Sore itu (17/4/20) paket bantuan sembako untuk warga terdampak wabah corona dari IZI Jatim datang ke Kampung Kedinding Lor, Surabaya. Paket bantuan didistribusikan pada masyarakat dhuafa pendatang dan warga tidak tetap yang tinggal di kosan petak serta keluarga pekerja ojek daring.
Keluarga pendatang sebagaimana masyarakat urban lainnya kesulitan mengakses bantuan pemerintah. Meski KTP mereka bukan keluaran dari kota lain, mereka menjadi prioritas kedua di lingkungan warga kampung setempat.
Dalam kondisi tersebut, keluarga pendatang hanya bisa berharap kepada solidaritas para tetangga dan kehadiran lembaga lain seperti halnya Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Testimoni Warga Pendatang Kedinding Lor
Satimah, janda yang hidup sebatang kara di salah satu petak kosan Kedinding Lor, Surabaya, terharu atas kedatangan paket bantuan sembako dari IZI.
Kerupuk yang Satimah buat untuk dijual kembali mengalami penurunan omzet sangat drastis. Semenjak isu wabah Covid-19 merebak, Setiap warkop yang biasa Satimah titipkan dagangan mendadak sepi.
Begitu pula Mbah Surip dan suaminya. Sepasang lansia penjaga odong-odong yang berlokasi di bawah kolong jembatan Suramadu, Surabaya ini sangat terbantu dengan kehadiran paket bantuan sembako IZI Jatim.
Keramaian laiknya pasar malam yang berada di kolong Jembatan Suramadu mulai ditertibkan untuk memenuhi program social distancing agar masyarakat tidak terpapar Covid-19. Orang-orang mulai enggan datang ke keramaian. Kelesuan semacam ini membunuh secara perlahan omzet penjaja kecil di sana.
Begitu juga Bambang, pria lanjut usia ini juga merasa tertolong dengan kehadiran paket bantuan sembako dari LAZ IZI Jatim. Di tengah kecaman publik yang menganak-emaskan driver Ojol, Bambang yang berusia lanjut itu memaksakan diri untuk produktif mencari penyewa jasa antar-jemputnya.
Bambang harus pulang hingga larut malam demi mendapatkan order sewa. Pasalnya, tidak ada lagi yang berani menaiki ojek daring. Bahkan, untuk mendekati saja harus berpikir dua kali.
Berbeda dengan Ismail yang berprofesi sebagai penarik becak. Seiring himbauan School from Home, ia akhirnya memiliki sebuah gawai telepon genggam untuk anaknya belajar di rumah. Pengeluarannya terbagi dua antara membeli kuota internet dan kebutuhan pokok sehari-hari.
Sebelum wabah, kami membuka teras rumah untuk belajar anak-anak dari keluarga dhuafa di kos-kosan depan rumah. Pasca-wabah, les belajar gratis ini kami tutup karena social distancing. Anak saya yang masih empat tahun masih sekolah normal dengan aplikasi Zoom. Anak-anak ini tidak dapat mengikuti pelajaran karena tidak ada smart phone,” tutur Ismail.
Ramadhan akan segera datang pekan depan. Para pekerja informal seperti layaknya Ismail, Mbah Surip, dan Satimah rentan menjadi miskin dan tak berdaya. Semoga dengan kebaikan masyarakat mampu melalui zakat, infak, dan sedekahnya mampu mengatasi kemungkinan dampak akibat wabah Covid-19 ini. (Susi/IZI/ED)
Leave a Reply