IZI Support kegiatan Cooking Class yang diadakan oleh SD Islam Himmatun Ayat Surabaya (14/2). Aneka masakan yang mereka buat kali ini adalah es cincau gula aren (murid kelas 1 dan 2), pisang goreng keju coklat (kelas 3 dan 4), dan nasi lauk capcay (kelas 5 dan 6).
Acara memasak itu merupakan agenda sekolah setiap satu semester sekali. Dan kali ini dibarengi dengan Hari Peningkatan Gizi yang biasanya dilaksanakan setiap satu bulan sekali. Lokasi memasak dilakukan di koridor sekolah yang beralamat di Jalan Wonorejo IV No. 96 Surabaya.
“Beras dari IZI kami gunakan untuk acara tersebut. Atau untuk tambahan sembako di Pondok, tempat bermukim separuh dari anak-anak kami,” sambut Sahroni, Kepala Sekolah.
Setiap bulan sejak 2017, IZI rutin menyalurkan beras untuk kebutuhan makan di Hari Peningkatan Gizi tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk mengajak anak-anak merasakan makanan yang jarang mereka makan di rumah atau pondok (panti asuhan). Seperti makan ayam goreng kekinian.
Sekolah tingkat dasar yang memberikan pelayanan sekolah gratis bagi anak yatim dan terlantar itu telah memiliki 101 murid sejak 2014. Separuh dari mereka tinggal bersama keluarga, sedang 50% lainnya tinggal di Pondok. Adapun proporsi guru, yakni seorang Kepala Sekolah, 6 guru kelas, dan 3 guru tahfidz.
Bagi Dias Stifany, selaku pengurus yayasan, pendidikan terpenting bagi anak-anak dengan latar belakang keluarga seperti itu adalah memperbaiki akhlak dan menghafalkan Al-Qur’an. Mereka tidak dituntut untuk juara di pelajaran umum tetapi memandu mereka agar berperilaku baik.
“Kami fokus menjadi sosok ibu atau ayah bagi mereka. Anak-anak tersebut saya nilai sangat kurang di peran orangtua dalam mengajarkan akhlak,” katanya.
Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak yang tidak diketahui secara jelas keberadaan orang tuanya. Beruntung bagi ibu atau ayah yang mau merawat mereka. Karena tak jarang, mereka dirawat oleh keluarga yang mau merawat mereka. Kalua tidak sanggup, barulah mereka masuk ke Pondok.
Lingkungan sangat berpengaruh dalam perkembangan sikap dan karakter mereka. Mereka tidak mendapatkan figur ayah yang baik, butuh contoh ibu yang baik. Bahwa kondisi ekonomi yang pas-pasan memaksa orang tua mereka bekerja lebih giat sehingga lupa untuk mengajarkan kebaikan serta membimbing akhlak mereka.
Salah satu anak mengaku jika dia tidak tahu mengapa ibunya memilih menitipkannya kepada Pondok selama kurang lebih 2 tahun. Sejak usia 4 tahun sampai kelas 2 SD, anak tersebut harus menerima kenyataan tinggal bersama anak-anak sebaya di Pondok.
Anak-anak tidak bisa memilih akan hidup seperti apa nantinya. Ditelantarkan orangtua dengan membuang bayi mungil di tong sampah. Atau dititipkan langsung ke Pondok.
Akan tetapi telah menjadi tugas lembaga zakat untuk memberikan bantuan kepada mereka. Agar tenang kehidupan mereka. (susi/izijatim)
Leave a Reply