Tidak semua orang yang memiliki kelapangan rezeki berupa harta lantas mau memanfaatkan harta yang dimilikinya itu untuk membantu orang lain yang membutuhkan. Boro-boro meminjamkan uang atau barang berharga miliknya, meminjamkan barang-barang yang bermanfaat misalkan perabotan dapur atau gelas-piring dan sejenisnya ke tetangganya yang hendak melakukan hajatan atau pengajian aja berat.
Takut hilanglah, takut rusaklah, dan banyak sekali alasannya. Nggak salah sih, toh memang itu barang-barang pribadi yang dibeli dari uang sendiri. Namun coba simak dulu ya terjemahan Quran surat Al-Ma’un berikut. Allah berfirman:
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya’ dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (QS. Al Maa’uun: 1-7).
Para ulama memang memiliki perbedaan pendapat terkait tafsir surat Al-Ma’un di atas. Ada yang berpendapat bahwa ayat tersebut membahas tentang orang yang meminjamkan barang-barang bermanfaatnya, ada yang berpendapat tentang orang yang tidak mau taat kepada Allah, ada juga pendapat yang menyebutkan tentang orang yang enggan membayar zakat. Setiap perbedaan tentunya memiliki hujjah masing-masing.
Ali bin Abi Tholib berkata terkait hal ini, yakni: “jika ada yang ingin meminjam timba, periuk atau kampaknya, maka ia enggan meminjamkannya. Perkataan yang lebih umum tentang al maa’uun adalah enggan menolong orang lain dengan harta atau sesuatu yang bermanfaat.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14/473).
Ada pula hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud berikut.
Dari ‘Abdullah, ia berkata: “Kami menganggap al maa’uun di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang berkaitan dengan ‘aariyah (yaitu barang yang dipinjam) berupa timba atau periuk.” (HR. Abu Daud no. 1657)
Meskipun di dalam hadits disebutkan hanya periuk dan timba, di masa sekarang ini bisa jadi lebih kompleks lagi ya.
Misalnya nih ada dari kita yang memiliki mobil pribadi. Kira-kira jika ada tetangga atau mungkin bertemu orang di tengah jalan, entah karena kecelakaan atau apa, mau nggak kita meminjamkan mobil kita, atau malah dengan sukarela menawarkan diri untuk mengantarkan orang yang tengah membutuhkan tersebut ke tempat tujuannya? Atau malah pura-pura nggak liat dan nggak denger ketika ada orang yang benar-benar membutuhkan di tengah malam mengetuk pintu rumah?
Semua memang kembali kepada masing-masing. Yang jelas perlu disadari bahwa setiap apa yang kita miliki, semuanya adalah milik Allah dan kita hanya dititipi sementara. Jika kita bisa mengelola dan memanfaatkan titipan tersebut untuk kebaikan, sangat memungkinkan bagi Allah untuk menambahkan nikmat (titipan) tersebut berlipat ganda karena Allah memberkahinya. Jangan sampai kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang celaka hanya karena harta titipan, sebagaimana yang Allah sebutkan dalam surat Al-Ma’un di atas. (SH/RI)
Leave a Reply