PALU, IZI – LAZNAS Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) Perwakilan Sulawesi Tengah melalui program Layanan Mustahik (LAMUS) kembali memberikan bantuan tunai kepada beberapa mustahik (Penerima Manfaat) untuk tambahan biaya modal usaha di tengah kondisi wabah covid-19.
Dua orang Penerima manfaat tersebut adalah warga jalan Barakaili Desa Wani Satu Kec. Tanantovea Kab. Donggala.
Mereka selain warga terdampak wabah virus corona juga merupakan penyintas korban bencana Gempa Bumi dan Tsunami yang melanda daerah mereka, di bibir pantai desa wani, pada 28-09-2020 lalu.
Rumah beserta isinya habis akibat dihantam tsunami dan kini mereka sudah setahun lebih tinggal di hunian sementara (huntara) bersama para penyintas korban lainnya. Namun hal itu tidak mengurangi semangat mereka untuk bertahan hidup.
IZI Sulteng merangkum kisah mereka.
Penerima Manfaat 1
Ibu Suarni merupakan seorang Ibu yang menjadi kepala keluarga dan harus berjuang dan bertahan hidup untuk menafkahi anak-anaknya. Ia ditinggal mati oleh almarhum suami juga anak laki-laki satu-satunya akibat sakit yang diderita.
Hari-hari yang dilewati oleh ibu Suarni begitu berat, harus menafkahi, merawat dan membesarkan ke 4 orang anak perempuannya yang masih di bangku sekolah seorang diri.
“Saya kini tinggal di huntara pak, bersama 4 orang anak saya yang perempuan. Karena yang anak pertama laki-laki sudah menyusul bapaknya,” ujar Ibu Suarni
Ibu Suarni memiliki usaha sebagai pembuat kripik dari ubi kayu yang berbentuk seperti dadu-dadu kecil yang biasa disebut “Bette-Bette”. Pascaproduksi, produk tersebut dikemas dalam plastik bening lalu dititipkannya di kios-kios kenalannya dengan harga Rp. 1000/bungkus.
Bahan pembuatan Bette-Bette dibeli Suarni dengan kisaran harga 20 ribu rupiah di pasaran. Bahan Ubi tersebut biasanya ia buat sampai 50 bungkus. Dari usaha kecil-kecilan tersebut terkadang beliau hanya mendapat keuntungan yang kecil apalagi untuk keperluan hidup lainnya.
“Untuk keuntungan pun biasanya saya kan titip kripik tersebut di kios sebanyak 50 bungkus. Jika laku semua maka Rp. 40.000 untuk saya dan Rp. 10.000 nya untuk pemilik kios,” terangnya.
Di tengah mewabahnya Covid-19 ini juga sangat berdampak bagi penjualan kripik Ibu Suarni. Akibat himbauan Sosial Distancing atau diam di rumah, pembeli jarang keluar apalagi membeli Bette-Bette.
”Saat ini agak sulit karena kurang pembeli karena warga kan jarang keluar. Sedangkan kita ini butuh biaya lagi untuk membeli bahan dan kebutuhan hidup lainnya. Karena ini cuma satu-satunya usaha yang bisa saya lakukan. Terkadang juga sakit karena sering membuat kripik,” lanjut Suarni lagi
Penerima Manfaat 2
Patrudin yang diwakili oleh sang Istri (Wahida Bunti) juga merupakan warga yang tergolong kurang mampu. Di tengah pandemi Covid-19 yang menciptakan kepanikan publik ini, mereka terpaksa harus tetap bekerja.
Sebagai seorang petani jagung, Patrudin rutin bolak-balik menuju kebun jangung miliknya. Di tengah krisis air yang terjadi, sering kali terjadi gagal panen dan berdampak bagi ekonomi keluarganya.
”Sudah dua kali kami panen pak selalu gagal, akibat hama dan air yang agak sulit dijangkau. Dan terkadang harus menggunakan alkon untuk mengaliri air menuju kebun-kebun yang ada. Dan itu yang tidak kami punya. Jadi selama ini hanya secara manual saja,” ujar Wahida
Akibatnya, setiap panen Patrudin hanya mendapatkan penghasilan kurang dari 500 ribu rupiah. Hal ini tidak akan mencukupi kebutuhan keluarga mereka dalam sebulan.
“Panen terakhir ini pak kami hanya mendapatkan Rp.250.000 saja, dan tentunya tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari keluarga, belum lagi untuk membeli bibit yang akan ditanam kembali, terkadang kami juga bingung dan kalau sudah tidak ada apa-apa yah mencoba meminjam kepada keluarga,” tambahnya.
Selain itu, untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka, di sela-sela aktivitas berkebun sang istri tetap berusaha dengan membuat kue-kue basah jika ada orang yang memesan. Dan tentunya dari usaha itu juga tidak seberapa penghasilan yang didapatkan karena tidak menentu. (Risman/IZI)
Leave a Reply