Sepanjang sejarah, belum pernah tersiar kabar bahwa muzakki yang meng-infaq-kan hartanya di jalan Allah itu jatuh miskin. Justru sebaliknya, mereka merasa semakin kaya. Tentu, konteks ‘kaya’ disini ditinjau dari segi psikologis muzakki.
Seorang psikolog sekaligus praktisi di dunia pendidikan anak asal Surabaya, Nuri Fauziah, S.Psi, M.Psi berkomentar bahwa menjadi muzakki adalah implementasi dari kebutuhan kasih sayang. Kasih sayang seorang muzakki yakni dengan memberikan sebagian ‘hak’-nya kepada yang berhak sesuai nishab dan telah mencapai haul-nya.
Abraham Maslow seorang psikolog asal Amerika mengungkapkan adanya sifat hirarki dalam diri setiap individu yang harus dipenuhi. Artinya kebutuhan dasar menopang kebutuhan-kebutuhan lainnya. Pada hirarki Maslow, kebutuhan manusia itu mulai dari yang terdasar adalah kebutuhan biologis atau fisiologis (contoh: makanan, minuman, pakaian), lalu kebutuhan rasa aman, kebutuhan kasih sayang, kemudian kebutuhan harga diri dan puncaknya adalah kebutuhan aktualisasi diri.
Bagi owner Triple-C Day Care Surabaya, aktivitas sedekah dan infaq dapat menimbulkan rasa kasih sayang kemudian menumbuhkan self esteem atau harga diri sehingga nampak perasaan ‘superior’ manakala diri telah layak menjadi muzakki.
Ada perasaan “lebih” pada diri muzakki sehingga wajib untuk mengayomi. Perasaan ini yang menghadirkan rasa tenang. Sehingga alih-alih merasa berkurang justru perasaan tentramlah yang didapat sehingga secara alam bawah sadar membentuk motivasi untuk berikhtiar dan berdoa lebih agar senantiasa terpenuhi kebutuhan hidupnya.
Ada sahabat Abdurrahman bin Auf yang mensedekahkan seluruh hartanya untuk dakwah hanya karena mendengar hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahwa, ia akan memasuki surga dengan merangkak sebab harta yang terlampau meruah itu akan menjadi penyebab lamanya ia dalam yaumul hisab. Maka sejak itulah Abdurrahman memutuskan untuk mensedekahkan hartanya.
“Ditinjau dari aspek spiritualitas, berzakat, bersedekah (baca: infaq) ataupun berqurban, hakikatnya adalah ‘membunuh’ rasa kepemilikan,” menurut Nuri.
Secara psikologis, bersedekah itu menurunkan sense of belonging atau pun ekspektasi atas apa yang “dipunya” sehingga kebutuhan akan rasa aman pun tidak seberlebihan mereka yang merasa memiliki semua hartanya. Maksudnya, dengan bersedekah melatih pribadi untuk lebih legowo dalam menjaga harta daripada mereka yang tidak bersedekah. Sehingga bisa lebih fokus pada pemenuhan syarat untuk menjadi insan yang lebih baik.
Muslimah lulusan Universitas Airlangga ini memberikan pandangan bahwa ada perbedaan dari orang bersedekah yang diimbangi rasa yakin dengan yang hanya sekedar mengeluarkan uang begitu saja. Perbedaan itu berasal dari niat yang sungguh-sungguh. Niat itulah yang akan memberikan signal pada otak untuk mengubahnya menjadi keyakinan.
Dalam penelitian “Eksperimental Giving” yang dilakukan oleh Andersen, dkk menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa seorang yang menerima sesuatu sebanyak 2 kali merasa tidak lebih bahagia daripada memberi sebanyak 1 kali. Artinya, memberi dengan dibarengi pasrah atas apa yang bukan lagi miliknya, akan mengaktifkan sektor bahagia yang terdapat di otak depan dekat pelipis. Sebab, ketika seseorang “memberi” maka yang merespon adalah ranah decision yakni dalam pengambilan keputusan.
Orang bersedekah yakin bahwa sedekah yang diberikan diganjar kebaikan berlipat dari sisi Allah. Rasa yakin inilah yang menjadi motivasi untuk berdoa dengan sungguh-sungguh dan berikhtiar lebih baik lagi. Sehingga menambah etos amal (kerja) yang lebih baik.
“Perumpamaan (infak yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Alloh adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Alloh melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Alloh Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah [2]: 261)
Seseorang yang memiliki keyakinan, bisa dilihat dari gratitude dan fulfillment. Gratitude adalah sifat dimana akan timbul rasa syukur ketika berbuat sesuatu kepada orang lain dan menimbulkan kesan baik kepada yang menerima. Namun, dalam fulfillment seseorang akan merasa cukup atas apapun yang telah diberikan oleh Allah. Efek dari fulfillment adalah seseorang berkeyakinan bahwa semua kekurangan akan Allah tutup dan jika ditambah dengan syukur maka Allah akan memberikan nikmat-Nya yang lain.
Lantas bagaimana jika sedekah dilakukan dengan rasa tidak ikhlas? Yakni kebalikannya, jika sedekah tidak ikhlas maka yang terjadi adalah diri merasa masih memiliki. Berharap kembali, bahkan lebih, atau berharap dipuji dan sebagainya. Maka jika harapan tersebut tak berwujud kenyataan ini yang akan mengganggu kesehatan mental. Menjadi lebih cemas, khawatir. (Susi)
Leave a Reply