Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah aalan yang dikerjakan terus-menerus meskipun sedikit.
Dari Aisyah radliallahu ‘anha bahwa dia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya; “Amalan apakah yang paling dicintai Allah?” Dia menjawab; ‘Yang dikerjakan terus menerus walaupun sedikit, lalu beliau bersabda: ‘Beramallah sesuai dengan kemampuan kalian.’
Amalan tersebut bermacam-macam bentuknya, bisa qiyamul lail, shalat dhuha, puas sunnah, dan amalan lainnya yang sesuai dengan ajaran Rasulullah, termasuk berinfak.
Allah berfirman:
“Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar,” (QS. Al-Furqan [25]:67)
Seorang muslim dilarang pelit, tapi juga ternyata dilarang untuk berlebihan dalam bersedekah, mengapa demikian?
- Menjadi menyesal
Berinfaklah sebagaimana kemampuan diri sendiri. Tidak perlu berlebihan apalagi jika sampai harus utang sana-sini.
Allah memang tidak menyukai orang yang kikir, tetapi juga tidak menyukai orang yang berlebihan. Jadi sangat penting untuk mengenali kemampuan diri sebelum beramal.
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. Sesungguhnya Rabb-mu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Al Israa[17]: 29-39)
- Menahan sebagian harta penting untuk menjamin diri kita tidak meminta minta
Menginfakkan harta di jalan Allah adalah perbuatan yang mulia, namun juga harus menjaga izzah agar tidak menjadi peminta-minta. Hal ini dapat dilakukan dengan menyusihkan harta yang dapat dipergunakan bagi diri-sendiri.
Ka’ab bin Malik berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya salah satu bukti dari tobatku adalah dengan melepaskan diriku dari seluruh hartaku untuk Allah dan Rasul-Nya.” Beliau bersabda: “Tahanlah sebagian hartamu, itu lebih baik bagimu.” Ia berkata, “Saya menahan saham saya yang ada di Khaibar.” (HR Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, Ahmad, Ibnu Hibban).
- Meninggalkan keluarga dalam kondisi berkecukupan lebih baik daripada meninggalkan keluarga dalam kondisi miskin
Bagi yang memiliki tanggungan, tentunya harus memikirkan tanggungan mereka sebelum berinfak. Bahkan tidak dibenarkan untuk berinfak jika masih ada dirinya, atau orang-orang yang di dalam tanggungannya, qtau kerabat dekatnya masih ada yang membutuhkan bantuan.
Juga dianjurkan meninggalkan ahli waris dalam keadaan kaya, bukan keadaan serba kekurangan.
Ketika Sa’ad bin Abi Waqash sakit keras, ia menyangka ajalnya akan datang. Ketika itu ia ingin menyedekahkan seluruh hartanya. Bagaimanakah sikap Rasulullah dalam hal ini?
Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, ”Rasulullah menjengukku karena sakit keras yang menimpaku saat haji Wada’.
Aku berkata, ‘Engkau sudah melihat apa yang aku alami, sementara aku adalah seorang yang mempunyai harta dan tidak ada yang menjadi ahli warisku kecuali seorang anak perempuan. Apakah aku bisa bersedekah dengan dua pertiga hartaku?’
Beliau menjawab, ‘Tidak.’
Aku bertanya, ‘Bagaimana kalau separuhnya?’
Beliau menjawab, ‘Tidak.’
Aku bertanya, ‘Bagaimana kalau sepertiga?’
Beliau menjawab:“Sepertiga itu banyak. Engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin dan meminta-minta kepada manusia. Tiadalah engkau menafkahkan sesuatu dengan mengharap pahala dari Allah maka engkau akan diberi pahalanya sampai apa yang engkau masukkan ke dalam mulut istrimu sendiri’.” (Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Hibban, dan Malik).
Bersedekahlah semampunya, dan tidak perlu berlebih-lebihan. Kenali kemampuan diri, dan janganlah menjadi hamba-Nya yang kikir. (SH/RI)
Leave a Reply