Dewasa ini terdapat beberapa pihak baik itu instansi/lembaga, komunitas, maupun individu, baik resmi atau tidak resmi yang menyediakan layanan qurban.
Seorang muslim yang hendak berqurban cukup menyerahkan sejumlah dana, baik tunai maupun transfer. Pihak penerima dana akan membelikan hewan qurban sesuai spesifikasi yang disepakati. Selanjutnya, pihak penerima akan menyembelih atas nama yang menyerahkan dana.
Pihak penerima dana, khususnya lembaga atau komunitas, tidak jarang membagikan daging qurban kepada masyarakat yang dinilai lemah dan membutuhkan, bahkan ke wilayah lain yang tergolong 3T (Terluar, Tertinggal, Termiskin). Dalam proses kerjanya, pihak penerima dana akan memberikan tanda terima, notifikasi, laporan, doa, hingga ucapan terima kasih atas kepercayaan pemberi dana atau donatur.
Berdasarkan alur di atas, takyif fiqhi yang berlaku antara pemberi dana dan penerima adalah wakalah, dimana penerima dana bertindak atas nama pemberi dalam kegiatan qurban. (Fiqih Muamalah Kontemporer III, Oni Sahroni, 2020, h.38-43)
Menurut Hanafiyah, wakalah adalah pendelegasian seseorang kepada orang lain atas nama dirinya untuk melakukan suatu perbuatan (tasharuf) yang dibolehkan syara’ dan diketahui bersama. Sedangkan menurut Sayafiiah, wakalah adalah ungkapan atas pendelegasian sesuatu dari seseorang kepada orang lain yang sebenarnya dapat dilakukannya sendiri dalam keadaan masih hidup, selama yang mendelegasikan mempunyai hak dan perbuatan yang dimaksud memang dapat diwakilkan. (Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, Al-Jaziri, 2003, h.iii/148)
Menurut Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (1968, h.v/63), wakalah dibolehkan dalam syariat Islam berdasarkan Alquran, Sunnah, dan Ijma’. Kaum muslimin membutuhkan wakalah untuk memenuhi hajat kebutuhan mereka, karena tidak mungkin semua individu dapat memeroleh apa yang ia butuhkan kecuali melalui perwakilan.
Imam Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid (2006, h.640) menukil pendapat Imam Malik dan Imam Syafii bahwa wakalah boleh dalam segala sesuatu kecuali dalam hal-hal yang dilarang berdasarkan ijma’, seperti dalam sebagian ibadah dan sejenisnya.
Secara prinsip, qurban disunahkan dilakukan sendiri oleh pequrban. Hal itu berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar RA, ia berkata, “Nabi SAW biasa menyembelih qurban di mushala (lapangan tempat shalat ied).” (HR Bukhari 982)
Juga riwayat Anas bin Malik RA, ia berkata “Rasulullah SAW berqurban dengan dua kambing berwarna putih kehitaman yang bertanduk. Beliau menyembelihnya dengan tangan sendiri dengan menyebut nama Allah, bertakbir, dan meletakkan kaki di atas badan hewan itu.” (HR Bukhari 55665 dan Muslim 1966)
Imam Ibnu Qudamah (1968, h.ix/456) berkata tentang hadist tersebut bahwa seorang pequrban diiutamakan memotong sendiri hewan qurbannya, tetapi jika diwakilkan kepada orang lain maka hal itu dibolehkan, karena Rasulullah SAW juga pernah mewakilkan penyembelihan kepada Ali bin Abi Thalib RA.
Diriwayatkan dari Jabir RA, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah menggiring 100 ekor unta. Ketika beliau ke tempat penyembelihan, beliau menyembelih 63 ekor dengan tangan sendiri, kemudian menyerahkan sisanya kepada Ali, lalu Ali pun menyembelihnya.” (HR Ibnu Hibban 4018 dan Ibnu Abi Sayaibah 14705, dishahihkan oleh Albani)
Hadits diatas belum menjelaskan apakah unta-unta yang dimaksud milik Rasulullah SAW sendiri ataukah milik kaum muslimin. Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Rasulullah SAW meminta Fatimah RA untuk menyaksikan hewan qurbannya disembelih. Rasulullah SAW juga diriwayatkan biasa atau selalu berqurban dengan kambing sehingga mempengaruhi pendapat yang mengatakan bahwa jenis hewan yang paling utama diqurbankan adalah kambing. Artinya, mewakilkan pengelolaan qurban kepada orang ke-2 sudah lazim pada zaman itu. Mirip dengan kepanitiaan qurban pada saat sekarang.
Selain dalam pengelolaan qurban, Rasulullah SAW juga pernah mewakilkan pembelian hewan qurban kepada Urwah bin Abi Ja’d RA. Rasulullah SAW memerintahkan agar membeli seekor kambing dengan memberinya 1 Dinar. Ia kemudian memperoleh 2 kambing dengan 1 Dinar tersebut. Di tengah perjalanan, datang seseorang yang menawar salah satu kambing seharga 1 Dinar lalu Urwah RA pun melepasnya dengan harga tersebut.
Urwah RA datang kepada Rasulullah SAW dengan membawa seekor kambing dan uang 1 Dinar. Ia berkata, “Ya Rasulullah, ini kambing Anda dan ini Dinar Anda.” Rasulullah SAW pun mendoakannya, “Ya Allah, berkahilah perdagangan Urwah.” (HR Baihaqi dalam Al-Kubra 11617, Daruquthni 2825, dan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 6/634)
Riwayat tersebut menjadi dalil yang menunjukkan bahwa seseorang boleh mewakilkan pembelian hewan qurban. Seseorang cukup menyerahkan sejumlah uang yang dengannya cukup untuk membeli hewan dan memberi upah bagi pihak yang mewakili dirinya.
Upah atau ujrah dalam perwakilan (al-wakalah bil ujrah) dalam qurban menjadi penting untuk diperhatikan, karena pengelola qurban tidak boleh menerima upah yang berasal dari hewan yang ia kelola, baik berupa daging atau hasil penjualan dari daging qurban. Oleh sebab itu, pengelola boleh menerima ujrah yang menjadi satu dengan dana yang diserahkan pequrban. (Lihat: Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd, 2018/455)
Bagaimana dengan sedekah dengan harta senilai hewan qurban?
Sedekah dengan cara membagikan uang atau harta lainnya senilai hewan qurban tidak dapat menyamai pahala dan keutamaan qurban. Demikian menurut Jumhur ulama. (Abu Malik, 2013: ii/379)
Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ (n.d, h.viii/425), berqurban lebih utama daripada sedekah tathawu’ berdasarkan hadits-hadits shahih yang menerangkan keutamaan qurban bagi yang mampu, hukum wajibnya menjadi ikhtilaf ulama berbeda dengan sedekah yang ulama sepakat akan kesunnahannya, dan karena qurban merupakan syiar yang perlu ditampakkan. Di antara generasi salaf yang berkata demikian antara lain Rabi’ah guru Imam Malik, Abu Al-Waqad, dan Imam Abu Hanifah.
Bagi muslim yang mampu untuk berqurban, maka diutamakan agar ia berqurban baik dilaksanakan sendiri maupun diwakilkan sebagaimana Rasulullah SAW pernah mewakilkan qurbannya kepada para sahabat. Ia dapat mewakilkan kepada saudara, tetangga, panitia masjid, maupun lembaga/instansi yang menyediakan program qurban.
Allahu A’lam
Baca artikel lainnya
https://izi.or.id/abon-kita-qurban-izi-solusi-qurban-di-tengah-pandemi-chef-ragil-kualitas-daging-lebih-terjaga/
Leave a Reply