Salah satu hal menggiurkan yang ditawarkan pasar online adalah sistem “pembayaran nanti” atau yang lebih dikenal dengan PayLater. Dalam sistem ini pembeli berhutang kepada pihak ketiga atau pemilik e-commerce, sehingga dikenakan biaya tambahan di luar jumlah jual beli, seperti biaya admin dan bunga hutang/ cicilan.
Di tengah maraknya penggunaan PayLater, banyak sekali yang bertanya dan ingin mengetahui bagaimana hukum syariat Islam mengenai transaksi PayLater ini. Untuk menjawab hal ini, kami suguhkan jawaban dari Pakar Muamalah dan Fikih Kontemporer, yakni Ustaz Dr. Oni Syahroni, Lc. MA.
Dalam akun youtube yang diasuhnya, yaitu “Muamalah Daily” Ustaz Dr. Oni Sahroni menjawaban pertanyaan pandangan Islam mengenai PayLater ini dengan 3 poin. Pertama, merujuk sekema para pihak maka bisa dipilah dalam 2 kondisi, pertama jika kreditur sebagai pihak ketiga (bukan penjual) maka kredit tersebut dapat dikategorikan kredit ribawi.
“Jadi misalnya si A pinjem 1 juta, kemudian beli ke si B sebagai penjual, setelah itu si A melunasi pinjaman atau kreditnya 1,2 juta, maka yang dilakukan si A adalah kredit ribawi yang tidak diperbolehkan, karena 200 ribu ada fee tas kredit yang diterimanya,” jelas Ustaz Oni Sahroni.
Lanjutnya beliau menerangkan, menurutnya beda halnya ketika kreditur adalah si penjual sendiri. Dalam kata lain, si penjual mengkreditkan barang yang dijualnya dengan harga yang telah disepakati, jika cash sekian dan jika kredit sekian.
“Misalnya, harga tas kalau tunai 100 ribu tapi jika tidak tunai (kredit) 125 ribu, maka yang 25 ribu ini adalah margin dari jual beli yang halal, selama yang beli halal dan seluruh ketentuan jual belinya terpenuhi,” tambahnya.
Selengkapnya simak tayangan berikut ini;
Leave a Reply