Dalam hidup Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wassalam, Khadijah binti Khuwailid adalah salah satu wanita yang paling tinggi kedudukannya di hati beliau. Bahkan sekalipun sepeninggal Khadijah, beliau menikahi beberapa wanita lainnya, namun tetap saja sosok Khadijah tidak tergantikan:
Ahmad dan Thabrani meriwayatkan dari Masruq dari Siti Aisyah Radiyallaahu ‘anha: “Pada suatu hari, Rasulullah menyebut (nama Khadijah) dan timbullah kecemburuanku. Lalu aku (Aisyah) berkata kepada Rasulullah: “Bukankah dia hanya seorang yang sudah tua dan Allah telah mengganti untuk Engkau orang yang lebih baik darinya?”
Mendengar hal itu, Rasulullah marah dan kemudian bersabda: “Demi Allah! Allah tidak pernah menggantikan yang lebih baik darinya. Dia beriman ketika orang-orang ingkar, dia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, dia membelaku dengan hartanya ketika orang-orang menghalangiku, dan aku dikaruniai Allah anak darinya, sementara aku tidak dikaruniai anak dari istri-istriku yang lain.”
Maasya Allah, demikian istimewanya kedudukan Khadijah di hati Rasulullah, karena tidak hanya menjadi istri yang menenangkan dan selalu memberi dukungan, tapi Khadijah juga merelakan segala yang ia miliki untuk membantu perjuangan suaminya.
Rasulullah pernah bersabda:”Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena kecatikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah yang beragama agar berkah kedua tanganmu.” (HR Muslim)
Meskipun tidak ada manusia yang sempurna, namun jika merujuk hadits di atas… kita akan dapati bahwa Khadijah binti Khuwailid adalah seorang istri yang sempurna, ia memenuhi 4 persyaratan tersebut. Ia wanita yang berharta, kedudukannya tinggi di masyarakat karena keturunan bangsawan, wajahnya rupawan, dan agamanya amat baik.
Ketika Rasulullah mendapat penentangan dari kaum Quraisy yang tidak menerima dakwah beliau, bahkan para bangsawan Mekkah banyak yang menentang keras risalah beliau dengan melakukan penyiksaan, pengusiran dan pemboikotan, Khadijah binti Khuwailid mengorbankan semua harta yang dimilikinya untuk membela misi Rasulullah.
Bahkan ketika kaum musyrik Quraisy melakukan pemboikotan kepada bani Hasyim dan Bani Muthalib, Khadijah rela meninggalkan rumahnya untuk bergabung dengan Rasulullah dan Sahabat di syi’ib (pemukiman) bani Muthalib. Pemboikotan berlangsung selama tiga tahun dari tahun ketujuh kenabian sampai tahun kesepuluh kenabian. Kaum muslimin dan kaum kafir dari bani Hasyim dan bani Muthalib dikepung. Mereka tidak dijinkan melakukan jual-beli dan bermasyarakat dengan suku lain.
Usia yang telah melampaui 60 tahun saat itu membuat Khadijah tidak lagi sekuat saat mudanya, apalagi dalam kondisi pemboikotan membuat kaum muslimin dilanda kelaparan dan kehausan, hal ini membuat kondisi Siti Khadijah semakin lemah. Meski demikian, keimanannya justru semakin memuncak.
Menjelang usianya yang ke 65 tahun, Khadijah binti Khuwailid meninggal dunia. Kematian beliau membuat Rasulullah bersedih, sehingga Rasulullah menyebut tahun meninggalnya Khadijah sebagai “tahun dukacita”. Dialah salah satu wanita penghulu surga yang disebut Rasulullah sebagai sebaik-baik wanita bumi.
Dari Ibnu Abbas radiyallaahu ‘anhu berkata: bahwasanya Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Para wanita penghuni surga setelah Maryam adalah Fatimah binti Muhammad, Khadijah binti Khuwailid, dan Asiah istri Fir’aun.” (H.R Ahmad)
Semoga para muslimah menjadikan Khadijah binti Khuwailid sebagai teladannya. Meskipun kekayaan beliau melampaui kekayaan suaminya sendiri, takpernah sekalipun ia merendahkan atau melecehkan suaminya, justru kekayaan yang dimilikinya ia serahkan pada suaminya untuk dipergunakan dalam jalan dakwah. Demikianlah kemuliaan Khadijah binti Khuwailid yang layak untuk dicamkan setiap wanita muslim. (SH)
Leave a Reply