Ber-qurban hukumnya sunnah muakkadah. Hal ini sesuai pendapat mayoritas ulama. Tapi, jika seseorang sudah berjanji (nadzar) lakukan qurban, maka hukumnya wajib.
Tersebut di dalam Alquran, surat Al-Hajj, ayat 29 yang menjelaskan wajibnya memenuhi nadzar dalam ber-qurban, “Dan hendaklah mereka menepati nadzar-nadzar (janji-janji) mereka.”
Para fuqaha telah sepakat bahwa seseorang yang telah bernadzar untuk berqurban maka ia wajib untuk menunaikannya. Tidak membedakan apakah ia kaya (mampu) atau tidak.
Saking pentingnya sebuah janji, setelah orang yang melakukan nadzar itu meninggal tapi belum memenuhinya, maka keluarga yang bersangkutan wajib untuk melaksanakan qurban atas nama dirinya.
Ada dua bentuk nadzar dalam ber-qurban yang diketahui. Bentuk yang pertama adalah nadzar mu’ayan, seperti ketika seseorang berkata, “Aku bernadzar untuk Allah akan mengurbankan kambing yang ini.”
Bentuk berikutnya adalah nadzar mutlaq, yang secara umum dapat dilihat seperti ucapan seseorang berikut, “Aku bernadzar untuk berqurban,” atau “Aku nadzar berqurban seekor kambing.”
Menurut kalangan Syafiiyah, barangsiapa ber-nadzar qurban mu’ayan, lalu sebelum di-qurbankan ternyata hewan cacat yang membuatnya tidak sah, maka ia tidak dapat membatalkan nadzar-nya dan tidak wajib mengganti dengan yang lain.
Adapun jika itu terjadi pada nadzar mutlaq maka ia wajib menggantinya dengan yang lebih baik. Pendapat kalangan Hanabilah sama dengan Syafiiyah, hanya saja dalam kasus nadzar mu’ayan mereka membolehkan mengganti dengan hewan yang lebih baik.
Hal itu agar tujuan qurban dapat tercapai, yaitu daging qurban untuk kemanfaatan penerimanya. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah: 5/78-79)
(Tulisan disadur dari artikel Biro Kepatuhan Syariah IZI)
Leave a Reply