“Siapa yang membantu menyelesaikan kesulitan seorang mukmin dari sebuah kesulitan di antara berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan salah satu kesulitan di antara berbagai kesulitannya pada hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat.“
(HR. Muslim No. 2699)
Hari-hari ini kata “Corona” (Covid-19) menjadi kata yang paling banyak disebut di dunia. WHO resmi menyatakan bahwa Covid-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 sebagai pandemi global. Dalam perkembangannya, ternyata dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan, penyakit ini telah menyebar ke 123 negara dengan lebih dari 126.000 orang terinfeksi.
Data resmi hingga Kamis (12/3) menyebutkan, Covid-19 telah tersebar di sedikitnya 51 negara dari Asia hingga Timur Tengah, mulai dari Eropa hingga Amerika Serikat. Bahkan WHO mencatat dalam dua minggu terakhir, jumlah kasus di luar China telah meningkat tiga belas kali lipat. Jumlah negara yang terkena dampak telah meningkat tiga kali lipat.
Keputusan untuk menjadikan status pandemi ini sudah tepat, karena dampak dan penyebaran virus yang terdeteksi awal di Wuhan, China, itu telah berdampak ke seluruh dunia. Hingga saat ini penyebaran virus Covid-19 terus meluas. Beberapa negara terpaksa memilih menerapkan lockdown atau mengunci dengan membatasi akses keluar masuk di wilayah tertentu untuk mencegah sebaran virus.
Covid-19 adalah musibah. Dan menurut Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasarudin Umar, penyebaran Covid-19 bukanlah azab, melainkan musibah. Musibah sendiri berarti setiap kejadian yang tidak disukai orang beriman. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan sejumlah jenis musibah, di antaranya : sakit, termasuk wabah penyakit, rasa sedih, derita, hingga tertusuk sebuah duri sekali pun.
Apabila kita merujuk pada Al Qur’an, kata musibah disebut beberapa kali, salah satunya :
“Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun” (Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kami akan kembali). (QS Al-Baqarah [2]: 156).
Dari apa yang disebut di ayat ini, perasaan kita ketika mendapat musibah segera tersadarkan bahwa musibah datangnya dari Allah SWT dan jangan bersedih berlebihan dan berlarut-larut, menyesali nasib lalu berputus asa. Sebab semuanya memang hanya milik Allah.
Wabah Corona (Vovid-19) yang saat ini merebak ke seluruh dunia, sesungguhnya merupakan musibah. Dari musibah ini, kita harus dapat mengambil pelajaran dan berusaha mengantisipasi dan bahkan bagi mereka yang mampu, harus berupaya menemukan solusi yang tepat. Namun sekali lagi, segala urusan di muka bumi ini semua atas izin dan kehendak Allah. Seperti firman-Nya :
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah, dan setiap orang yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS At-Taghabun : 11).
Inisiatif Dan Peran Lembaga Zakat
Sebagai sebuah musibah, tentu semua orang harus melatih dirinya, karena sejatinya musibah juga adalah ujian kesabaran. Dalam kehidupan, selalu ada suka, duka, gembira dan kesedihan silih berganti. Dan ketika kita diuji dengan kedukaan dan sesuatu yang tidak menyenangkam, kita semua tetap harus sabar. Hal ini seperti disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :
“Seluruh urusan orang beriman itu begitu menakjubkan, karena pasti berujung pada kebaikan. Dan hal itu hanya terjadi pada diri orang beriman. Jika mengalami hal yang menyenangkan, dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan. Dan jika mengalami hal yang menyedihkan, dia bersabar dan hal itu pun merupakan kebaikan.” (HR Muslim).
Bagi para amil dan lembaga zakatnya, ketika menghadapi musibah Covid-19, tentu saja tak hanya harus bersabar dan berdiam diri. Musibah ini memang secara lahiriah disebabkan oleh virus. Dan virus apapun, sesungguhnya adalah makhluk Allah. Pasti virus ini Allah ciptakan untuk diambil hikmah dan pelajarannya dan sekaligus bukti kekuasaan Allah Yang Maha Segalanya. Namun amil dan lembaga zakatnya tak boleh pasrah tanpa ikhtiar sungguh-sungguh untuk membantu mengurangi penyebaran Covid-19 juga mengantisipasinya agar tak semakin meluas.
Para amil melalui lembaga zakatnya, adalah benteng bagi para mustahik, termasuk dalam urusan Covid-19 ini juga. Para amil zakat, hari-hari ke depan memang tak semakin mudah.
