Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, ia berkata, ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan yang apabila aku melakukannya, maka Allah akan mencintaiku dan begitu pula manusia.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Zuhudlah pada dunia, Allah akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di sisi manusia, manusia pun akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah)
IZI-ers, tahukah apa yang dimaksud dengan zuhud? Banyak orang salah paham bahwa zuhud adalah sifat menjauhkan diri dari dunia, misalnya dengan bertapa ke gunung, memakai pakaian compang-camping, tidak berbaur dengan manusia lainnya. Padahal tidak demikian lho, kita bisa tetap zuhud bahkan ketika memiliki harta milyaran sekalipun
“Imam Ahmad berkata mengenai zuhud di dunia adalah sedikit angan-angan. Dalam riwayat lainnya disebutkan, “Ketika mendapatkan sesuatu tidaklah terlalu bergembira. Ketika luput dari sesuatu tidaklah bersedih.”
Imam Ahmad pernah ditanya mengenai seseorang yang memiliki uang 1000 dinar (2,5 Milyar rupiah). Apakah ia bisa disebut sebagai orang yang zuhud? Jawab beliau, “Iya, bisa saja asalkan ia tidaklah terlalu berbangga bertambahnya harta dan tidaklah terlalu bersedih harta yang berkurang.”
Intinya, zuhud merupakan kondisi hati yang tidak bersandar pada dunia. Seseorang yang zuhud mengerti benar bahwa hal-hal keduniawian bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan atau disombongkan. Bahkan orang yang zuhud paham bahwa dunia ini adalah hal yang hina di hadapan Allah.
“Seandainya harga dunia itu di sisi Allah sebanding dengan sayap nyamuk tentu Allah tidak mau memberi orang-orang kafir walaupun hanya seteguk air.” (HR. Tirmidzi no. 2320)
Jadi, meskipun ia memiliki banyak harta, rumah besar, mobil mewah, namun kekayaan tersebut akan dijadikannya alat untuk membuat Allah cinta padanya, misalkan dengan menyedekahkan sebagian hartanya untukkaum dhuafa, atau untuk kemajuan Islam. Sehingga seseorang yang zuhud akan menjauhkan dirinya dari sifat kikir, karena mereka paham bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kikir. Bagi seseorang yang telah zuhud hatinya, ridho Allah adalah tujuan yang utama.
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta’atlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu . Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. At Taghaabun: 16)
Al-Hasan Al-Bashri menyatakan bahwa zuhud itu bukanlah mengharamkan yang halal atau menyia-nyiakan harta, akan tetapi zuhud di dunia adalah engkau lebih mempercayai apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu. Keadaanmu antara ketika tertimpa musibah dan tidak adalah sama saja, sebagaimana sama saja di matamu antara orang yang memujimu dengan yang mencelamu dalam kebenaran.
Jelas bahwa seseorang yang menikah, bekerja, memiliki rumah dan kendaraan tidak berarti ia merupakan pecinta dunia. Ia tetap bisa menjadi seorang yang zuhud manakala ibadahnya tetap terjaga, dan hatinya lebih mementingkan ridho Allah dan menjadikannya sebagai tujuan utama. Hartanya hanyalah sebagai alat untuk mencapai tujuannya tersebut.
Pertanyaannya, apakah kita sudah memiliki sifat zuhud ini? Ataukah kita masih menjadikan kesenangan hidup di dunia sebagai tujuan yang ingin diraih? Misalkan, ingin mempunyai rumah sekian ribu meter, menginginkan kendaraan mewah edisi terbatas, dan dalam meraih keinginan tersebut kita menunda-nunda shalat serta ibadah wajib lainnya?
Jika kita berharap Allah dan para manusia mencintai kita, belajarlah memiliki sifat zuhud. Dunia boleh saja ada dalam genggaman, namun kehidupan akhirat dan ridho Allah selalu ada di hati. (SH)
Leave a Reply