Hitamnya warna kulit, rendahnya kasta dan hinanya budak belian tidak menutup pintu baginya untuk menempati posisi mulia setelah ia masuk islam. Itu semua ia peroleh dengan kejujuran, kesungguhan, kesucian hati dan perjuangan tiada henti.
Bilal adalah seorang Habsyi dan berkulit hitam. Takdir telah membawa nasibnya menjadi budak bani Jumah di kota Mekkah, karena ibunya juga seorang budak mereka.
Kehidupan tidak berbeda dengan budak biasa. Hari-harinya berlalu dengan hampa. Ia tidak memiliki hari ini, tidak juga hari esok.
Ia mulai mendengar tentang Muhammad ketika seorang Mekkah mulai membicarakannya. Sering kali ia mendengar Umayah membicarakan Rasulullah, penuh dengan rasa kebencian dan kemarahan. Namun gambaran tentang Muhammad dan agama barunya bisa ditangkap oleh Bilal. Ia mendengar mereka membicarakan sifat-sifat Muhammad, jujur, selalu menempati janji, pribadi yang luhur, berakhlak mulia, berhati bersih dan cerdas.
Suatu hari bilal datang menemui Rasulullah, hatinya bergetar oleh sentuhan cahaya itu kemudian Bilal masuk islam. Berita keislaman Bilalpun menyebar . para tokoh bani Jumuah pusing tujuh keliling. Kepala mereka yang penuh dengan kesombongan dan tipu daya itu seakan mau pecah. Keislaman satu budak beliannya merupakan tamparan keras kewajahnya.
Orang Habsyi yang menjadi budak mereka itu masuk islam dan menjadi pengikut Muhammad ?
“Huh, tidak mengapa. Tunggulah! Sebelum matahari terbenam, pasti keislaman budakku ini sudah terbenam terlebih dulu, “ kata Umayah dalam hati.
Ternyata matahari pun terbenam tanpa diikuti terbenamnya keislaman Bilal. Bahkan suatu saat nanti, matahari terbenam dan membenamkan berhala-hala jahiliah dan pemujanya.
Seakan Allah menjadikannya symbol teladan, bahwa hitamnya warna kulit dan status sebagai budak belian, sama sekali tidak menghalangi kebesaran jiwa, ketika jiwa telah mengenal Tuhan dan mengetahui apa yang harus dilakukan.
Bilal telah memberikan pelajaran kepada orang-orang dizamannya dan setiap zaman, kepada orang-orang yang seagamanya dengannya dan yang tidak seagama. Pelajaran bahwa kemerdekaan jiwa dan kebebasaan nurani, tidak dapat ditukar dengan emas sebanyak apapun atau tidak akan goyah dengan siksa seberat apapun.
Ia dibaringkan di padang pasir yang telah berubah menjadi pasir neraka yang sangat panas, lalu ditindih dengan batu besar yang juga panas. Ia seperti berada diantara dua bara api.
Siksaan kejam dan biadab ini mereka ulangi setiap hari, hingga beberapa algojonya merasa kasian kepadanya. Mereka mau melepaskan Bilal asalkan ia mau sedikit saja memuji Tuhan-Tuhan mereka, agar orang-orang Quraisy tidak mencibir mereka atas ketidak berdayaan mereka menghadapi budak sendiri.
Bilal tidak akan memuji tuhan-tuhan itu. Dan sebagai gantinya Ia melantunkan slogan abadinya, “Ahad…Ahad..”
Para algojo penyiksa berkata, “sebutlah Tuhan Lata dan Tuhan Uzza.”
Namun Bilal menjawab, “Ahad…Ahad…”
Mereka berkata, “katakanlah seperti yang kami katakan.”
Ia menjawab dengan sedikit diplomatis yang menyudutkan para penyiksanya, “bibirku tidak mampu mengucapkannya.”
Konsekuensinya, bilal harus menahan teriknya matahari dan panasnya batu padang pasir. Disore hari, batu itu disingkirkan. Sebagai gantinya, Bilal diikat ditiang kayu, lalu mereka menyuruh anak-anak kecil untuk melemparinya dengan batu. Ia terus melantunkan, “Ahad…Ahad..”
Dimalam hari, mereka memberikan tawaran kepada Bilal, “Besok, kamu harus mengatakan yang baik-baik terhadap Tuhan-Tuhan kami . katakanlah ‘Tuhanku adalah Lata dan Uzza’. Kami akan melepaskanmu. Kami telah menyiksamu. Namun, sepertinya kami yang tersiksa.”
Bilal menggelengkan kepala dan menyebut, “Ahad..Ahad..”
Umayah bin Khalaf marah dan geram, lalu memukul Bilal, hai budak celaka. Demi Tuhan Lata dan Uzza, akan kujadikan kamu sebagai contoh bagi bangsa budak dan majikan-majikan mereka ! “ Dengan hati yang teguh dan suci, Bilal menjawab, “Ahad…Ahad..”
Waktu pagi tiba. Siang pun menjelang. Bilal dibawa kepadanng pasir. Ia dihadapi siksaan itu dengan sabar, tabah, teguh tak tergoyahkan.
Abu Bakar ra. Mendatangi mereka yang sedang mengyiksa Bilal. Ia berkata, “Apakah kalian akan membunuh seorang kalian dia mengatakan ‘Tuhanku adalah Allah’
Ia berkata kepada Umayah, “Berilah harga yang lebih mahal dari harganya, dan biarkan dia merdeka.”
Mereka menerima tawaran Abu Bakar. Sejak saat itu, Bilal bukan lagi budak belian. Ia sama seperti orang-orang merdeka lainnya.
Setalah Rasulullah Saw bersama kaum muslimin hijrah dan menetap di Madinah, beliau pun mensyariatkan azan untuk melakukan shalat. Siapakah kiranya yang menjadi muaazin untuk shalat sebanyak 5 kali dalam sehari semalam ? Siapakah yang suara takbir dan tahlilnya akan berkumandang keseluruh penjuru kota madinah ?
Dialah Bilal yang telah menyerukan, “Ahad…Ahad…” ketika diterpa siksaan 13 tahun yang lalu.
Nurul Rohmah
(Dari Berbagai Sumber )
Leave a Reply