Untuk sekadar berjalan pun ia kesulitan, tungkai kakinya terlalu kecil dan lemah untuk menopang tubuhnya, sehingga ia harus berjalan menggunakan kedua tangannya yang beralaskan sandal. Bajunya kumal, di punggungnya terdapat sejenis tas ransel kecil yang salah satu talinya membelit sebelah tungkai kakinya.
Perlahan laki-laki cacat itu merangkak ke tempat penerimaan donasi, panitia relawan yang melihatnya hampir saja mengusirnya karena mengira ia seorang peminta-minta. Namun alangkah terkejutnya semua orang di tempat itu, ketika laki-laki tersebut mengatakan, “Saya ingin menyumbang.”
Para petugas amal yang memang bertugas mengumpulkan donasi saat itu berusaha membantunya, namun ia ingin melakukan sendiri, memasukkan uang ke dalam kotak amal yang tingginya bahkan melebihi ukuran tubuhnya. Jumlah sumbangannya memang tidak seberapa, namun upayanya tersebut membuat haru siapapun yang menyaksikan.
Laki-laki itu cacat, miskin secara kasat mata, namun hatinya begitu kaya karena dalam kondisi kekurangan seperti itu pun ia masih ingin berbagi pada sesamanya.
Peristiwa tersebut terjadi di Negeri Cina, namun kita tetap dapat memetik ibrohnya bukan? Yakni tak perlu menunggu kaya raya untuk Bersedekah.
Bahkan Rasulullah Shalallaahu ‘alaihissalam menyatakan bahwa seseorang yang miskin bisa memiliki pahala sedekah yang melampaui pahala sedekah para orang kaya. Aneh ya? Bagaimana bisa demikian? Berikut ini Hadits lengkapnya:
“Sedekah satu dirham bisa melampaui 100 ribu dirham.” Orang-orang bertanya, “Bagaimana bisa?” Rasulullah menjawab, “Seseorang hanya memiliki dua dirham lalu menyedekahkan satu dirham, sedang orang yang lain memiliki harta melimpah lalu mengambil sejumput hartanya senilai 100 ribu dirham, lalu ia bersedekah dengannya. “(HR. an Nasa’i).
Hadits di atas menunjukkan bahwa bersedekah dalam jumlah kecil bukanlah masalah, dan bersedekah dalam jumlah besar bukanlah hal yang patut dibanggakan. Karena nominal sedekah kita dihitung dari persentase harta yang kita miliki.
Jika kita hanya memiliki uang seratus ribu Rupiah namun mengeluarkan sedekah sejumlah lima puluh ribu Rupiah, maka hal ini lebih besar pahalanya daripada seseorang yang bersedekah sepuluh juta Rupiah padahal memiliki harta sebanyak dua puluh Miliar Rupiah.
Dalam Hadits lain dijelaskan bahwa sedekah paling utama adalah sedekah yang dikeluarkan di saat susah. Yakni di saat seseorang sangat memerlukan uang, namun ia malah bersedia berbagi.
Dari Abu Hurairah dan ‘Abdullah bin Hubsyi Al Khots’ami, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya sedekah mana yang paling afdhol. Jawab beliau,
“Sedekah dari orang yang serba kekurangan.” (HR. An Nasa’i no. 2526. Hadits ini shahih)
Bukan berarti kita memaksakan diri untuk bersedekah padahal diri sendiri memerlukan. Ini seperti lilin yang terbakar demi menerangi sekitarnya. Islam tidak mengajarkan demikian, kita diminta bersedekah di luar kebutuhan pokok. Artinya, kita perlu mencukupi kebutuhan pokok diri sendiri dan keluarga terlebih dulu.
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ” Yang lebih dari keperluan.” (QS. Al Baqarah: 219).
Namun, berkaca dari apa yang dilakukan oleh laki-laki cacat dan Miskin di awal tulisan ini, yang tetap memberi sumbangan sekalipun kondisinya sendiri masih kekurangan, ini memperlihatkan hati yang kaya sehingga merasa cukup dengan apa yang dimiliki, ia bersedia berbagi sekalipun harta yang dipunya tidaklah banyak.
Sobat, apakah kita tidak malu jika jumlah saldo tabungan di bank begitu besar, namun saldo tabungan akhirat kita begitu sedikit hampir-hampir nol? Semoga kisah laki-laki cacat dan miskin yang bersedekah ini bisa mengetuk hati kita untuk mau turut berbagi.
Leave a Reply