Pernahkah kita menemukan orang-orang yang lebih cinta, lebih takut dan berharap lebih selain kepada Allah? Tentang orang-orang yang lebih mencintai harta, tahta dan wanita daripada beribadah kepada Allah. Terkait bagaimana orang-orang lebih takut miskin daripada menjalankan syariat Allah. Tentang sesuatu yang menjadi tempat harap berlebih selain Allah.
Berlebihan mencintai Allah. Dalam konteks mencintai Allah secara berlebihan bisa kita temukan contohnya ketika seorang mukmin dihadapkan pada pilihan jabatan dan mempertahankan keimanan. Seorang aparat negara yang di suap dari oknum tertentu akan memilih menolak suap tersebut daripada mengorbankan rezeki tidak halal masuk ke dalam perut keluarganya. Berbeda ketika ia mencinta harta, maka ia akan menerima suap tersebut tanpa memperdulikan kehalalan dari rezeki yang didapatnya. Ia tidak tak ambil pusing perihal tersebut.
Berlebihan untuk takut kepada Allah. Orang beriman akan menjaga hatinya dalam keadaan sempit maupun lapang. Ia menjadikan sabar kala sempit dan syukur kala lapang. Tidak sedikitpun terbersit untuk mencuri atau menghalalkan segala cara agar tetap kaya karena dihatinya ia takut miskin. Karena rasa takut inilah yang menjadi benteng untuk tetap menghadirkan Allah dalam setiap tindakannya.
Allah adalah satu-satunya sesembahan yang patut disembah dan tiada sesuatu pun yang bisa disetarakan kepada-Nya. Ada sebagian pada masa sempitnya, ia meminta pertolongan kepada sesuatu agar hidupnya berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. Tentu perilaku semacam itu adalah pertanda lemahnya iman. Ia menyamaratakan Allah dengan ciptaan-Nya. Bukankah dengan bersyahadat kita paham akan konsekuensi beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?
Tertulis di dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 165, “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” Demikian perumpamaan bagi orang yang beriman. Orang beriman akan senantiasa terikat hatinya dengan Allah. Dalam setiap rasa cintanya, rasa takutnya dan rasa harapnya adalah selalu berlebihan kepada Allah. Begitulah bentuk iman seorang mukmin.
Iman adalah jalan utama untuk mendapatkan berkah dari Allah. Al imanibillah adalah kondisi dimana seorang merasa mantap dengan keimanannya, ketauhidan serta aqidah Islamnya. Iman itu harus dirawat dan dijaga, karena iman adalah pondasi dasar yang ada pada diri setiap mukmin. Iman akan membuat diri ini menggantungkan semuanya kepada Allah.
Iman pertama kita sebagai Muslim adalah La ilaha illallah yang merupakan gerbang menuju keimanan yang hakiki. Bukan sekedar ucapan, namun konsekuensi dari kita beriman adalah kita menafikan bahwa tiada ila (Tuhan sesembahan) selain Allah dan kita kembalikan semuanya kepada Allah. Makna ila mencakup segala sesuatu yang muncul pada diri seorang Muslim yakni perasaan cinta, takut dan harap. Semuanya dilakukan secara berlebihan semata tertuju pada Allah. Tidak ada yang bisa disamakan antara cinta, takut dan harap kita kepada Allah terhadap sesuatu.
Karena hidup barakah seorang mukmin yang beriman yakni meyakini tauhidnya. Seperti pada ayat ke-97 Qur’an Surah AN-Nahl, “Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (susi)
Oleh: Ust. Muhammad Sholeh Drehem, Lc
(Ketua IKADI Jatim dan Narasumber tetap Program Tazkiyatun Nafs di Radio Suara Muslim Surabaya, FM 93.8)
Leave a Reply