Susbtansi nadzar adalah ketika seseorang menjadikan suatu amal yang pada prinsipnya tidak wajib menjadi wajib atas dirinya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT (qurbah) dan dinyatakan dengan ucapan. (Lihat: Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, 2013: 2/315)
Hukum asal qurban menurut Jumhur ulama adalah sunnah muakkadah, tetapi menjadi wajib jika seseorang telah bernadzarkannya. Bahkan setelah orang tersebut meninggal tapi belum menunaikan nadzar maka keluarganya wajib untuk melaksanakan atas nama dirinya.
Selain dengan mengucap ‘saya bernadzar’, ucapan seseorang tentang qurban juga dapat dihitung sebagai wajib, seperti ketika ia berkata, “(Hewan) ini untuk Allah,” atau “(Hewan) ini untuk qurban.” Bahkan menurut Imam Malik, ketika seseorang telah membeli hewan dengan niat qurban maka ia wajib untuk menqurbankannya. (Fiqh Sunnah, Sayid Sabiq, 2018: 3/189-190)
Dalil yang menunjukkan wajibnya seseorang untuk melaksanakan nadzar qurban adalah berdasarkan ayat Alquran, hadits Nabi SAW, dan ijma’. Allah SWT berfirman:
وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ
“Dan hendaklah mereka menepati nadzar-nadzar mereka.” (QS Al-Hajj: 29)
Imam Ibnu Katsir (Tafsir Al-Quran Al-Azhim, 2008: 5/265-266) menukil riwayat dari Ibnu Abbas RA bahwa yang dimaksud nadzar dalam ayat adalah menyembelih unta, riwayat Ibrahim bin Maisarah dari Mujahid bahwa nadzar tersebut adalah qurban, dan riwayat dari Laits bin Abi Sulaim dari Mujahid bahwa nadzar tersebut adalah semua nadzar yang telah tiba waktunya.
Dalil hadits Nabi SAW di antaranya adalah dari riwayat Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
من نذر أن يطيع الله فليُطعْهُ، ومن نذر أن يعصيه فلا يَعْصِه
“Barangsiapa yang bernadzar menaati Allah maka lakukanlah, dan barangsiapa yang bernadzar membangkang kepada-Nya maka jangan dilakukan!” (HR Bukhari 6696)
Ibadah qurban termasuk salah satu amalan qurbah dan ketaatan kepada perintah Allah SWT, oleh sebab itu jika seseorang telah menadzarkan ketaatan tersebut maka wajib baginya untuk menunaikan.
Juga hadits Nabi SAW dari Umran bin Hushain RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
ثم يجيء قوم ينذرون ولا يوفون، ويخونون ولا يؤتمنون، ويشهدون ولا يُستشهدون
“Kemudian akan datang kaum yang bernadzar tapi tidak menepati, berkhianat dan tidak dapat dipercaya, dan bersaksi padahal tidak diminta kesaksian.” (HR Bukhari 2561 dan Muslim2535)
Rasulullah SAW dalam hadits tersebut secara umum mencela siapa saja yang bernadzar tetapi tidak ditepati. Termasuk nadzar qurban, karena qurban termasuk ketaatan kepada Allah SWT.
Para fuqaha telah sepakat bahwa seseorang yang telah bernadzar untuk berqurban maka ia wajib untuk menunaikannya. Tidak membedakan apakah ia kaya (mampu) atau tidak.
Bentuk-bentuk nadzar dalam qurban dapat berupa nadzar mu’ayan, seperti ketika seseorang berkata, “Aku bernadzar untuk Allah akan mengurbankan kambing yang ini.” Atau nadzar mutlaq seperti ucapan seseorang, “Aku bernadzar untuk berqurban,” atau “Aku nadzar berqurban seekor kambing.”
Menurut kalangan Syafiiyah, barangsiapa yang bernadzar qurban mu’ayan, lalu sebelum diqurbankan ternyata hewannya terkena cacat yang membuat tidak sah maka ia tidak dapat membatalkan nadzarnya dan tidak wajib mengganti dengan yang lain. Adapun jika itu terjadi pada nadzar mutlaq maka ia wajib menggantinya dengan yang lebih baik.
Pendapat kalangan Hanabilah sama dengan Syafiiyah, hanya saja dalam kasus nadzar mu’ayan mereka membolehkan mengganti dengan hewan yang lebih baik. Hal itu agar maqsud (tujuan) qurban dapat tercapai, yaitu daging qurban untuk kemanfaatan penerimanya. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah: 5/78-79).
Allahu A’lam
Baca juga: Qurban untuk Keluarga yang Sudah Meninggal
Leave a Reply