#1 Jenis hewan qurban yang boleh diqurbankan. Mengenai jenis hewan yang boleh diqurbankan, Allah SWT berfirman:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
“Dan bagi setiap umat Kami berikan tuntunan berqurban agar kalian mengingat nama Allah atas rezki yang dilimpahkan kepada kalian berupa hewan-hewan ternak (bahiimatul an’aam).” (QS: Al-Hajj: 34).
Imam Ibnu Katsir (Tafsir Al-Quran Al-Azhim, 2008: 5/270) menafsirkan dengan riwayat dari Anas bin Malik RA, Zaid bin Arqam RA, dan Salam bin Miskin RA bahwa Rasulullah SAW melaksanakan ayat ini dengan berqurban 2 ekor kibas.
Imam Ibnu Rusyd (Bidayatul Mujtahid, 2018: 446) menukil ijma’ bahwa qurban hanya boleh dilakukan dengan bahimatul an’am. Adapun Bahimatul An’am dalam ayat di atas menurut Syaikh Abu Malik (Shahih Fiqh Sunnah, 2013: 319) adalah unta, sapi, dan kambing. Beliau menisbatkan pendapat tersebut kepada jumhur ulama.
Terdapat beberapa riwayat dari sahabat Nabi SAW yang tidak sejalan dengan ijma’, bahwa ada di antara mereka yang berqurban dengan daging yang dibeli dari pasar seperti Ibnu Abbas RA, dan berqurban dengan ayam seperti Bilal RA. Riwayat tersebut tidak sejalan dengan ijma’ sehingga menjadi lemah untuk menjadi sandaran hukum. (Ibnu Rusyd, 2018: 446)
#2 Umur hewan qurban
Hewan yang akan diqurbankan harus mencukupi umur berdasarkan sabda Rasulullah SAW dari Jabir RA:
لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً، إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ، فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ
“Janganlah kalian menyembelih (qurban) kecuali musinnah. Kecuali apabila itu menyulitkan bagi kalian maka kalian boleh menyembelih domba jadza’ah.” (HR Muslim 1963)
Melalui hadits tersebut, Rasulullah SAW melarang menqurbankan hewan yang belum mencapai golongan umur musinnah, atau sekurang-kurangnya dalam kondisi yang tidak memungkinkan adalah domba jadza’ah.
Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim (2001, 6/456) menukil pendapat Jumhur bahwa perintah mengurbankan hewan yang mencapai umur musinnah merupakan anjuran dan bukan kewajiban.
Umur musinnah untuk jenis hewan unta adalah yang telah melewati umur 5 tahun dan sedang memasuki tahun ke-6, musinnah pada sapi adalah yang telah melewati umur 2 tahun dan sedang memasuki tahun ke-3, musinnah kambing adalah yang telah melewati umut 1 tahun dan sedang memasuki tahun ke-2.
Musinnah pada kambing berlaku pada jenis kambing dha’n dan ma’z. Adapun kebolehan berqurban dengan jadz’ah, yakni kambing yang melewati umur 6 bulan tapi belum 1 tahun, hanya berlaku pada dha’n. (Abu Malik, 2013: 2/371)
3# Jenis hewan yang utama untuk qurban
Menurut jumhur ulama dan salah satu riwayat Imam Malik, hewan yang paling utama untuk diqurbankan secara berurutan adalah unta, sapi, lalu kambing.
Jumhur ulama melihat qurban sebagai salah satu amal ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (qurbah) sebagaimana amal-amal qurbah yang lain. Hal itu memungkinkan qurban untuk diqiyaskan.
Qiyas yang pertama adalah kepada keutamaan orang yang mendatangi masjid untuk shalat Jumat, yakni keumuman sabda Rasulullah SAW dari Abu Hurairah RA:
من اغتسل يوم الجمعة غسل الجنابة، ثم راح فكأنما قرَّب بدنة، ومن راح في الساعة الثانية فكأنما قرَّب بقرة، ومن راح في الساعة الثالثة فكأنما قرَّب كبشًا أقرن
“Barangsiapa mandi pada hari Jum’at sebagaimana mandi janabah, lalu berangkat menuju Masjid, maka dia seolah berkurban seekor unta. Dan barangiapa datang pada kesempatan (saat) kedua maka dia seolah berkurban seekor sapi. Dan barangiapa datang pada kesempatan (saat) ketiga maka dia seolah berkurban seekor kambing yang bertanduk.” (HR Bukhari 881 dan Muslim 851)
Qiyas kedua adalah kepada pilihan yang utama dalam memerdekakan budak, dimana unta lebih mahal daripada sapi dan kambing. Diriwayatkan dari Abu Dzar RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
أغلاها ثمنًا، وأنفسها عند أهلها
“Yang paling mahal harganya dan paling bernilai bagi tuannya.” (HR Bukhari 2518)
Qiyas selanjutnya yang juga menjadi salah satu riwayat Imam Malik adalah kepada menyembelih hadyu, dimana yang paling utama adalah unta, sapi, lalu kambing.
