SULAWESI TENGAH – Tidak tega melihat kondisi keluarga yang serba kekurangan, Komarudin warga asal Desa Banjarsari, Demak, Jawa Tengah memutuskan merantau mencari pekerjaan di ibu kota pasca menyelesaikan studinya di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Pria lulusan jurusan elektro tersebut diterima di salah satu perusahaan yang kemudian dirinya melakukan kontrak selama 6 bulan untuk ditugaskan di Provinsi Sulawesi Utara sebagai tenaga instalasi listrik. Daerah yang sebelumnya belum ia kenal begitu jauh, kini ia sudah menginjakan kakinya di tanah Sulawesi.
Berjuang di tanah rantau tanpa ada keluarga atau sahabat, tidak menyurutkan tekad dan niatnya untuk membantu meringankan kondisi keluarga di kampung halaman. Ia pun menjalani pekerjaanya dengan baik, penghasilan yang diterimanya, segera ia kirimkan ke kampung halaman untuk kebutuhan/ keperluanya keluarganya.
Sebagai anak laki-laki satu-satunya dari 4 bersaudara, Komarudin paham betul bahwa dirinya yang harus berjuang untuk membantu perekonomian keluarga.
Seiring berjalannya waktu, kontrak yang disepakati pun usai, Komarudin masih dipercaya untuk bertugas, hingga akhirnya ia memutuskan untuk memperpanjang kontraknya. Menjalani pekerjaan dengan beberapa kali pemindahan lokasi tempat kerja, tak terasa Komarudin sudah bekerja lebih dari 2 tahun di perusahaan tersebut, yang kini menghantarkannya sampai pada Provinsi Gorontalo.
2 tahun tidak bertatap muka dengan keluarga, membuat ia selalu terbayang-bayang dengan kondisi orang tuanya di kampung. Belum lagi pihak keluarga yang terus menanyakan kabar lewat telepon membuat Komarudin semkain ingin cepat pulang.
“Ayah saya sampai bilang, bahwa saat ini bukan materi lagi yang mereka butuhkan, akan tetapi wajah dan fisik saya, mereka sangat menantikan saya pulang”, ucap Komarudin.
Dengan sisa kebutuhan yang ada, Komarudin pun memilih jalur darat dari Gorontalo menuju Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah untuk mencari daerah pelabuhan yang cukup ramai yang ia anggap bisa mengantarkannya sampai pada kampung halaman.
Di tengah perjalanan, ia kehabisan uang, tak ada makanan atau minuman yang dapat ia konsumsi, bahkan salah satu smartphone-nya ia jual demi bertahan hidup. Dengan keadaan terpaksa ia ikut salah satu mobil travel yang menuju arah Ibu Kota Sulawesi Tengah.
Mobil travel yang ia tumpangi mengantarkannya sampai pada pelabuhan kapal Feri di Kelurahan Taipa, Kota Palu. Ia berfikir bahwa pelabuhan tersebut bisa memberangkatkannya, ternyata tidak. Hingga ia memutuskan untuk menuju pusat ibu kota dengan berjalan kaki.
Dalam perjalanan hampanya, terkadang tidak sedikit pun makanan dan air masuk dalam perutya. “Biasanya hanya orang-orang yang prihatin dan peduli yang saya temuainya di jalan yang memberikannya bekal makanan/ minuman”, tambahnya.
Setibanya di pusat kota (Kantor Gubernur), ia pun mencoba mencari-cari informasi ataupun sekedar pekerjaan ringan untuk memenuhi kebutuhannya, akan tetapi hasilnya nihil.
Tak terasa, Komarudin sudah seminggu tinggal di Kota Palu yang hanya berbekal tas ransel yang ia bawa. “Kadang saya memberanikan diri meminta tolong kepada orang yang saya temui atau sekedar menanyakan lokasi yang saya tuju”, ujarnya kembali.
Takdir Allah begitu manis, hingga pada akhirnya Komarudin dipertemukan dengan salah satu relawan IZI, yang kemudian merekomendasikan dirinya untuk datang ke kantor IZI perwakilan Sulawesi Tengah. Atas izin Allah, kesabarannya pun berbuah manis, hingga ia dapat kembali ke kampung halamannya melalui bantuan dari IZI perwakilan Sulteng. (Risman/ IZI Sulteng/ Editor: Fajri)
Leave a Reply