Bandung – Salah satu Pasien RSP IZI Jabar, Elis Lisnawati, 43 tahun asal Tasikmalaya. Kisahnya dimulai pada tahun 2012, saat dokter mendiagnosa Elis mengidap diabetes. Awalnya, ia merasa terpuruk. Namun dengan ketekunan menjalani pengobatan, kadar gulanya sempat stabil. Ia mencoba menjalani hidup sebaik mungkin, menjaga pola makan dan tetap aktif. Cobaan tidak berhenti sampai situ. Tahun 2013 hingga 2018, sang suami juga divonis menderita diabetes. Elis harus membagi fokus antara menjaga kesehatannya dan merawat suami tercinta. Hingga pada 2021, ujian terberat datang—sang suami meninggal dunia akibat komplikasi diabetes.

Kepergian suami tercinta membuat Elis terpukul. Stres dan tekanan batin yang mendalam membuat kadar gulanya melonjak lagi. Ia pun harus kembali menjalani pengobatan. Namun, kali ini ia memilih jalan berbeda—pengobatan herbal, karena tak ingin terus-menerus mengonsumsi obat kimia. Perlahan, kadar gula darahnya mulai stabil kembali. Harapan tumbuh kembali dalam hati Elis. Namun pada akhir 2023, cobaan kembali datang. Penglihatannya mulai buram. Elis mengira ini hanyalah gejala mata minus biasa. Ia pun pergi ke optik, berharap dengan kacamata semuanya kembali jelas. Tapi pandangan kabur itu tak kunjung sembuh. Tanpa disadari, itu adalah gejala retinopati diabetik—kerusakan retina akibat diabetes yang tak terkendali.
Di tengah kebingungan, awal 2024 ada seorang kenalan yang menawarkan obat tetes mata. Minim pengetahuan, Elis rutin menggunakannya setiap hari. Bukannya membaik, matanya justru semakin memburuk. Belakangan baru diketahui, obat itu termasuk kategori obat keras dan tidak boleh digunakan sembarangan. Kondisinya makin parah, hingga akhirnya Elis dirujuk ke rumah sakit dan mendapatkan diagnosa resmi: retinopati diabetik. Sejak itu, ia menjalani lima kali operasi mata, berpindah antara RS Sentosa dan RS Cicendo. Perjalanan pengobatan itu melelahkan, memakan waktu, tenaga, dan biaya.

Hingga akhirnya, Elis mengenal sebuah tempat yang seakan menjadi titik terang dalam kabut panjang perjalanannya—Rumah Singgah Pasien (RSP) IZI. “Kalau tahu rumah singgah ini dari dulu, mungkin kami nggak harus bolak-balik dengan kesusahan seperti kemarin,” kata Elis lirih namun penuh syukur. Kini, Elis menjalani pengobatannya dengan lebih tenang. RSP menjadi tempat istirahat, tempat bercerita, dan tempat menemukan semangat kembali. Ia bahkan menyebut RSP IZI sebagai “bintang 5 pokoknya”—simbol kenyamanan dan pelayanan yang tulus.
Meski jalan masih panjang, Elis tak lagi sendiri. Ia punya tempat bersandar dan dukungan dari banyak pihak. Ia pun tak lelah meminta, “Doakan saya, Bu Elis, agar tetap semangat menjalani pengobatan ini. Saya ingin melihat terang kembali, walau hanya setitik saja.” Tutup Elis.
Leave a Reply