Kesedihan dan hadiah sebelum Isra Mi’raj
Peristiwa Isra Mi’raj merupakan peristiwa agung dan istimewa yang dialami oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Perjalanan Isra Mi’raj Allah disebut sebagai hiburan dan hadiah dari Allah untuk Rasulullah dan dalam perjalanan bersejarah itu turunlah perintah kewajiban shalat bagi umat Islam. Sahabat, perlu kita ketahui sebelum perjalanan agung Isra Mi’raj, Rasulullah melalui kesedihan bertubi-tubi sekaligus hadiah yang tak pernah disangka-sangka.
Pertama, wafatnya dua orang yang sangat dicintai
Ialah Abu Thalib paman nabi yang wafat pada bulan rajab tahun kesepuluh kenabian, kemudian dua bulan setelahnya Ummul Mukminin khadijah istri yang sangat dicintainya wafat juga, tepatnya pada bulan Ramadhan tahun kesepuluh kenabian.
Kejahatan kaum Quraisy setelah Abu Thalib wafat semakin menjadi, mereka berani menghadang lalu menaburkan debu di atas kepala beliau sehingga beliau pulang ke rumah dengan kepala penuh debu. Putri beliau membersihkan debu itu sambil menangis, lalu Rasulullah menghiburnya “Tak perlu menangis putriku, karena Allah akan melindungi ayahmu”.
Khadijah adalah salah satu anugerah besar yang diberikan Allah kepada Rasulullah. Dia mendampingi beliau selama seperemat abad, menghibur beliau di kala susah, menyemangati beliau saat menghadapi masa-masa sulit, membantu beliau menyiapkan misi kerasulan, mendampingi beliau dalam membiayai perjuangan yang berat, serta membela beliau dengan jiwa dan hartanya.
Rasulullah pernah bersabda “Dia beriman kepadaku saat semua orang mengingkariku. Dia membenarkanku sewaktu semua mendustakanku. Dia mendukungku dengan hartanya selagi semua orang menghalangiku. Allah menganugerahiku anak darinya sementara aku tidak punya anak dari yang lain.” (HR. Bukhari)
Dua peristiwa duka ini terjadi dalam waktu singkat sehingga kesedihan sangat mendalam dirasakan Rasulullah. Selain itu ujian dari kaumnya yang tak kunjung reda, mereka semakin berani mengganggu dan menyakiti beliau. Kesedihan beliau semakin bertambah dan hampir membuatnya putus asa.
Kedua, Penghinaan di Tha’if
Beliau mencoba ke thaif berbekal harapan bahwa penduduknya bersedia menerima dakwah atau setidaknya melindungi beliau dari kaumnya. Tapi yang diterima Rasulullah adalah penghinaan dan penyiksaan, tak seorang pun tergerak untuk mengulurkan pertolongan, justru mereka menyakiti Nabi dengan cara yang belum pernah dilakukan kaumnya. Siksaan penduduk Makkah tidak ditujukan kepada Nabi semata, melainkan juga kepada sahabatnya, Abu Bakr as-Shiddiq yang menyebabkannya meninggalkan Makkah karena hal tersebut.
Jarak dari Makkah ke Tha’if sekitar 60 mil, beliau pergi dengan berjalan kaki, ditemani oleh Zaid bin Haritsah. Dalam perjalanan setiap bertemu dengan satu kabilah beliau mengajak mereka memeluk Islam. Namun, tidak ada satupun yang bersedia.
Sesampainya di Tha’if beliau menemui tiga bersaudara pimpinan Bani Tsaqif, yaitu Abdul Yalail, Mas’ud dan Hubaib. Beliau menyeru untuk beriman kepada Allah dan Islam. Namun seorang penolakan dan penghinaan yang Rasulullah terima.
Selama sepuluh hari Rasulullah berada di Tha’if tidak ada satupun tokoh masyarakat yang lewat, semua beliau datangi dan diajak untuk masuk Islam. Tapi, jawaban mereka sama “Enyahlah engkau dari negeri kami!”
Ketika beliau ingin meninggalkan Tha’if, beliau dibuntututi oleh masyarakat dan para budak dengan meneriaki dan mencaci maki beliau. Tak hanya itu, mereka berkerumun melingkari Rasulullah dan melempari batu sambil terus mencaci. Sampai-sampai batu mengenai tumit beliau sehingga sandal beliau berlumuran darah. Sementara itu Zayid bin Haritsah berusaha membentengi beliau sehingga kepalanya bocor akibat lemparan batu.
