Ada kalanya sebuah keluarga memiliki masalah tersendiri, sampai-sampai terputuslah hubungan silaturahim. Ternyata dalam Islam, orang yang menyambung silaturahim ialah orang yang mendapat banyak ganjaran, di antaranya mendapatkan kelapangan rezeki, serta dipanjangkan usia.
Dari Anas bin Malik radiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Barangsiapa ingin dilapangkan baginya rezekinya dan dipanjangkan untuknya umurnya hendaknya ia menyambung silaturahim.” (Bukhari dan Muslim).
Sayangnya, yang disebut menyambung silaturahim bukanlah sekadar membalas kebaikan dari orang lain atau dari kerabat yang hubungannya baik-baik saja dengan kita, justru menyambung silaturahim dilakukan untuk menjalin kembali hubungan dengan orang-orang yang bersikap keras atau memutus silaturahim dari kerabatnya sendiri.
Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash-ra, dari Nabi Muhammad shalallaahu ‘alaihi wassalam yang bersabda: “Bukanlah orang yang menyambung (silaturrahim) itu adalah orang yang membalas (kebaikan orang lain), akan tetapi penyambung itu adalah orang yang jika ada yang memutuskan hubungan ia menyambungnya.” (HR. Ahmad, Al Bukhariy, Abu Daud, At Tirmidziy dan An Nasa’iy)
Bagaimana kalau orang yang memutus silaturahim ini tetap berbuat jahat pada diri kita, dan tetap menolak untuk bersilaturahim kembali dengan keluarga lainnya? Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa tugas kita hanyalah tetap melakukan kebaikan sekalipun tak mendapat balasan setimpal. Kelak, para pemutus silaturahim ini akan mendapatkan balasan yang pedih, sedangkan para penyambung silaturahim akan senantiasa mendapat pertolongan Allah.
Imam Muslim dan Imam Ahmad rahimahumallah meriwayatkan dari Abu Hurairah radiyallaahu ‘anhu, ia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Nabi shalallaahu ‘alaihi wassalam seraya berkata: ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki kerabat yang terus kusambung hubungan dengan mereka sedangkan mereka memutuskannya, aku berbuat baik kepada mereka dan mereka berbuat jahat kepadaku, serta mereka bersikap jahat kepadaku sedangkan aku selalu bersikap santun kepada mereka’, Beliau bersabda:
‘Jika engkau benar-benar seperti yang engkau katakan, maka seolah-olah engkau menaburkan bara panas di wajah mereka, dan senantiasa kemenangan dari Allah menyertaimu terhadap mereka, selama engkau tetap seperti itu.’” (HR Muslim)
Bagaimana pun juga, seseorang yang memutus hubungan silaturahim terancam tidak dapat memasuki syurga Allah. Yang disebut tidak bersilaturahim di antaranya enggan berinteraksi, tidak berbuat baik pada karib kerabat dan keluarga, tidak mau menolong keluarga yang memerlukan pertolongan.
“Tidaklah masuk syurga orang yang memutuskan hubungan tali silaturahim”(HR.Muslim)
Imam an-Nawawi Rahimahulloh menjelaskan dua kemungkinan pemahaman terhadap hadist ini. Pertama, maksudnya orang yang menghalalkan perbuatan memutus silaturahim tanpa sebab dan tanpa syubhat sedang dia mengetahui akan keharaman perbuatan tersebut, maka orang tersebut kafir kekal di neraka dan tidak akan masuk syurga selamanya. Kedua, Maknanya adalah tidak langsung masuk syurga bersama orang–orang yang pertama memasukinya, keterlambatannya karena disiksa terlebih dahulu sesuai kadar yang dikehendaki Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Semoga kita bukanlah bagian dari orang-orang yang memutus tali silaturahim. (SH)
Leave a Reply