Pernah nggak sih kamu atau orang terdekat merasa sayang banget buat buang barang-barang lama, bahkan yang udah rusak atau nggak dipakai bertahun-tahun? Kalau iya, bisa jadi itu bukan sekadar kebiasaan, tapi tanda dari hoarding disorder. Yuk, kenali lebih jauh soal gangguan ini, dari sisi kesehatan mental, ciri-ciri, sampai cara mengatasinya.
Apa Itu Hoarding Disorder?
Hoarding disorder adalah kondisi psikologis di mana seseorang terus-menerus menyimpan barang secara berlebihan dan kesulitan untuk membuangnya meskipun barang tersebut sudah tidak berguna. Bedanya dengan kolektor? Kalau kolektor biasanya menyimpan barang tertentu yang teratur dan punya nilai, penderita hoarding disorder cenderung menyimpan semuanya tanpa batas, termasuk sampah sekalipun.
Gangguan ini diakui secara resmi dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5) oleh American Psychiatric Association sejak tahun 2013 .
Berikut adalah ciri-ciri utama hoarding disorder yang perlu dikenali:
- Kesulitan Membuang Barang
Individu dengan hoarding disorder mengalami kesulitan luar biasa saat harus membuang barang, bahkan jika barang tersebut sudah rusak, tidak berfungsi, atau tidak memiliki nilai ekonomi maupun sentimental. Mereka sering merasa bahwa barang itu “masih bisa berguna suatu saat nanti” . - Keterikatan Emosional Berlebihan pada Benda
Ada keterikatan emosional yang tidak rasional terhadap barang-barang, seolah-olah membuang barang sama dengan kehilangan bagian dari diri mereka. Hal ini dapat memicu rasa sedih mendalam, cemas, atau bahkan panik . - Kecemasan atau Rasa Bersalah Saat Membuang Barang
Perasaan bersalah atau kecemasan ekstrem muncul saat membuang barang, sehingga proses decluttering menjadi sangat menyiksa secara emosional . - Penumpukan Barang Secara Ekstrem
Barang menumpuk hingga menghambat fungsi ruangan — misalnya, tempat tidur tidak bisa dipakai untuk tidur, dapur tidak bisa digunakan untuk memasak, atau kamar mandi dipenuhi kardus dan benda lain . - Lingkungan Menjadi Tidak Higienis
Karena banyaknya barang dan kurangnya pembersihan rutin, ruangan menjadi sangat kotor, lembap, bahkan bisa muncul hama. Ini juga meningkatkan risiko kesehatan fisik . - Kesulitan Mengorganisasi Barang
Barang disimpan secara acak, tidak dalam sistem yang rapi atau logis, sehingga sering kali penderita sendiri tidak tahu apa yang mereka miliki atau di mana letaknya . - Perilaku Penundaan
Penderita sering menunda aktivitas merapikan rumah atau membuang barang. Hal ini bisa karena mereka kewalahan, merasa bingung harus mulai dari mana, atau takut membuat keputusan yang salah . - Gangguan dalam Kehidupan Sosial dan Keluarga
Mereka cenderung menghindari menerima tamu karena malu atas kondisi rumah. Dalam kasus parah, bisa terjadi konflik dengan anggota keluarga atau bahkan isolasi sosial . - Keyakinan Tidak Realistis terhadap Fungsi Barang
Misalnya, menyimpan potongan kabel, baju sobek, atau bungkus plastik karena merasa suatu saat akan membutuhkannya, walau kenyataannya tidak pernah digunakan bertahun-tahun . - Kesulitan Menyadari bahwa Penumpukan Itu Masalah
Dalam banyak kasus, penderita hoarding disorder tidak menyadari bahwa perilaku mereka bermasalah, atau mereka menyangkal bahwa penumpukan itu berdampak negatif bagi hidup mereka (poor insight).
Cara Mengatasi Hoarding Disorder
Kabar baiknya, hoarding disorder bisa diatasi dengan langkah yang tepat. Ini beberapa cara yang bisa dicoba:
- Minta Bantuan Profesional
Psikolog atau psikiater bisa membantu dengan terapi, seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT), yang terbukti efektif untuk menangani gangguan ini.
- Decluttering Secara Bertahap
Jangan langsung buang semua barang sekaligus. Mulai dari satu sudut ruangan, dan buang barang berdasarkan kategori: rusak, tak terpakai, atau duplikat.
- Bangun Sistem Penyimpanan yang Rapi
Bantu diri sendiri dengan membuat sistem penyimpanan yang teratur. Jika suatu barang tidak digunakan dalam 6-12 bulan, kemungkinan besar kamu memang tak membutuhkannya.
- Libatkan Orang Terdekat
Dukungan keluarga atau sahabat bisa membuat proses ini lebih mudah. Tapi ingat, jangan menghakimi penderita — justru beri empati dan motivasi.
- Fokus Pada Manfaat Ruang Kosong Ingatkan diri sendiri bahwa ruang kosong itu memberi ketenangan. Rumah yang lega dan bersih bisa membantu pikiran jadi lebih jernih.
Kalau kamu merasa artikel ini relate, jangan ragu untuk cari bantuan profesional. Dan kalau ada teman atau keluarga yang menunjukkan ciri-ciri serupa, beri dukungan dengan empati bukan dengan penilaian yang menyudutkan.
Sumber:
- https://sethgillihan.com
- https://www.sactownmag.com/from-the-uncluttered-desk-of-dr-robin-zasio
- https://www.mitrakeluarga.com/artikel/hoarding-disorder
- Halodoc
Ayu L Mukhlis
Leave a Reply