Hai Sahabat IZI! Tahu kan, kenapa setiap Februari banyak sekali restoran, swalayan dan berbagai tempat umum yang dihiasi dengan warna pink, bentuk hati dan bunga-bunga yang cantik menggambarkan perasaan cinta dan kasih sayang? Yap, karena bertepatan dengan Hari Valentine yang dirayakan oleh banyak orang. Tak hanya itu, banyak sekali diskon dan promosi yang menggoda di bulan yang katanya penuh cinta ini. Tapi, bagaimana sebenarnya Islam memandangnya?
Asal-Usul Valentine dan Mengapa Dilarang dalam Islam
Hari Valentine, yang dirayakan setiap 14 Februari, sebenarnya berasal dari tradisi Romawi kuno. Perayaan ini awalnya dikenal sebagai Lupercalia, sebuah festival yang diadakan untuk menghormati dewa kesuburan. Seiring waktu, perayaan ini diadopsi oleh umat Kristiani dan dihubungkan dengan sosok Santo Valentinus.
Namun, dalam Islam, merayakan Hari Valentine dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama. Alasannya antara lain karena perayaan ini bukan bagian dari tradisi Islam dan dapat menimbulkan perilaku yang tidak sesuai dengan syariat. Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui SK nomor 28/Kep/MUI-SU/SU/200 telah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan perayaan Hari Valentine bagi umat Muslim, karena merujuk hadist berikut:
Rasulullah ﷺ bersabda:“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Abu Dawud, no. 4031)

Bagaimana dengan Promo dan Diskon Valentine?
Lalu, bagaimana jika kita hanya ingin menikmati diskon atau promo tanpa ikut merayakannya? Jika niat kita hanya untuk memperoleh manfaat ekonomi tanpa mengadopsi nilai perayaannya, maka itu diperbolehkan, selama tidak terlibat dalam aktivitas yang bertentangan dengan syariat, memanfaatkan promo bukanlah bentuk perayaan. Dalam Islam, yang menjadi perhatian utama adalah niat. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari, no. 1; Muslim, no. 1907)
Untuk lebih jelas lagi, kami mengutip dari Muslim.or.id. Muhammad Syam Al-Haq dalam kitab ‘Aunul Ma’bud menjelaskan rinciannya, bahwa maksud boleh membeli di sini adalah membeli apa yang ia biasa beli dalam kesehariannya, semisal biasa membeli di tempat itu kemudian ada diskon, ia beli sesuai dengan kebutuhannya yang menjadi kebiasaannya. Beliau berkata,
“Dari Al-Qadhi Abul Mahasin al Hasan bin Manshur al Hanafi (berkata) bahwa siapa saja yang pada saat hari raya orang kafir membeli sesuatu yang biasanya tidak dia beli di hari-hari yang lain atau memberikan hadiah pada hari tersebut untuk bermaksud mengagungkan hari raya orang kafir sebagaimana pengagungan orang-orang kafir maka dia menjadi kafir karenanya.
Akan tetapi jika ia bermaksud membeli barang tersebut pada waktu itu adalah ingin mengambil manfaat barang tersebut dan maksud hatinya dengan memberi hadiah adalah mewujudkan rasa cinta sebagaimana biasanya maka tidak kafir akan tetapi terlarang karena menyerupai orang kafir. Karenanya hal ini harus dijauhi”.
Sebagai Muslim, kita harus bijak dalam menyikapi budaya luar. Memahami asal-usulnya penting agar kita tidak terjerumus ke dalam praktik yang bertentangan dengan Islam. Namun, jika ada promo yang bisa dimanfaatkan dengan niat yang benar, itu bukan masalah. Yang terpenting, tetap jaga niat dan hindari hal yang bisa menyerupai perayaan tersebut ya Sahabat IZI!
Penulis : Ayu L Mukhlis
Sumber : muisumut.or.id | Muslim.or.id | IDNtimes
Leave a Reply