Di sela-sela ancaman Covid-19 ini pun, ancaman banjir dan bencana masih mengintai kita semua di berbagai penjuru negeri. Walau begitu, para amil dan lembaga zakatnya, mari lebih keras lagi kita bekerja menyelamatkan mustahik agar tak terpapar Covid-19 dan mereka bisa terus selamat dan sehat.
Sesungguhnya para mustahik ini rentan dari sisi ekonomi, pun rentan dari sisi kesehatan. Kalau bukan para amil dan lembaga-lembaga zakat, siapa lagi yang akan menemani mereka sebagai layaknya seorang penolong yang tulus dan sebagai seorang sahabat.
Dengan terus memohon kekuatan pada Allah SWT, para amil dan lembaga-lembaga zakat, mari kita terus mengambil inisiatif, bekerja dan berkolaborasi bersama dengan banyak pihak untuk mengambil tanggung jawab kolektif bagi pencegahan Covid-19.
Kita sadar, ada bahaya dan risiko yang besar terhadap peran ini, namun saat yang sama, kita semua juga paham bahwa membiarkan para dhuafa ini berjuang sendirian jelas akan semakin menenggelamkan mereka pada jurang kesulitan hidup mereka.
Sebuah survei kecil yang saya ikuti di sosial media menanyakan : “kalau kota Anda lockdown full karena Corona (Covid-19) mulai besok, seberapa lama keuangan keluarga Anda dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan harian tanpa berhutang”.
Dan jawabannya ternyata sebagian besar atau 50 persen lebih menyatakan hanya mampu hidup kurang dari 15 hari. Pengguna sosial media ini sebagian besarnya padahal termasuk kelas menengah atas, bayangkan bila pertanyaan yang sama kita ajukan pada kaum dhuafa yang selama ini sudah berkategori fakir dan miskin.
Para amil dan lembaga-lembaga zakat, harus berada di garda depan untuk memastikan mustahik aman dan tidak terpapar Covid-19. Hal ini karena bila situasinya terus memburuk, dan penyebaran Covid-19 ini semakin meluas, maka para dhuafa akan menjadi korban yang tak berdaya.
Mereka tanpa kemampuan bertahan yang memadai, bahkan untuk urusan penghasilan untuk biaya makan saja mereka selama ini sering kesulitan. Apalagi membeli alat perlindungan diri (APD) yang kian mahal bahkan cenderung langka di pasaran. Belum lagi soal makanan bergizi dan vitamin yang memadai. Tentu semakin tak terjangkau oleh mereka.
Situasinya akan semakin rumit bila kemudian diberlakukan kebijakan lockdown atas sebuah area atau kota. Bila yang akan terkena dampak lockdown ini kelas menengah atas, dampaknya masih bisa tak terlalu hebat, karena masih ada kemungkinan mampu bertahan dan memiliki cadangan uang atau tabungan.
Namun bila dampak ini menimpa masyarakat kecil atau para dhuafa. Mereka yang selama ini mencari nafkah dengan cara mengandalkan pendapatan harian, tentu ini bisa meruntuhkan bangunan sosial dan kondisi keluarga-keluarga para dhuafa.
Amil dan para lembaga zakatnya tak cukup hanya menghimpun diri dan berkolaborasi dengan membentuk Tim Khusus Covid-19 dengan tugas untuk mengedukasi dan menyiapkan relawan serta tim medis. Harus juga direncanakan dengan matang strategi intervensi program untuk para dhuafa yang terpapar Covid-19, termasuk merancang program bersama bila terjadi lockdown di sebuah area atau kota tertentu.
Para amil tak cukup hanya mencegah penularan dan memastikan hidup sehat, lha kalau mustahiknya tak punya uang cukup, bagaiamana mereka bisa leluasa hidup? Dan ini yang lebih serius, bila pada akhirnya ada mustahik yang sampai terpapar Covid-19 namun ia tak menyadarinya dan terus beraktivitas di lingkungannya yang padat dan juga dimungkinkan kurang terjaga higienitas-nya, apalagi kemudian ia juga datang mengunjungi dan meminta bantuan lembaga-lembaga zakat. Tentu risikonya akan sampai juga ke para amil dan lembaga zakat yang ada.
Wallahu’alam bishowwab.
Nana Sudiana (Sekjend FOZ & Direksi IZI)
Leave a Reply