Wanita, pada umumnya lebih cepat mengalami stres daripada laki-laki. Meski demikian, wanita juga dicatat lebih cerdas dalam mengelola stres sehingga tidak berujung pada depresi. Hal tersebut diungkapkan oleh Dr. Endang Mariani Rahayu, M.Si, pengamat psikologi sosial dan budaya.
Jikalau banyak terjadi bunuh diri disebabkan depresi karena tidak bisa mengontrol peliknya hidup, bukankah di Islam telah diatur cara untuk mengelola stres (sebelum depresi) tersebut? Mengontrol kesinambungan antara akal dan hati agar tetap pada koridor yang benar.
Dalam buku Awe-Inspiring Me karya Dewi Nur Aisyah, seorang muslimah yang tengah melanjutkan studi doktoralnya di University College London itu membagikan kisahnya dalam mengelola kegagalan. Sebab ‘kegagalan’ bisa saja percikan dari stres yang berkepanjangan sehingga menimbulkan despresi.
Mengucapkan Inna lillahi wa inna ilahi raji’un
Lengkapnya adalah mengucapkan “Inna lillahi wa inna ilahi raji’un. Allahumma’jurni fi mushibati wa akhlif li khairan minha.” Anjuran pengucapatan kalimat tersebut bersumber dari kisah Ummu Salamah (salah seorang istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam). Bahwa Ummu Salamah pernah mendengar Rasulullah bersabda.
“Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musbiah lalu ia mengucapkan ‘Inna lillahi wa inna ilahi raji’un. Allahumma’jurni fi mushibati wa akhlif li khairan minha (segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik)’, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.”
Ketika Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut doa sebagaimana yang Rasulullah perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik daripada suamiku yang dulu, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Muslim)
Meyakini Hikmah Setiap Takdir
Sebagai seorang muslimah, merenungi dan menghayati bahwa Allah selalu memberikan hikmah di setiap ketetapan-Nya adalah keharusan. Jika diri ini merasa tidak ada hikmah, maka tengok kembali iman dan ruhiyah, bisa jadi sedang dalam posisi terlemah.
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja)? Dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha TInggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) ‘Arsy yang mulia.” (QS. Al-Mu’minun: 115-116).
Ujian Berdasar Tingkat Keimanan
Salah satu cara ampuh menghilangkan ucapan keluhan adalah dengan melihat masalah yang lebih berat yang sedang dirasakan orang lain. Dibalik itu semua, tidak ada manusia yang kuat menerima ujian kecuali para manusia pilihan-Nya.
Manusia biasa belum tentu bisa menerima legowo apa yang dialami oleh para rasul dan nabi, saudara-saudara Muslim di Suriah, Palestina, Mesir. Nabi Ayyub dengan sakit kulitnya yang menahun, Rasulullah dnegan kaum Quraisy, Musa dengan Fir’aun yang kesemuanya diuji berdasar keimanan.
Bila hanya kehilangan handphone membuat sebagian orang bersedih hingga stres, maka lihat kembali bagaimana leluhur Muslim dalam menyikapi permasalahan dengan kualitas keimanan. Dan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyatakan bahwa beratnya ujian seseorang sesuai dengan tingkat keimanannya.
“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau menjawab, “Para nabi, kemudian semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengna kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, dia kan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Serorang hamba akan senantiasa mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)
Kesuksesan Dibalik Kegagalan
Kesuksesan diraih setelah melewati lembah-lembah ujian. Banyaknya ujian yang dirasakan, maka akan semakin matang dan semakin nampak kesuksesan tersebut. “Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Asy-Syarh: 5)
Pahala, Buah Sabar dalam Kegagalan
Setiap kegagalan yang diterima dengan lapang, maka yang akan didapatkan tentunya pahala sabar. Allah yang akan membalas kesabaran dengan pahala yang berlipat-lipat. Dalam sebuah hadits riwayat Usamah bin Zaid ra berkata.
“Kami pernah bersama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Salah seorang anak perempuannya mengutus seseorang kepada beliau untuk memanggil beliau dan memberitahukan kepadanya bahwa anak bayinya -atau anak lelakinya- meninggal maka Nabi Muhammad bersabda kepada utusan tersebut.
‘Kembalilah kepadanya dan beritahukan kepadanya bahwa sesungguhnya Allah memiliki apa yang Dia ambil dan memiliki apa yang Dia berikan dan setiap sesuatu telah ditentukan waktunya di sisi-Nya maka perintahkan dia untuk bersabar dan berharap pahala darinya.” (HR. Muslim). (susi)
Leave a Reply