Suparmi terbaring lemah di dipan beralaskan kasur tipis. Sudah sebulan ini dia tidak keluar dari ruangan berukuran 1,5×2 meter itu. Tim IZI Jawa Timur yang mendatanginya hanya mampu melihat punggung ibu dari empat anak tersebut (6/2).
“Ibu saya sehari-hari hanya bisa berbaring, Sakitnya sendiri sejak September 2019,” kata Sendi Antoni, anak bungsu Bu Parmi.
Terakhir kali Parmi dibawa ke Rumah Sakit (RS) pada 19 September 2019. Keluhannya adalah sakit kepala, makanan sering tertolak tubuh dan kaki tidak bisa berfungsi. Diagnosa yang diterima kepada pasien, ia menderita sakit lambung.
Tubuhnya semakin kurus karena selama sakit Parmi hanya minum Susu Kental Manis (SKM) yang tentu saja tidak bisa mencukupi kebutuhan nutrisinya selama sakit. Keterbatasan ekonomi membuatnya enggan ke RS kembali.
Dikarenakan sang suami, Ahmad Edrus, baru selesai melakukan operasi katarak, membuat Parmi jarang kontrol ke RS.
Selama keduanya sakit, Sendi yang mengurus kedua orangtuanya. Sendi terpaksa berhenti bekerja di toko kain dekat rumahnya.
Tiga anak mereka juga tidak bisa membantu. Karena kondisi ekonominya tidak jauh berbeda dari orangtuanya.
Kendala utama dari tidak bisa berobatnya Bu Parmi yakni tidak ada biaya antar dari kosan di Sidodadi X/41 ke RS. Dr. Soewandhie Surabaya. Selain itu, wanita 60 tahun tersebut takut jika harus disuntik.
“Kami kalau ke RS menggunakan becak. Ongkosnya 50 ribu rupiah sekali berangkat,” ujar Sendi lagi.
Tempat tinggal mereka berada di perkampungan di sekitar belakang Pasar Atom Surabaya. Butuh waktu 30 menit untuk sampai ke RS dan itu harus ditemani karena kondisi Parmi yang lemas dan tidak kuat menopang dirinya sendiri.
Harapan Parmi kontrol ke rumah sakit hadir ketika tim IZI Jawa Timur menyalurkan donasi dari para donatur kepadanya. Ia juga diberikan susu yang memenuhi kebutuhan nutrisinya, bukan lagi sekedar susu kental manis.
Leave a Reply