Berkurban menjadi ritual yang biasa dilakukan bangsa-bangsa lain pada zaman dahulu. Ada yang menggunakan media tanaman, binatang, harta benda, bahkan manusia. Teknisnya pun beragam. Namun satu hal yang pasti, berkurban merupakan titik tertinggi pengakuan manusia kepada sesuatu yang Maha Kuasa, yang tak kasat mata.
Dalam agama Islam, kurban (qurban-red) merupakan syariat yang telah diwajibkan semenjak keturunan manusia pertama di muka bumi berada. Hal ini seperti apa yang diwartakan di dalam Alquran,
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban (qurbaanaa), maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!.” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.” (Al-Maidah ayat 27).
Syariat berkurban bagi umat Nabi Muhammad Saw dimulai pada tahun ke-2 Hijriah. Pada tahun tersebut turun pula perintah terkait perayaan shalat Ied dan zakat maal (Hasyiah Bujairimi ‘ala Syarh Al-Minhaj: iv/294).
Perintah berkurban yang diturunkan bagi umat Nabi Muhammad Saw bukanlah suatu perintah yang menuntut nyawa manusia sebagai pengakuan, seperti halnya kepercayaan-kepercayaan masa lalu. Tetapi mencontoh kepada kisah Nabi Ibrahim As beserta anaknya, Ismail As, bahwa media kurban merupakan domba dan binatang-binatang yang disyariatkan.
Banyak hikmah berkurban di dalam Islam selain dari berserah diri, tunduk, dan yakin kepada-Nya. Di antaranya adalah,
(1) Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Swt atas limpahan karunia-Nya.
(2) Menghidupkan sunnah Nabi Ibrahim As yang diperintahkan menyembelih hewan sebagai pengganti anaknya pada hari Nahr. Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa hari raya kurban atau idul qurban bagi umat Islam merupakan hari raya manusia se-dunia.
(3) Mengingatkan kaum mukminin pada ketabahan Nabi Ibrahim As dan Ismail As, dimana keduanya mengutamakan ketaatan dan kecintaan kepada Allah daripada kepada diri dan anak keturunan.
Artikel disadur dari tulisan Biro Kepatuhan Syariat Inisiatif Zakat Indonesia
Leave a Reply