Di 10 hari pertama Dzulhijjah, pertanyaan seputar ibadah kurban masuk ke redaksi Tim Inisiatif Zakat Indonesia (IZI), khususnya terkait tuntunan memotong kuku dan rambut bagi pekurban (mudhahi) menjelang hari raya idhul Adha.
Redaksi IZI akan merangkum perihal tersebut melalui penjelasan Biro Kepatuhan Syariah Inisiatif Zakat Indonesia, sebagai berikut,
Para Ulama sepakat bahwa dalam melaksanakan qurban mesti mengikuti petunjuk Nabi SAW, hanya saja mereka berbeda dalam memahami hadits Ummu Salamah RA, dimana Rasulullah Saw bersabda, “Jika sudah memasuki sepuluh hari pertama (Dzul Hijjah) dan seseorang di antara kalian ingin menyembelih qurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikit pun.” (HR Muslim 1977).
Dalam riwayat yang lain disebutkan, “Barangsiapa yang mempunyai (niat) berqurban jika telah melihat hilal Dzulhijjah maka janganlah mengambil rambut dan kukunya sedikitpun sampai ia menyembelih qurban.” (HR Muslim)
Ulama terbagi ke dalam 3 (tiga) pendapat:
- Said bin Musayyib, Rabiah, Imam Ahmad, Ishaq, Dawud, dan beberapa sahabat Imam Syafii berpendapat bahwa hukumnya haram.
- Imam Syafii, sahabat-sahabat beliau yang lain, dan riwayat dari Imam Malik berpendapat bahwa hukumnya makruh.
- Sedangkan Imam Abu Hanifah dan riwayat dari Imam Malik berpendapat boleh (mubah).
Dalil Haram Memotong Kuku dan Rambut Pekurban Jelang Hari Kurban
Pendapat yang mengatakan haram berdalil dengan makna zhahir dari hadits Ummu Salamah Ra, bahwa Rasulullah Saw melarang mudhahi untuk memotong kuku dan rambut sampai qurbannya disembelih.
Pendapat yang mengharamkan juga menyerupakan qurban dengan ihram dalam hal larangan memotong kuku dan rambut. Akan tetapi dasar penyerupaan ini dinilai lemah oleh ulama yang berpendapat boleh (mubah), karena mudhahi masih dibolehkan berkumpul suami istri, memakai parfum, memakai pakaian selain kain ihram, dan hal-hal lain yang dilarang selama ihram. Menurut pendapat ini, mudhahi yang tidak berniat menyerupai manasik haji maka tidak terkena larangan memotong rambut atau kuku.
Dalil Makruh Memotong Kuku dan Rambut Pekurban Jelang Hari Kurban
Hukum asal dari larangan (an-nahyu) adalah haram. Akan tetapi hukum tersebut bisa berubah menjadi makruh (karahatu tanzih) atau bahkan boleh (mubah) bergantung kepada qarinah berupa dalil-dalil yang lain.
Menurut Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, qarinah yang dimaksud sekaligus menjadi dalil bagi Imam Syafii dan Imam Abu Hanifah bahwa memotong kuku dan rambut bagi mudhahi hukumnya tidak haram adalah hadits Aisyah Ra sebagai jawaban atas surat Ibnu Ziyad, “Abdullah bin Abbas berkata, ‘Barangsiapa yang membawa hewan qurban maka haram baginya sebagaimana diharamkan terhadap orang yang berhaji hingga dia menyembelih hewan qurbannya.’ ‘Amrah berkata, Maka dia (‘Aisyah Ra) berkata, ‘Bukan seperti yang dikatakan Ibnu ‘Abbas. Sungguh aku telah mengikatkan kalung (sebagai tanda) pada hewan qurban Rasulullah dengan tanganku sendiri lalu Rasulullah mengikatnya dengan tangan Beliau lalu mengirimnya bersama bapakku. Dan tidak diharamkan bagi Rasulullah sesuatu yang Allah halalkan hingga hewan qurbannya disembelih.” (HR Bukhari 1700)
Juga riwayat lain dari Al-Qasim bin Muhammad bahwa Aisyah Ra berkata, “Aku dahulu menganyam beberapa kalung unta Rasulullah dengan kedua tanganku, kemudian beliau mengalunginya dan menandainya hewan qurban serta menghadapkannya ke Ka’bah, kemudian mengirimkannya. Beliau bermukim dan tidak ada sesuatupun yang haram baginya yang dahulunya halal baginya.” (HR Nasai 2783)
Dalil Halal Memotong Kuku dan Rambut Pekurban Jelang Hari Kurban
Memotong rambut atau kuku termasuk amalan yang hukum asalnya adalah halal, sehingga termasuk ke dalam perkara-perkara halal yang dimaksud dalam hadits.
Imam Syafii berkata bahwa hadits Aisyah Ra merupakan dalil bahwa larangan memotong rambut dan kuku pada hadits Ummu Salamah Ra di atas menjadi bermakna karahatu tanzih atau makruh, bukannya haram.
Imam Ibnu Qudamah Al-Hanbali dalam Al-Mughni dan Imam Ibnu Hazm Azh-Zhahiri dalam Al-Muhalla tidak menerangkan adanya kaitan huku (ta’alluq) antara memotong kuku dan rambut dengan sahnya qurban. Menurut Imam Ibnu Qudamah, mudhahi yang memotong kuku atau rambut setelah memasuki Dzulhijjah sebelum qurbannya disembelih maka ia cukup beristighfar dan tidak perlu membayar fidyah.
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa memotong kuku dan rambut bagi mudhahi tidak termasuk perkara yang haram, dan ibadah qurbannya sah.
Hikmah dari larangan memotong kuku dan rambut bagi mudhahi adalah membiarkannya tetap utuh sehingga terbebas dari api neraka secara keseluruhan. Hal itu berdasarkan analisis Ibrahim Al-Maruzi terhadap lafaz hadits, “Janganlah menyentuh dari rambut dan kukunya sedikitpun!”
Menurutnya, hukum seluruh anggota tubuh dalam hal ini adalah mengikuti rambut dan kuku.
Allahu A’lam
Leave a Reply