Pendapat kedua adalah riwayat dari Imam Malik bahwa yang utama adalah kambing, disusul kemudian sapi lalu unta. Hal itu berdasarkan pada riwayat sunnah fi’liyah bahwa Rasulullah SAW tidak pernah berqurban melainkan dengan kambing kibas. Hanya saja diriwayatkan dari Ibnu Umar RA bahwa Rasulullah SAW juga pernah menyembelih kambing dan unta di tempat shalat ied.
Pendapat ini juga berdalil kepada qiyas, yakni mengqiyaskan qurban umat Nabi Muhammad SAW kepada kenyataan bahwa Nabi Ismail AS posisinya digantikan dengan sembelihan kambing yang besar.
(Lihat: Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd, 2018: 446-447 & Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, 2013: 2/374-375)
#4 Jika menghendaki suatu jenis tertentu, bagaimana yang paling utama?
Allah SWT menjelaskan bahwa qurban termasuk syiar-Nya yang dianjurkan untuk ditampakkan dan dimuliakan. Allah SWT berfirman:
وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS Al-Hajj: 32)
Mengenai ayat tersebut, Abu Umamah bin Sahl RA berkata, “Kami dahulu di Madinah berqurban dengan hewan yang gemuk, demikian juga orang-orang.”
Imam Syafii mengatakan bahwa disunnahkan menyembelih hewan yang terbaik dan gemuk dalam hadyu dan qurban untuk memenuhi pesan ayat tersebut.
Syaikh Abu Malik menegaskan bahwa yang menjadi maqsud (target/tujuan) dari qurban adalah dagignya, maka yang disunnahkan adalah hewan yang paling banyak dagingnya.
(Lihat: Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, 2013: 2/374-375)
#5 Hewan yang dilarang dan tidak sah untuk diqurbankan
Unta, sapi, dan kambing yang tidak boleh diqurbankan adalah yang terkena cacat berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
أَرْبَعَةٌ لَا يُجْزِينَ فِي الْأَضَاحِيِّ: الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا، وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا، وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا، وَالْكَسِيرَةُ الَّتِي لَا تُنْقِي
“Empat ciri yang tidak sah dalam hewan kurban yaitu; buta sebelah matanya yang jelas kebutaannya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya, dan pecah kakinya yang tidak memiliki sumsum.” (HR Nasai 4370)
Menurut hadits tersebut, terdapat 4 cacat yang menyebabkan qurban tidak sah, yaitu:
- Buta sebelah dan jelas sekali butanya.
- Sakit dan jelas sekali sakitnya.
- Pinjang dan tampak jelas pincangnya.
- Sangat kurus atau sangat tua.
Selain keempat cacat tersebut, terdapa cacat lain yang kadarnya dapat diqiyaskan kepada 4 cacat itu, antara lain:
- Hewan yang gigi depannya rontok.
- Kulit tanduknya mengelupas.
- Kedua matanya buta.
- Hewan stress atau gila.
- Berpenyakit kulit.
(Lihat: Fiqh Sunnah, Sayid Sabiq, 2018: 3/190 & Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, 2013: 2/373)
#6 Hewan yang makruh untuk diqurbankan
Terdapat beberapa kecacatan hewan yang masih boleh diqurbankan, tetapi lebih baik untuk diganti dengan hewan yang lebih sehat dan cacatnya lebih ringan.
Ada 2 cacat hewan yang makruh untuk diqurbankan, yaitu sebagian atau seluruh telinganya terpotong, dan tanduknya pecah atau patah.
Terdapat riwayat dari Ali bin Abi Thalib RA, ia berkata:
أَمَرَنَا رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم أَنْ نَسْتَشْرِفَ الْعَيْنَ وَالأُذُنَ
“Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk memuliakan mata dan telinga.” (HR Ibnu Majah 3142, Abu Dawud 284, Tirmidzi 1498)
‘Memuliakan’ maksudnya masih boleh untuk diqurbankan, tetapi akan lebih baik jika sifat dan cirinya sempurna.
Jika dari lahir hewan tersebut tidak mempunyai telinga, menurut Imam Malik, Syafii, dan Abu Hanifah termasuk tidak sah untuk diqurbankan. Jika tanduknya pecah atau patah mengeluarkan darah, jumhur ulama tetap membolehkan (mubah) sementara Imam Malik berpendapat makruh.
(Lihat: Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, 2013: 2/373)
#7 Berqurban dengan hewan Jantan atau betina
Hewan yang sah untuk diqurbankan adalah bahimatul an’am, yang terdiri dari unta, sapi, atau kambing. Boleh berqurban dengan jantan maupun betina, akan tetapi jantan lebih diutamakan berdasarkan keumuman sabda Rasulullah SAW:
أغلاها ثمنًا، وأنفسها عند أهلها
“Yang paling mahal harganya dan paling bernilai bagi tuannya.” (HR Bukhari)
Diharapkan jantan lebih banyak dagingnya karena maksud dari qurban adalah untuk mendapatkan dagingnya.
(Lihat: Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, 2013: 2/375 & Al-Masu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah: 5/82)
Allahu A’lam
Sumber: Dewan Pengawas Syariah (DPS) IZI
Baca artikel lainnya
https://izi.or.id/abon-kita-qurban-izi-solusi-qurban-di-tengah-pandemi-chef-ragil-kualitas-daging-lebih-terjaga/
Leave a Reply