Problematika kehidupan anak sangat beragam. Ada yang hidup di tengah keluarga terdampak wabah Covid-19, ada yang hidup terlantar, ada pula yang menjadi yatim-piatu semenjak kecil.
Mereka adalah generasi masa depan bangsa ini, mereka juga sepantasnya dikasihi dan disayangi, tanpa perlu memandang status dan kondisi yang tengah dihadapi.
Inisiatif Zakat Indonesia perwakilan Kalimantan Timur berupaya meningkat derajat anak-anak tersebut melalui program Mulia Inisiatif. Anak-anak dari bermacam latar problematika itu mendapatkan bantuan sesuai kebutuhan mereka menggapai masa depan.
Di antara mereka terdapat Zahira (7) yang turut merasakan susahnya hidup terdampak pandemi Covid-19. Ia bersama keluarganya tinggal di sebuah kontrakan di daerah BDS.
Bungsu dari empat bersaudara itu menunggak biaya sekolah berbulan-bulan lamanya akibat sang ayah menjadi salah satu karyawan yang dirumahkan pihak perusahaan.
Di tengah lesunya perekonomian dalam negeri, perusahaan tidak lagi mampu menanggung beban operasional. Sang ibu lalu berusaha membantu dengan berjualan di depan kontrakan mereka.
‘Maju kena, mundur kena’ adalah istilah yang cocok merangkum kondisi hidup mereka. Minimnya minat pembeli menjadikan barang dagangan mereka kurang laku.
Lain halnya dengan Cahya Andromeda (12). Kedua orang tuanya berpisah semenjak sang ayah menjadi terdakwa kasus kriminal. Cahya kini kesulitan menemui keduanya.
Sang ibu memilih untuk menikah lagi dengan pria lain. Cahya kemudian dititipkan ke pihak pamannya, sedangkan sang ibu memilih tinggal di Pulau Jawa.
Tidak berselang lama, Cahya dikembalikan oleh sang paman kepada saudara kandungnya yang masih tinggal di rumah mertua. Setidaknya, pihak RT setempat memberikan perhatian kepada gadis itu dengan mengurus segala keperluan sekolahnya, serta berkas-berkas administrasi lainnya.
Anak berikutnya bernama Muhammad Rifky (11). Dirinya kini duduk di bangku kelas 5 SD. Bungsu dari tiga bersaudara itu menyaksikan bagaimana kerasnya hidup yang dilalui kakak-kakaknya akibat yatim-piatu.
Ketiga bersaudara itu hidup mengontrak bersama. Yang paling tua menjajakan layanan antar-jemput sebagai pengemudi ojek daring. Sedangkan kakak kedua Rifki bekerja menjadi pendamping kursus belajar.
Meski hidup sendiri tanpa ayah-ibu, mereka masih menjaga harga diri sebagai pemuda yang berdayaguna. Sesuatu hal yang jarang ditemui di era modern seperti ini.
Dari hasil bekerja kedua kakaknya itulah Rifky lanjut pendidikan hingga kini. Berkat kerja keras mereka biaya kontrakan terpenuhi meski harus terseok-seok.
Zahira, Cahya, dan Rifky adalah potret anak-anak Kalimantan yang memiliki beragam masalah hidup. Mereka terpaksa berlaku dewasa sebelum waktunya karena kondisi yang menimpa ketiganya.
Masing-masing mereka mewakili problematika kehidupan anak masa kini. Mereka juga mewakili semangat belajar anak-anak Kalimantan dari kelompok dhuafa.
Bantuan yang diberikan IZI Kalimantan Timur merupakan bagian dari aksi gotong royong berzakat memudahkan pendidikan anak dhuafa. Oleh karenanya, bantuan yang diberikan kali ini berupa santunan pendidikan untuk ketiganya.
Partisipasi dan peran donatur menjadi sangat penting untuk memudahkan problematika kehidupan anak-anak masa kini yang kian beragam. Semoga hal itu dapat terwujud melalui aksi gotong royong melalui zakat. (nico/izi kaltim/ed)
Leave a Reply