JAKARTA – Amil dan Pohon Kurma (Bagian Kedua)
Tulisan : Nana Sudiana
Editor : Muhammad Tegar
Godaan Media Tanpa Jeda
Sebagai amil zakat, terkadang berita tentang apapun seakan penting untuk dilihat, dibicarakan dan diberikan solusinya. Apalagi kalau sudah menyangkut kesusahan orang, masalah sosial kemanusiaan atau masalah kemiskinan. Bagi para amil, masalah-masalah ini serenyah keripik, tak berhenti bila belum terselesaikan. Bagi amil zakat, seluruh masalah rakyat miskin ini selalu menarik.
Dalam benak mereka, selalu ada pekerjaan rumah. Entah kapan selesainya. Ada banyak PR yang terasa segera harus dituntaskan. Sejak mereka ini menjadi amil, entah kenapa, seolah pikiran-nya telah ter-instal untuk terus berusaha membantu sesama, entah kapan dan dengan cara bagaimana. Dalam benak para amil, kehidupan boleh terus bergerak, namun soal kehidupan berbangsa dan bermasyarakat ini harus terus berubah ke arah yang lebih baik. Termasuk perubahan kehidupan dalam bingkai kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin di seluruh negeri ini.
Sudah dua dekade regulasi zakat hadir di negeri ini. Impian para amil ternyata belum tuntas dan terselesaikan. Orang-orang miskin terserak dan sebagian mereka mati dalam kemiskinan-nya. Orang-orang ini bahkan ketika isoman, banyak yang tak tertolong, dan akhirnya meninggal dunia hingga (mohon maaf) sebagian jasadnya ada yang membusuk karena tak ada yang tahu.
Hingga hari ini, para amil masih belum bisa tersenyum bahagia, mereka semua belum melihat zakat benar-benar mengatasi banyak masalah umat dan membuat bangga kaum muslimin di negeri ini. Ada pekerjaan besar menanti di hadapan, dan ada tantangan yang tak semakin mudah yang harus diselesaikan. Mereka semua ingin melihat kerukunan, kedamaian serta kesejahteraan mewujud nyata di negeri ini.
Para amil yang kini bergabung di gerakan zakat saat ini mewakili genre baru. Para millenial yang sarat dengan semangat dan jejaring yang luas. Walau mereka ini muda-muda, tapi talenta dan dedikasi mereka tak bisa dipandang sebelah mata. Mereka idealis, tapi dengan gaya muda-nya tentu saja punya kebebasan berkreasi lebih banyak untuk memajukan gerakan zakat.
Anak-anak muda yang belum lama bergabung di gerakan zakat ini ibarat akar pohon kurma, ia akan menjadi energi besar perubahan lansekap gerakan zakat nusantara. Mereka memang bukan ahli yang sebelumnya ada di dunia kerja lalu pensiun dan menikmati masa tua dengan mengabdi sebagai amil. Mereka justru anak-anak brilian dari beragam kampus terbaik yang kini mulai berlompatan ke gerakan zakat dan mulai mengisi kantong-kantong SDM strategis di berbagai lembaga dan badan pengelola zakat.
Para amil muda ini dulunya banyak yang jadi aktivis kampus. Mereka ini selain bertalenta, punya pengalaman panjang mengurus orang dan menghadapi beragam masalah. Para amil ini yang kelak akan menjadi “agent of change” gerakan zakat dan memulai peran-peran baru yang strategis untuk menyelesaikan satu demi satu “batu masalah” yang menghambat kemajuan gerakan zakat.
Saat ini mungkin sebagian mereka masih belajar menjadi ahli, juga menjadi bijak. Namun potensi dasarnya sangat luar biasa. Mereka yang ke depan justru akan mengubah banyak cara bermain dan cara berperan gerakan zakat di ekosistemnya yang menuju proses digitalisasi.
Saat ini mereka seolah terpisah di banyak lembaga, namun jangan salah, dengan caranya sendiri, mereka akan menyatukan kemampuan terbaik mereka bila saatnya diperlukan. Mereka ini, nantinya bersama amil-amil senior seolah para jagoan Marvels yang akan berkumpul bersama, antar generasi dan genre untuk bersatu melawan musuh bersama. Dan di gerakan zakat jelas, musuh bersamanya adalah kemiskinan dan kebodohan.
Baca ke Halaman Selanjutnya
Leave a Reply