Pada peristiwa Shiffin ia berada di kubu Ali melawan Mu’awiyah. Ia merencanakan tipu muslihat yang dapat membinasakan Mu’awiyah dan para pengikutnya hanya dalam satu hari atau beberapa jam. Namun, ketika ia renungkan sekali lagi, ternyata tipu muslihatnya ini masuk dalam kategori jahat. Ia teringat firman Allah, “Tipu daya jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri.” (Fathir : 34)
Ia langsung tersadar dan meminta ampun. Ia berkata, “Demi Allah, seandainya Mu’awiyah dapat mengalahkan kita nanti, maka kemenangan nya itu bukanlah karena kepintarannya, tetapi keshalihan dan ketakwaan kita.”
.
Sesungguhnya, pemuda Anshar suku Khazraj ini berasal dari satu keluarga pemimpin besar yang mewariskan sifat-sifat mulia secara turun-temurun. Ia putra Sa’d bin Ubadah, seorang pemimpin Khazraj. Kita akan berkenalan lebih jauh dengan Sa’d dalam kisah tersendiri.
.
Sewaktu Sa’d masuk islam, ia membawa anaknya yang bernama Qais kepada Rasul dan berkata, “Dia akan menjadi pelayanmu, ya Rasulullah.”
Tanda keunggulan dan kebaikan pada diri Qais. Dan Qais akhirnya sangat dekat dengan Rasulullah.
Anas, yang juga pelayan Nabi, menceritakan,
“kedudukan Qais bin Sa’d disisi Nabi, seperti pengawal Presiden”
Sebelum masuk islam. Qais memperlakukan orang lain dengan kecerdikannya. Seluruh penduduk Madinah tidak ada yang sanggup menghadapi kelicikannya. Karena itu, mereka berpikir seribu kali jika harus berhadapan dengan Qais.
Namun setelah masuk Islam, ia diajari untuk memperlakukan orang lain dengan kejujuran, bukan dengan kelicikan. Ia menjadi seorang muslim yang taat. Karena itu kecerdikannya membuat tipu muslihat ia kesampingkan. Setiap kali berhadapan dengan kondisi yang sulit , ia teringat akan kemampuannya melakukan muslihat, namun segera tersadar dan berkata, “kalau bukan karena Islam, aku sanggup membuat tipu muslihat yang tidak dapat ditandingi oleh orang Arab manapun.”
.
Selain kelicikannya, karakter lain yang menonjol pada diri Qais adalah kedermawannya yang sudah diajarkan oleh Kakeknya buyutnya (Dulaim bin Haritsah)
Secara fitrah, manusia terikat hukum alam yang tidak berubah. Di mana ada sifat kedermawanan, disana ada sifat keberanian.
.
Kedermawanan dan keberanian sejati adalah dua kembar yang tak terpisahkan. Maka tatkala Qais bin Sa’d memegang teguh kedermawanan, ia juga memegang teguh keberanian. Seakan-akan, dialah yang dimaksudkan dalam syair berikut :
_Jika bendera kemulian dikibarkan
Tangan kekuatan menggengamnya dengan erat_
Keberanian Qais begitu nyata disetiap peperangan yang ia terjunin pada masa Rasulullah hidup.
Keberanian yang didasari kejujuran bukan kelicikan. Sesungguhnya, keberanian sejati memancar dari kepuasan orang itu sendiri. Kepuasan itu bukan karena luapan emosi, tapi karena ketulusan hati dan kerelaan terhadap kebenaran.
.
Seperti itulah sewaktu terjadi pertikaian antara Ali dan Mu’awiyah. Ketika akhirnya ia melihat kebenaran berada dipihak Ali, ia langsung bergabung dengan Ali dan membelanya mati-matian dengan sepenuh hati.
Ia menjadi pahlawan gagah berani di medan tempur Shiffin, Jamal dan Nahrawan. Dialah yang membawa bendera Anshar.
Saat itu Qais telah di angkat oleh Khalifah Ali sebagai Gubernur. Dan sudah lama Mu’awiyah menggincar Mesir. Ia melihatnya sebagai harta kekayaan yang sangat berharga. Karena itu, semenjak Qais menjadi gubernur Mesir, ia pusing tujuh keliling. Ia khawatir Qais akan menjadi penghalangnya untuk meraup keuntungan dari Mesir untuk selama-lamanya, meskipun ia dapat mengalahkan Khalifah Ali. Maka, Mu’awiyah menggunakan tipu muslihat untuk memperdaya Qais. Maka, Mu’awiyah menggunakan Ali untuk termakan tipu daya jahat Mu’awiyah. Akhirnya Qais diturunkan dari jabatan Gubernur
.
Disini, Qais mendapat kesempatan baik untuk mempergunakan kecerdikannya. Ia tau bahwa pemecatannya adalah hasil dari kelicikan Mu’awiyah, setelah gagal membujuknya untuk mendukung gerakan Mu’awiyah melawan Ali. Ia sama sekali tidak pernah merasa dipecat oleh Khalifah Ali. Kebenaran Qais mencapai puncaknya sepeninggal Khalifah Ali dan dibaitnya Hasan sebagai Khalifah. Ia segera membaitnya dan berdiri di sampingnya tanpa melihat bahaya yangn sedang dihadapi
Ketika Mu’awiyah memaksa mereka untuk menghunus pedang, Qais memimpin 5000 prajurit yang semuanya mencukur habis kepalanya sebagai tanda berkabung atas wafatnya Ali.
.
Ditengah kemelut itu Hasan memilih untuk menghentikan jatuhnya korban, yang tidak lain adalah kaum muslimin sendiri. Ia hentikan peperangan lalu menyerahkan jabatan Khilafah kepada Mu’awiyah
Permasalah telah berubah. Qais selalu merenungkan lagi permasalahan yang sedang dihadapi. Ia sendiri setuju dengan sikap Hasan, hanya saja sebagai pemimpin pasukan harus mendengar pendapat pasukannya. Ia kumpulkan pasukannya dan berpidato.
“jika kalian mengingginkan perang, mari berperang sampai titik darah penghabisan. Dan jika kalian memilih berdama, aku juga bersama kalian”
Para prajurit memilih berdamai. Karena itu Qais menyampaikan hal tersebut kepada Mu’awiyah karena ia merasa telah bebas dari musuhnya yang paling berbahaya.
.
Pada Tahun 59 Hijriah, Qais meninggal dunia di Madinah Al Munawwarah. Bangsa Arab kehilangan sang ahli tipu daya itu. Telah meninggal dunia orang yang pernah mengatakan “kalau tidak karena aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Tipu daya dan muslihat licik itu berada di neraka,’ niscaya akulah orang yang paling ahli membuat tipu daya diantara umat ini.”
Ia telah pulang kekampung kedamaian, ia meninggalkan nama harum sebagai seorang laki-laki jujur yang penuh keihlasan
.
Sumber : Muhammad Khalid Tsabit.2007.60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW.Jakarta:Al-I’tisom.h.246
Leave a Reply