Dunia barat sering mengintimidasi bahwa wanita tidak bisa berkarya. Anomali itu sejatinya telah terbantahkan sejak hadirnya Muslimah yang berkiprah dalam pembangunan sebuah bangsa, bahkan pengaruhnya di segala sudut dunia. Artinya, terlahir sebagai Muslimah tidak membatasi gerak untuk membantu mengupayakan kemashlahatan ummat.
Salah seorang Muslimah berpengaruh yang dilirik prestasinya di dunia pendidikan perguruan tinggi adalah Fatimah Muhammad al-Fihri. Guiness Book of World Records telah mencatat kampus yang ia dirikan sebagai kampus tertua di dunia. Kampus yang berada di Fes, Maroko itu bernama Universitas al-Karaouine (al-Qarawiyyin).
Sejarah panjang telah mencatat bagaimana Fatimah membangkitkan ghirahnya dalam mencintai ilmu dengan mendirikan pusat kajian ilmu di sebuah masjid terkenal di Fes, Masjid al-Qarawiyyin. Bersama saudara perempuannya, Maryam, ia telah berkhidmat untuk menghibahkan seluruh hidupnya bergelumit di dunia keilmuan Islam dan sains khususnya.
Muslimah tersebut lahir dari kalangan bangsawan. Kota Fes yang disinyalir sebagai kota ‘Muslim Barat’ sangat kentara dengan hidup glamour-nya. Kendati demikian, tak membuat Fatimah membanggakan diri. Ia tetap bercengkrama dengan masyarakat dari kelas ekonomi manapun.
Ayahnya, Muhammad al-Fihri adalah seorang pedagang sukses asal Tunisia. Termasuk Fatimah yang juga dilahirkan di negara asal sang ayah tersebut. Fatimah lahir pada tahun 800 M. Beberapa tahun kemudian yakni pada masa Raja Idris II (awal abad ke-9), ayahnya memboyong keluarga besarnya ke Kota Fes, Maroko. Tatkala sayap bisnis keluarga mereka melambung tinggi dalam waktu yang tidak terlalu lama, Fatimah muda ditinggal oleh ayah dan suaminya tercinta.
Semenjak itu, seluruh waktu dan sebagian hartannya dikerahkan untuk membangun Masjid al-Qarawiyyin (terkenal juga dengan julukan Masjid Jami’ al-Syurafa’). Sementara Maryam membangun Masjid al-Andalus, di Spanyol. Dua masjid ini kemudian bertransformasi menjadi universitas, yang kelak menjadi kiblat dunia pendidikan modern. Motivasi terbesar dalam pengelolaan harta tersebut agar harta warisan orangtuanya dapat bermanfaat dan pahalanya tetap mengalir.
Mulai dari kurikulum, sistem pengajaran, sampai ke urusan simbol akademik. Hingga kini, pakaian mahasiswa (toga) ala Fatimah al-Fitri masih dipakai oleh kampus-kampus di segenap penjuru dunia. Toga yang berbentuk segi empat itu merupakan simbol yang diinspirasi dari bentuk Ka’bah di Makkah, sebagai kiblat umat Islam.
Al-Qarawiyyin kemudian menjadi salah satu tujuan sarjana dan cendikiawan Muslim dari Maroko, Jazirah Arab dan bahkan Eropa dan Asia. Kajian ilmu sering dilakukan disana. Dalam waktu singkat, bahkan Fes mampu bersanding dengan pusat ilmu tersohor pada masa itu, yakni Cordova.
Secara resmi pada masa al-Murabithi para ulama diberikan tugas formal untuk mengajar di al-Qarawiyyin. Data sejarah menyebut sistem pendidikan formal berlangsung di Masjid al- Qarawiyyin pada masa al-Murini. Ketika itu, dibangun banyak unit kelas lengkap dengan fasilitas pengajaran, seperti kursi dan beberapa lemari.
Universitas ini menghasilkan para pemikir ternama. Ada pakar matematika Abu al-Abbas az-Zawawi, pakar bahasa Arab dan seorang dokter Ibnu Bajah, serta pemuka dari Mazhab Maliki, Abu Madhab al-Fasi. Ibnu Khaldun, sosiolog tersohor itu konon juga pernah belajar di kampus ini. Al- Qarawiyyin juga merupakan pusat dialog antara kebudayaan Barat dan Timur.
Seorang filsuf Yahudi Maimonides (Ibn Maimun) belajar di al-Qarawiyyin di bawah asuhan Abd al-Arab Ibnu Muwashah. Demikian pula, al- Bitruji (Alpetragius). Dengan kata lain, Fatimah meninggalkan warisan berharga bagi generasi Muslim di seluruh dunia. Hingga kini, nama sosok yang wafat pada 266 H/ 880 M itu abadi, sekokoh masjid sekaligus universitas (al-Karaouine) yang ia bangun. (susi)
Leave a Reply