Pernikahan sederhana kini makin banyak dilirik, terutama oleh pasangan muda. Akad di masjid, resepsi kecil di resto dengan undangan terbatas, dekorasi minimalis, dan suasana yang hangat—bukan karena pelit, tapi karena ingin menikah tanpa membebani. Banyak yang berpikir, “Untuk apa memaksakan pesta besar kalau akhirnya stres, hutang, atau sekadar ikut-ikutan gengsi?”
Tapi di sisi lain, tidak sedikit orang tua yang masih memegang teguh tradisi: resepsi besar, tamu ratusan, dan tampil “wah” di depan keluarga besar. Bagi mereka, pernikahan adalah momen sekali seumur hidup, jadi harus “meriah”. Dan di sinilah sering muncul perbedaan pandangan—antara keinginan anak yang ingin menikah simpel, dan orang tua yang menginginkan kemeriahan.
Lalu, bagaimana caranya agar orang tua bisa memahami dan mengizinkan konsep pernikahan yang sederhana?
1. Jelaskan Niat dan Alasan dengan Jujur
Mulailah dengan menjelaskan alasan kenapa kamu ingin pernikahan yang sederhana. Bukan karena tidak menghargai tradisi, tapi karena kamu ingin memulai pernikahan dengan tenang—tanpa tekanan biaya, lebih baik dananya digunakan untuk bekal pernikahan.
Contoh pendekatan:
“Aku ingin lebih fokus ke kehidupan setelah nikah, bukan hanya di hari H. Lebih baik dananya disiapkan untuk tempat tinggal atau kebutuhan rumah tangga.”
2. Tegaskan Bahwa Ini Pilihan, Bukan Karena Terpaksa
Banyak orang tua mengira konsep sederhana itu karena keterbatasan finansial. Padahal, ini soal prinsip. Jelaskan bahwa pernikahan sederhana adalah keputusan sadar, bukan karena tidak mampu.
“Bukan karena tidak bisa, tapi karena kami tidak ingin membuang-buang untuk sesuatu yang hanya sehari. Yang penting sah dan berkah.”
3. Tawarkan Rencana yang Tetap Menghargai Keluarga Besar
Boleh sederhana, tapi tetap ada ruang untuk silaturahmi. Mungkin kamu bisa buat dua sesi: akad dan syukuran kecil. Atau, undangan terbatas dengan tetap mengundang orang-orang penting bagi orang tua.
Ini menunjukkan bahwa kamu tetap memikirkan keluarga dan lingkungan, bukan egois ingin “nikah cepat dan kabur.”
4. Beri Contoh Pasangan yang Sukses dengan Konsep Simpel
Kadang orang tua lebih percaya kalau ada bukti. Tunjukkan pasangan lain—baik dari keluarga, tetangga, atau tokoh publik—yang menikah secara sederhana dan tetap bahagia.
Bisa dengan video, foto, atau kisah nyata yang relatable. Intinya, buat orang tua merasa bahwa ini bukan “gaya hidup aneh” tapi sesuatu yang masuk akal dan wajar.
5. Libatkan Mereka, Bukan Mengabaikan
Konsep sederhana bukan berarti tidak melibatkan orang tua. Justru sebaliknya—minta pendapat mereka, tunjukkan bahwa kamu tetap ingin mereka ikut dalam proses. Saat orang tua merasa dilibatkan, biasanya mereka akan lebih lunak.
“Kita bisa sama-sama diskusikan. Kalau ada bagian yang penting menurut Ibu atau Bapak, aku mau dengar dan pertimbangkan.”
6. Tawarkan Solusi Tengah
Kalau orang tua masih ingin “sedikit meriah”, coba cari titik temu. Mungkin bisa pakai aula RW, atau undangan dua gelombang (siang & sore), atau dekorasi sederhana tapi tetap estetik. Tidak harus mahal, yang penting semua merasa dihargai.
Ini menunjukkan bahwa kamu fleksibel, tidak kaku, dan tetap menghormati keinginan mereka.
7. Yakinkan dengan Komitmen
Pernikahan bukan cuma soal konsep acara, tapi juga kesiapan menjalani kehidupan setelahnya. Tunjukkan bahwa kamu dan pasangan sudah berpikir matang, bukan hanya soal hemat-hemat bujet.
Karena kadang, alasan orang tua bersikeras di resepsi adalah karena mereka ragu kamu sudah siap—jadi pastikan kamu bisa meyakinkan dari sisi mental juga.
Menikah dengan sederhana bukan berarti mengurangi makna. Justru bisa jadi lebih sakral, lebih intim, dan jauh dari tekanan sosial. Yang penting bukan pesta besar, tapi langkah awal menuju rumah tangga yang sehat dan bertumbuh.
Ayu L Mukhlis
Leave a Reply