Ibadah qurban adalah suatu jenis ibadah yang dilaksanakan dalam rangka mendekatkan diri hamba kepada Allah SWT. Istilah ‘qurban’ selanjutnya dikenal pula dengan penyembelihan atau dzabh.
Menurut Imam Ibnu Abidin dalam Dur Mukhtar dan Imam As-Shan’ani dalam Subulussalam, udhhiyah atau qurban adalah hewan yang disembelih dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan syarat-syarat tertentu dan dilaksanakan mulai dari hari Nahr (10 Dzulhijjah).
Allah Swt mengabarkan kepada kita tentang sejarah qurban, bahwa syariat tersebut bermula semenjak zaman Nabi Adam As. Disebutkan dalam surah Al-Maidah ayat 27 tentang kisah dua putra Nabi Adam As yang melaksanakan qurban.
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban (qurbaanaa), maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil).”
Syariat qurban ditegaskan kembali oleh Allah Swt dalam kitab-Nya ketika menceritakan kekasih-Nya, Nabi Ibrahim As dan puteranya, Ismail As. Nabi Ibrahim As pernah berdoa, “Ya Tuhanku, anugrahkan-Lah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh!” (QS As-Shafat: 100) Beliau berdoa meminta agar dikaruniai keturunan yang shalih bahkan sebelum Allah Swt menciptakan keturunan tersebut.
Kesalihan sang anak terbukti ketika ia menyambut perintah Allah Swt untuk disembelih. Ketika ia beranjak dewasa, datanglah perintah itu melalui mimpi sang ayah. Tidaklah mimpi seorang nabi melainkan adalah wahyu.
Sebagai seorang ayah sekaligus nabi yang sebenarnya memiliki kuasa atas anaknya, Nabi Ibrahim As tidak serta merta melaksanakan perintah tersebut melainkan melalui musyawarah terlebih dahulu bersama sang anak.
Musyawarah antara keduanya bukanlah karena ragu-ragu, melainkan mempersiapkan pelaksanaan perintah Sang Ilahi. Sudah menjadi tabiat manusia bahwa perkara yang dihasilkan melalui musyawarah akan memberi pengaruh lebih kuat daripada sekadar menjalankan perintah begitu saja.
“Laksanakan apa yang diperintahkan kepadamu, Ayah!” merupakan jawaban Ismail As sebagai ayahnya, Nabi Ibrahim As.
Perintah mengorbankan anak benar-benar menjadi ujian yang berat bagi Nabi Ibharim As. Tidakkah beliau baru dikaruniai keturunan tatkala usianya memasuki 86 tahun, sedangkan pada saat itu Ismail As adalah anak satu-satunya bagi beliau!
Dengan dilaksanakannya perintah berkurban itu, tidak-Lah Allah Swt menginginkan darah ataupun dagingnya, melainkan Allah Swt menghendaki hamba-Nya berserah diri, tunduk, dan yakin kepada-Nya. Oleh sebab itu, Allah Swt mengganti posisi Nabi Ismail As dengan domba yang kemudian disembelih oleh Nabi Ibrahim As.
Qurban mulai disyariatkan kepada umat Nabi Muhammad Saw pada tahun ke-2 Hijriah. Tahun dimana diperintahkan shalat Ied dan zakat maal (Hasyiah Bujairimi ‘ala Syarh Al-Minhaj: iv/294).
Hikmah disyariatkannya qurban kepada umat Islam antara lain; (1) bersyukur kepada Allah Swt atas limpahan karunia-Nya, (2) menghidupkan sunnah Nabi Ibrahim As yang diperintahkan menyembelih hewan sebagai pengganti anaknya pada hari Nahr, (3) mengingatkan kaum mukminin pada ketabahan Nabi Ibrahim As dan Ismail As, dimana keduanya mengutamakan ketaatan dan kecintaan kepada Allah daripada kepada diri dan anak keturunan.
(Tulisan merupakan keluaran resmi dari Biro Kepatuhan Syariah Inisiatif Zakat Indonesia)
Leave a Reply