Tulisan dari Nana Sudiana selaku Direktur Akademizi & Associate Expert FOZ
Tahun 2023 sebentar lagi akan dimasuki. Bagi Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) tahun ini tahun yang tak mudah. Di tengah beragam isu akan datangnya tekanan ekonomi dunia serta sempat adanya goncangan kasus filantropi di Indonesia, rencana memasuki tahun 2023 tetap harus dijalani.
Dalam sejumlah obrolan dengan sejumlah pimpinan OPZ di beberapa kesempatan, saya menangkap setidaknya ada 5 (Lima) prioritas utama yang akan disiapkan secara sungguh-sungguh oleh sejumlah OPZ agar segera bisa beradaptasi dengan situ@@asi di tahun depan.
Kelimanya itu adalah : Pertama, meningkatkan terus kepercayaan publik ; Kedua, meningkatkan proses edukasi, sosialisasi dan kampanye zakat ; Ketiga, meningkatkan kapasitas SDM OPZ ; Keempat, meningkatkan kecepatan layanan dan kemudahan bagi stekholders zakat (muzaki, mustahik, otoritas maupun publik), dan ; Kelima, meningkatkan kemampuan mustahik agar bisa lebih mandiri.
Dibawah ini detail rencana secara umum. Termasuk langkah-langkah lebih teknis yang akan dilakukan.
Pertama, Meningkatkan Terus Kepercayaan Publik
Bagi OPZ, faktor kepercayaan ini sangat penting. Karena hal ini menyangkut hidup dan mati organisasi pengelola zakat. Sehebat apapapun sebuah OPZ, bila tak dipercaya publik, ia akan selesai. Sebaliknya, walau sebuah OPZ mungkin tidak populer, namun bila ada kepercayaan pada lembaganya, di dukung adanya support berupa donasi dan amanah ZIS pada lembaga tersebut, ia mungkin akan berumur panjang.
Popularitas sebuah OPZ tak selalu in-line dengan dukungan donasi. Sehingga, sejumlah OPZ sejak awal menyadari hal ini. Untuk itulah, persoalan trust ini menjadi konsens serius OPZ. Dampak dari soal kepercayaan ini misalnya berujung pada muncul dan berkembangnya sejumlah alasan muzaki (pihak yang berzakat) untuk menyalurkan sendiri zakatnya kepada mustahik (kaum yang berhak menerima zakat).
Isu akuntabilitas dan transparansi sebagai turunan dari soal kepercayaan masyarakat harus diakui masih menjadi masalah utama yang menggelayuti sebagian besar lembaga pengelola zakat di Indonesia, baik yang dikelola pemerintah maupun yang dikelola oleh masyarakat.
Kedua, Meningkatkan Proses Edukasi, Sosialisasi dan Kampanye Zakat
Literasi zakat berpengaruh pada kesadaran berzakat ditengah masyarakat. Semakin baik literasi zakat-nya, idealnya semakin meningkat pula pengelolaan zakat-nya. Sekedar berkaca, pada tahun 2020, Puskas Baznas mengeluarkan Indeks Literasi Zakat di Indonesia, tepatnya pada Juni 2020. Angka indeks tersebut memiliki rata-rata nasional 66,78 dari nilai minimal 0 dan maksimal 100. Dari angka ini, kita bisa melihat bahwa literasi zakat di Indonesia masih kategori moderat atau menengah.
Dari tahun sebelumnya, ataupun setelahnya, indeks ini tak berubah signifikan. Secara rata-rata kita berada di kategori moderat. Padahal secara ideal, dengan kondisi Muslim yang mayoritas, indeks zakat kita mestinya lebih baik. Ini akan berdampak pada literasi zakat juga pada sosialisasi zakat yang ternyata belum cukup massif.
Sejumlah titik pembelajaran zakat lebih banyak melalui saluran sekolah, pesantren maupun kelembagaan pendidikan yang ada. Dengan kondisi bahwa zakat lebih banyak hanya dipelajari pada pelajaran agama Islam di sekolah dan perguruan tinggi dan pesantren-pesantren, maka literasi zakat dalam dimensi pemahaman lanjutan soal zakat tergolong rendah atau hanya 56,68. Hal ini sekali lagi berdampak pada pada realisasi zakat. Dari potensi yang bisa mencapai Rp 233 triliun, kita baru mencapai kisaran 10 persen saja pengelolaan-nya.
Walau hari ini telah ada lebih 534 OPZ di seluruh Indonesia, namun tetap diperlukan sosialisasi, edukasi serta kampanye zakat untuk masyarakat. Hal ini tak lain agar zakat semakin luas dikenal, juga meningkat indeks literasinya ditengah masyarakat. Seluruh OPZ yang ada harus menyatukan langkah, berkolaborasi menyusun langkah strategis untuk melakukan kampanye zakat agar meningkatkan literasi dan kesadaran berzakat.