Mereka terus melempari batu dan Rasulullah terus berlari menyelamatkan diri ke sebuah kebun kurma yang berjarak 3 mil dari Tha’if. Di kebun itu Rasulullah berteduh dibawah pohon anggur. Setelah duduk beberapa saat dan merasa tenang, beliau memanjatkan doa, menumpahkan segala kesedihannya kepada Allah.
“Ya Allah, hanya kepadamu kuadukan kelemahanku, ketidakberdayaanku, dan kehinaanku di mata manusia, Wahai Dzat Yang Maha Pengasih di antara para pengasih, Engkauhlah Tuhan orang-orang lemah dan Engkau adalah Tuhanku. Kepada siapakah akan Kau serahkan diriku? Kepada orang-orang asing yang bermuka masam kepadaku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai urusanku? Aku tidak peduli asalkan Engkau tidak murka kepadaku, sebab amat luas afiat-Mu bagiku. Aku berlindung dengan cahaya Dzat-Mu yang menyinari kegelapan dan memperbaiki urusan dunia dan akhirat, dari amarah yang akan Kau turunkan atau murka yang akan Kau timpakan kepadaku. Engkaulah yang berhak menegurku sampai Engkau ridha. Tiada daya dan kekuatan kecuali atas izin-Mu”
MasyaAllah, atas ujian yang Allah berikan sama sekali ia tidak marah kepada Allah dan menyesali perjalannnya ke Tha’if yang berujung penghinaan. Beliau justru semakin memasrahkan dirinya kepada Allah.
Dalam perjalanan pulang ke Makkah Rasulullah sempat beristirahat di sebuah tempat, kemudian ada awan yang menaungi beliau. Dan Allah mengutus malaikat Jibril dan mengatakan bahwa Allah telah melihat apa yang dilakukan orang-orang di Tha’if dan Allah mengutus malaikat penjaga gunung untuk Rasulullah memerintahnya untuk membalas kejahatan mereka atau hukuman apapun yang Rasulullah pinta untuk kaum itu akan Allah kabulkan. Tapi Rasulullah tidak menyimpan dendam, justru beliau berharap suatu saat lahir keturunan yang menyembah Allah dan lahirlah orang-orang shaleh yang tidak menyekutukan Allah dengan apapun.
Hadiah Ghaib Allah yang tak disangka-sangka
Dalam perjalanan pulangnya, Rasulullah sempat singgah dibeberapa tempat, salah satunya lembah Nakhlah dan menetap beberapa hari. Ketika sedang beristirahat Rasulullah membaca AlQur’an dan Allah mengutus sekelompok Jin untuk ke tempat dimana Rasulullah berada. Awalnya mereka menghindar tapi salah satu dari mereka menyuruh kelompoknya diam dan mendengarkan firman Allah yang dibacakan Nabi, hati mereka terketuk untuk beriman kepada Allah dan Rasulullah , kemudian mereka menyampaikan kepada kaum jin yang lain untuk sama-sama beriman dan kembali pada jalan yang benar. Kisah ini ada dalam surah Al Ahqaf ayat 29-31 dan diabadikan dalam surah Al Jin ayat 1-15.
Rasulullah tidak mengetahui kedatangan rombongan jin yang mendengarkan bacaan Al Qur’an beliau. Beliau baru tahu sesudah Allah mengabarkannya.
Persitiwa tersebut menjadi pertolongan Allah dari jalan ghaib. Setelah Rasulullah merasa putus asa atas penghinaan yang dirasakannya kemudian Allah menggantikan segolongan jin untuk beriman setelah mendengar bacaan Al Qur’an beliau. Setelah kejadian ini, Allah menurunkan ayat-ayat berupa kabar gembira atas kemenangan dakwah Rasulullah.
Sahabat, dari sejarah itu kita bisa mengambil hikmah bahwa Rasulullah pun menerima ujian berat bahkan lebih berat yang kita rasakan. Jika saat ini bertubi-tubi masalah dan ujian kita rasakan janganlah berburuksangka pada Allah, justru kita harus terus bertawakal kepada Allah karena pertolongan Allah datang dengan cara yang tidak kita sangka-sangka.
(Ayu Lestari)
Sumber : “Ar-Rahiq Al Makhtum Sirah Nabawiyah sejarah lengkap kehidupan Nabi Muhammad” karya Syaikh Shafiyurrahman al Mubarakfuri
Leave a Reply