Beda sekali antara orang yang puas dengan yang tidak puas terhadap pemberian Allah. Seseorang yang tidak puas dengan apa yang Allah beri padanya, sekalipun Allah memberikan banyak kenikmatan, maka ia takkan bisa menikmatinya. Ia merasa semestinya bisa memperoleh kenikmatan yang lebih besar lagi.
IZI-ers, berikut ini alasan mengapa kita perlu belajar merasa puas atas pemberian Allah:
1. Tanda kesyukuran
Allah menyukai orang-orang yang bersyukur, dan dengan bersyukur Allah pun Allah akan menambahkah nikmat kepadanya.
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 7)
2. Pembeda orang yang kaya hati dengan miskin hati
Tolak ukur kekayaan yang sebenarnya bagi seorang muslim bukanlah seberapa besar kekayaan yang dimilikinya. Karena jika kekayaan tersebut hanya dimanfaatkan bagi dirinya sendiri, harta tersebut menjadi tidak bernilai. Tetapi dengan kekayaan hati, harta yang sedikit pun dapat menjadi lebih bernilai ketika digunakan untuk membantu sesama.
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, akan tetapi kekayaan itu adalah kaya hati. (HR Bukhari No 5965)
3. Keberuntungan seorang muslim
Ada orang yang meskipun selalu mendapatkan nikmat dari Allah namun hatinya tidak pernah puas. Dia akan terus meminta dan meminta agar selalu diberikan yang lebih dari apa yang telah didapatnya.
Seorang muslim yang bersyukur, hatinya akan lebih lapang dan merasa puas atas pemberian Allah.
“Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim)
4. Salah satu doa yang diajarkan Rasulullah
Rasulullah terbiasa membaca do’a berikut:
“Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina” (Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf dan ghina) (HR. Muslim)
An Nawawi –rahimahullah- mengatakan, “”Afaf dan ‘iffah bermakna menjauhkan dan menahan diri dari hal yang tidak diperbolehkan. Sedangkan al ghina adalah hati yang selalu merasa cukup dan tidak butuh pada apa yang ada di sisi manusia.” (Syarh Muslim, 17/41)
Jika seseorang tidak memiliki rasa syukur, hanya akan sibuk untuk mengejar kebutuhan duniawinya dan terlupa untuk mengingat akhirat.
Berupaya dan bekerja keras bagi kehidupan di dunia memang perlu, namun jangan lupa untuk bersyukur dan juga mengupayakan bekal kita menuju alam akhirat dengan beramal shalih, agar kita tidak menjadi orang yang merugi. (SH/RI)
Leave a Reply