Betapa islam sejak menempatkan akal dalam posisinya yang paling sempurna. Ia berjalan selaras dalam ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ia melejit, menjelajah raga, menghasilkan karya, menuai prestasi-prestasi nyata. Namun sayangnya, kenyataan hitam menikam umat Islam sekarang. Umat Islam seakan jauh dari budaya prestasi.
Kisah mahsyur tentang Imam Ahmad yang hafal Al-Qur’an semenjak kecil, pun jua hafal banyak hadits. Kitabnya, Musnab Imam Ahmad, terdiri sekitar 40.000 hadits yang ditulis berdasarkan hafalannya.
Lantas ada yang bertanya, bagaimanakah cara para pendahulu, sahabat-sahabat Rasul, atau para tabi’in dapat mengukir prestasi, di luar hakikat bahwa mereka juga seorang dai? Seorang anggota intelijen Romawi yang telah melakukan kegiatan mata-mata di Madinah menemukan jawabannya.
“Ruhbaanun bil-laili, firsaanun binnahaari.” Ya, mereka, kaum muslim itu, kalau malam tak ubahnya seperti rahib, sedangkan kalau siang sungguh bagaikan singa! Maka, sudah sepantasnya kita menjadikan prestasi sebagai suatu budaya.
Menetapkan Fokus
“Always remember, your focus determines your reality.” (George Lucas)
Kenapa hidup kita harus memiliki perencanaan? Agar ia memiliki fokus untuk dikejar. Karena tanpa targetan, hidup akan mengawang mengikuti arah angin terbang. Biasanya orang yang sukses adalah mereka yang fokus menekuni bidang masing-masing. Sebab, dengan menetapkan fokus, kita bisa melihat sesuatu lebih jernih, langkah lebih terarah, sehingga lebih mudah menghadapi tantangan.
Fokus Membanti Memberikan Arah dan Prioritas
Salah satu manfaat fokus akan mengajarkan kita untuk belajar membuat prioritas. Mengetahui apa yang harus didahulukan dan apa yang harus ditunda atau bahkan dihilangkan. Ketahuilah, orang-orang sukses itu bukan besar karena ia bergelimang kesenangan, namun ia telah bersimbah peluh melalui terjalnya perjuangan.
Pernah mendengar kisah Pak Habibie yang hanya tidur 4 jam satu hari? Itulah wujud dari sebisa mungkin menjauhi kesia-siaan dan fokus pada tujuan.
Fokus pada Kemampuan Diri. Bukan pada Keberhasilan Orang Lain
Mengapa Abu Hatim, seorang ahli bahasa, nahwu dan aurudh tidak banyak meriwayatkan hadits? yak arena beliau bukan Imam Bukhari atau Imam Syafi’I atau Imam Maliki yang siap berhati-hati menempuh perjalanan panjang demi meriwayatkan sebuah hadits.
Apa pesan moralnya? Tidak perlulah seorang muslim merasa iri dengan kelebihan orang lain, apalagi sibuk menghitung pencapaian diri sendiri lalu membandingkannya dengan orang sekitar.
Fokus pada Suatu Bidang. Bukan Kepo dengan Semua Hal
“One of the secrets to a successful life is to hold all of our energies upon one point; to focus all of the scattered rays of mind upon one place or thing.” (Orison Sweet Marden)
Sebagai manusia, kita tentu punya banyak keinginan. Kita boleh saja mempelajari banyak hal. Tapi, salah satu tips menggapai kesuksesan adalah fokus pada satu hal.
Bukan berarti kita tidak boleh mempelajari hal-hal yang lain, itu boleh saja. Namun, diluar banyak hal yang kita pelajari, fokuslah untuk menguasai satu bidang tertentu. Ilmu Allah itu begitu luas, tidak akan cukup bagi seorang manusia untuk menguasai seluruh ilmu-Nya.
Saat Melenceng. Kembali ke Fokus!
Banyak yang merasa sudah memiliki target, namun kadang hilang arah di pertengahan jalan. Sebagai contoh, target ingin menulis karya tulis mala mini, tapi malah keasyikan nonton TV hingga tengah malam.
Lalu, apa yang harus dilakukan saat target yang kita siapkan ternyata melenceng dari kenyataan? Yang jelas, kalau sudah melenceng, bukan ditambahkan melencengnya, tapi diluruskan kembali kepada fokus awal.
Jadi, pastikan saat fokus kita mulai bergeser atau sebuah targetan belum tercapai, kembalilah kepada rencana awal dan jangan mudah menyerah.
(Susi/ resume dari buku “Awe Inspiring Me” karya Dewi Nur Aisyah)
Leave a Reply