“Tanjakan” memiliki sifat naik ke atas, sebagaimana pengertiannya sebagai bagian jalan yang mendaki.
Secara harfiah, Rumah Makan Tanjakan berada tepat di atas tanjakan jalan dusun Dangiang Timur Tengah, desa Dangiang, Kec. Kayangan, Lombok Utara. Namun secara omset, rumah makan tersebut mengalami penurunan hingga berkali-kali lipat.
Jika sebelum gempa keuntungan selama sebulan bisa mencapai satu juta rupiah, kini, tiga ratus ribu saja sudah dirasa maksimal.
Rumah Makan Tanjakan kembali berdiri semenjak Oktober kemarin. Berkat sisa-sisa bahan bangunan yang selamat dari gempa bermagnitudo 7, Masturiah dan Muhammad Nur menyusun bangunan itu kembali. Mereka berdua tidak patah semangat meski masih banyak kekurangan di sana-sini.
Sisa tabungan miliknya mereka gunakan untuk melengkapi kekurangan tersebut. Hasilnya cukup lumayan: beberapa pelanggan dari berbagai dusun dapat berteduh di bawah seng-seng yang dibelinya seharga total satu juta lima ratus ribu rupiah.
Sebenarnya, sisa tabungan itu hendak mereka gunakan untuk membayar kredit usaha Rumah Makan Tanjakan. Jumlah pinjaman yang mereka ambil sebesar sepuluh juta rupiah. Dikembalikan dalam jangka waktu satu tahun enam bulan, dengan besaran Rp 760.000,- per bulannya.
Kehadiran bencana pada tanggal 5 Agustus kemarin membuat Masturiah harus memutar otak lebih cepat. Terhitung: Agustus, September, dan Oktober, Masturiah menunggak cicilan kredit pinjaman. Baginya, tak mengapa menunggak tiga bulan kepada kreditur, asalkan sisa modal di tangan bisa berputar terlebih dahulu.
“Karena gempa, kami harus memulai usaha dari nol kembali, pak,” tutur Masturiah.
Ekonomi desa Dangiang boleh memburuk, namun harapan harus tetap dipupuk. Beberapa hari setelah pendiriannya kembali, Rumah Makan Tanjakan dipenuhi orderan nasi dari para relawan, maupun hajatan warga. Tidak maksimal seperti sebelumnya, memang. Setidaknya, tetap optimis untuk bangkit kembali.
Penulis: Dzul Ikhsan
Editor: Ricky IZI Pusat
Leave a Reply