Warung mi ayam milik Nunung berdiri satu bangunan dengan kontrakan yang disewanya tiap bulan. Ruangan itu memiliki ukuran 1,5 x 1,5 meter, dan tepat berada di pinggir Sungai Ciliwung. Tiap kali hujan besar, air sungai akan meluap dan masuk ke dalam ruangan tempat Nunung bersama anak keduanya tinggal.
Tiap Sabtu dan Minggu warung mi ayam itu dibuka. Setiap datang pembeli, dapur kontrakan difungsikan melayani mereka menyantap masakan buatannya.
Di hari-hari biasa Nunung hanyalah seorang buruh kuli cuci. Wanita itu juga membantu pembuatan kue-kue milik tetangga demi bertahan hidup di ibukota serta menyekolahkan Nabila, anaknya yang kini duduk di bangku kelas 2 SD.
Kontrakan kecil dekat pinggir Kali Ciliwung di Jl. Munggang, Gg. H. Mursalih, RT. 004/001, Kel. Bale Kambang, Kramat Jati, Jakarta Timur itu tampak fungsionalis. Meski mi ayam Nunung memiliki pelanggan tetap, ia menginginkan sebuah gerobak yang dapat memudahkan mobilitas dirinya berdagang.
“Dagang mi ayam di kontarakan justru menyulitkan saya, pak. Tidak praktis. Saya kesulitan karena juga harus menggunakan dapur ini melayani pembeli,” aku Nunung.
Sebagai pengusaha kecil, pedagang mi ayam itu juga melek akan teknologi. Nunung memaksimalkan perangkat selular yang dimilikinya untuk menerima pesanan secara daring, meski belum bermitra dengan penyedia layanan konten berbasis ojek online.
“Saya pakai hape ini untuk terima pesanan mi ayam dari tetangga atau pembeli tetap. Di waktu yang sama, perangkat ini dipakai anak saya melaksanakan sistem belajar jarak jauh,” terangnya lagi.
Semenjak lama dirinya memiliki harapan untuk berdagang menggunakan gerobak. Selain alasan agar lebih mandiri dalam berusaha, ia hendak memperluas wilayah dagangannya agar lebih banyak lagi pembeli yang datang.
Harapannya tersebut sampai juga ke meja layanan mustahik Inisiatif Zakat Indonesia (IZI). Melalui sejumlah proses asesmen dan pendataan yang dilaksanakan secara langsung oleh tim verifikasi, Nunung dinyatakan layak mendapat bantuan modal usaha berupa gerobak dagang dari dana zakat.
Rangka gerobak mi ayam milik Nunung didominasi oleh papan kayu. Ia membawanya berkeliling lalu menentukan spot di dekat lokasi pemancingan sebagai tempatnya berjualan.
Diakuinya, lokasi di dekat pemancingan lebih banyak mendatangkan pembeli karena aktivitasnya yang tak pernah sepi. Dari segi pendapatan juga meningkat. “Setiap jualan di lokasi dekat pemancingan ini mi ayam saya bisa laku hingga 40 mangkuk lebih. Kalau dihitung-hitung bisa mencapai 500 ribu rupiah,” terangnya sembari melayani pembeli. (murry/ed)
Leave a Reply