan gerakan zakat tak melulu bersedekah ke publik dengan uang dan beragam barang-barang kebutuhan para dhuafa. Saatnya kini aktivis zakat juga berdakwah melalui literasi zakat untuk mencerahkan dan mendidik umat.
Selanjutnya, menjadi amil penulis sesungguhnya memiliki banyak sekali manfaat. Kebaikan ini didapatkan bukan bagi amil yang penulis saja, juga orang lain yang membaca dan merenungi tulisannya.
Satu hal yang harus dihindari dari seorang penulis adalah jangan punya sedikitpun niatan ingin menjadi terkenal. Menulis adalah mendidik dunia dengan kata, kalau kita terjebak justru ingin jadi terkenal, berarti amil yang penulis telah gagal.
Berkaryalah, dan terus menulis, fokus pada perluasan gagasan dan ide kebaikan. Soal terkenal jangan pernah jadi tujuan. Kata Mas Jamil Azzaini dalam bukunya yang berjudul “ON”, “jika kamu ingin tahu dunia maka membacalah tapi jika kamu ingin dunia tahu kamu maka menulislah”.
@Nana Sudiana Sekjend FOZ & Direksi IZI
Leave a Reply