Manusia tidak pernah tahu kapan masa akhir zaman akan muncul. Namu, dalam banyak riwayat Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam telah memberikan tanda-tanda datangnya akhir zaman. Yakni salah satunya adalah menyoal pemimpin yang lalai.
Disarikan dari buku FItnah dan Petaka Akhir Zaman (Detik-detik menuju hari kehancuran alam semesta) oleh Abu Fatiah al-Adnani yang mengupas Bab Tanda-Tanda Kiamat Kecil. Salah satu diantaranya adalah HIlangnya Amanat, Naiknya Kedudukan Orang-orang Rendahan, dan Penyerahan Urusan kepada Bukan Ahlinya.
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah bersabda: “Apabila amanat telah disia-siakan, maka tunggulah Kiamat.” Seseorang bertanya: “Bagaimana amanat itu disia-siakan, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Jika urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah Kiamat.”
Dalam Ash-Shahih disebutlan: “Bila urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah Kiamat.”
Hudzaifah berkata: “Rasulullah pernah menceritakan dua peristiwa kepada kami, aku pernah melihat salah satu dari kedua peristiwa itu dan sedang menunggu peristiwa yang satunya. Beliau menceritakan bahwa amanat itu turun di akar-akar hati manusia, kemudian mereka mengetahui Al-Qur’an, kemudian mengetahui As-Sunnah.
Beliau bercerita kepada kami tentang tercabutnya amanah itu, kata beliau: ‘Seorang laki-laki tidur, lantas amanat dicabut dari hatinya, sehingga bekasnya tinggal seperti bekas titik. Kemudian ia tidur satu kali, lantas amanat itu dicabut. Sehingga tinggallah bekasnya seperti kulit yang melepuh, seperti sebutir bara yang engkau gelindingkan di kakimu, lantas melepuh sehingga kau lihat ia membengkak tapi di dalamnya kosong. Lantas manusia berjual beli sehingga hampir-hampir tidak ada seorang pun dari mereka yang menunaikan amanat.
Lantas dikatakan: ‘Di tengah-tengah Bani Fulan ada seorang laki-laki yang amanat!’, juga dikatakan tentang seseorang: “Alangkah cerdasnya ia, alangkah eloknya ia, alangkah teguhnya ia” padahal di dalam dirinya tidak ada keimanan seberat biji sawi pun. Sungguh, telah lewat suatu masa, dimana saya tidak peduli kepada siapa aku melakukan transaksi jual beli, jika ia seorang muslim, hal itu akan mengembalikannya kepada Islam, dan jika ia seorang Nasrani, maka pemimpinnya yang akan mengembalikannya kepadaku, adapun hari ini, maka aku tidak akan membeli kecuali kepada Fulan dan Fulan.”
Riwayat sahabat Khuzaifah di atas menggambarkan betapa zaman akhir yang akan dilewati oleh manusia adalah munculnya generasi yang secara dzahir terlihat alim dan shalih, berpegang teguh dengan janji dan amanat, namun sebenarnya mereka bukan termasuk ahlinya.
Orang-orang awam menyangka bahwa guru mereka, syaikh mereka, kyai dan ulama mereka adalah orang-orang yang memiliki keimanan dan pendirian agama yang kuat, padahal dalam diri mereka tidak ada keimanan sedikitpun. Di antara sebab mengapa keimanan itu dicabut dari hati mereka adalah kecenderungan para ulama tadi dengan dunia dan akrabnya mereka dengan penguasa.
Lalu mereka terkena fitnah penguasa tadi hingga keberanian untuk menyampaikan al haq menjadi terhalang. Padahal saat yang sama, para ulama yang sedemikian dekat dengan penguasa thaghut ini tetap dianggap sebagai ulama pewaris para nabi oleh pengikutnya yang taklid dan hanya mengekor. Maka orang-orang yang sebenarnya memiliki keimanan yang kuat justru semakin dijauhi, dianggap kelompok pembangkang, terindikasi virus Khawarij dan mendapat stigma ahlu bi’ah.
Itulah kondisi akhir zaman. Manusia-manusia busuk yang berkhianat dianggap sebagai orang jujur dan mendapat kepercayaan, sementara hamba-hamba Allah yang jujur mendapatkan pengkhianatan. Para mujahid dituduh sebagai teroris dan para teroris itu dipuji sebagai pemelihara keamanan.
Nabi telah berbicara tentang masa tersebut dimana seluruh ukuran telah rusak, beliau bersabda: “Sesungguhnya akan datang kepada manusia tahun-tahun tipu daya, dimana pendusta dibenarkan, sedangkan orang jujur didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang amanat dianggap pengkhianat, di masa itu ruwaibidhah berbicara. Beliau ditanya; “Apakah ruwaibidhah itu?” Beliau bersabda: “Orang bodoh yang berbicara tentang persoalan banyak orang.” (susi)
Leave a Reply