Ketiga, Meningkatkan Kapasitas SDM OPZ
Persoalan SDM kian menjadi penting bagi organisasi pengelola zakat. Di tengah situasi ekonomi sosial politik yang terus berubah, lembaga pengelola zakat dan lembaga filatropi Islam umumnya harus memiliki memiliki SDM yang tangguh dan adaptif. Mereka siap berubah dan menyesuaikan diri dengan baik serta kreatif.
SDM amil juga harus tanggap terhadap perubahan dinamika di tingkat lokal, nasional maupun global. Mereka juga harusa memahami tata kelola kelembagaan zakat dengan baik serta bersifat agile dan mampu menunjukan spirit transparansi sesuai tuntutan masyarakat terkait standar akuntabilitas publik.
Di luar hal tadi, SDM di dunia zakat dan filantropi Islam ini juga harus mampu beradptasi terhadap perkembangan teknologi terkini. Walau tidak harus semua orang mampu, setidaknya ada beberapa orang dalam satu lembaga OPZ yang kompeten soal pemanfaatkan teknologi informasi untuk komunikasi publik seperti branding dan akuntabilitas. Hal ini diperlukan untuk memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak serta untuk memaksimalkan program serta meningkatkan kepercayaan publik.
Yang lain, soal SDM ini juga berkaitan dengan kompetensi. SDM amil zakat selama ini rendah dikarenakan dua sebab. Pertama, belum sungguh-sungguh menjadikan profesi amil ini sebagai profesi yang ditekuni. Kedua, belum terpenuhi-nya kemampuan pengembangan SDM secara baik dan berkelanjutan.
Yang Pertama, SDM rendah umumnya karena masih ada sebagian amil yang belum menjadikan pekerjaan ini sebagai pilihan karier. Sebagian mereka menjadikan pekerjaan amil zakat ini sebagai sampingan atau pekerjaan paruh waktu. Sebagian lainnya, memperlakukan pekerjaan amil-nya ketika mengelola zakat hanya sekedar mengisi waktu luang atau mengisi hari tua bagi yang sudah pensiun.
Yang kedua, terkait pengrmbangan SDM. Pekerjaan yang berhubungan denga capacity and trust building pada dasarnya tidak mudah. Ia bukan saja butuh waktu, juga daya dukung dan support yang matang, baik soal infrastruktur maupun kurikulum yang dimiliki.
Keempat, Meningkatkan Kecepatan Layanan dan Kemudahan Bagi Stekholders Zakat
Selain ketepatan sasaran, OPZ juga harus memastikan adanya kemudahan layanan-nya bagi semua stekholders-nya, baik muzaki, mustahik, otoritas maupun publik. Ini penting agar semakin mendorong dan memperluas partisipasi publik, terutama dukungan dalam bentuk donasi. Salah satu strategi yang kini dikembangkan banyak OPZ adalah strategi digitalisasi zakat. Strategi ini merupakan strategi yang bertumpu pada digitalisasi produk dan layanan OPZ.
Sejak lima tahun terakhir, dunia zakat terimbas kuat dengan iklim perkembangan sosmed dan kecepatan dan kemudahan layanan di perdagangan online. Ini sedikit banyak berpengaruh pada tuntutan utama bagi dunia zakat yang harus juga menyesuaian dengan tuntutan pasar terus berkorelasi dengan perkembangan teknologi terkini. Kehadiran generasi milenial semakin mempercepat terbentuknya ekosistem perzakatan semakin efektif dan efisien.
Untuk tahun depan, agar OPZ mampu memenangkan persaingan juga meningkatkan kemampuan lembaganya, ada 3 tonggak atau pilar hal yang harus dilakukan dalam kaitannya dengan penguasaan pasar berbasis teknologi ini.
Tonggak pertama, menciptakan digitalisasi
internal proses. Maksud dari ini adalah bagaimana OPZ melakukan dan merombak sistem internalnya untuk mampu melakukan proses layanan dan juga perbaikan-nya di lembaga-nya masing-masing agar siap menghadapi era digital.
Tonggak kedua, modernisasi E-channel yang telah dimiliki. Sejumlah channel yang sudah ada seperti, ATM, Internet Banking, Mobile banking, dan lainnya harus terus diremajakan dimodernisasi sesuai era digital saat ini. Ini penting agar kenyamanan muzaki, kecepatan serta kemudahan semakin meningkat juga. Dari peningkatan ini, semoga bisa berimbas pada naiknya skala penghimpunan ZIS yang dikelola lembaga.
Tonggak ketiga adalah leverage digital ecosystem. Sebuah OPZ, kini tak cukup populer dan dikenal baik. Ia juga harus terus up to date dan punya kemampuan menyesuaikan diri dengan baik di lingkungan ekosistem-nya, termasuk dalam lingkungan teknologi terkini soal pemasaran dan pengelolaan customer. Untuk terus bertumbuh, sebuah OPZ harus mampu berkolaborasi dengan marketplace maupun e-commerce. Walau begitu, agar ia tetap aman dan selamat dari “jebakan regulasi”, ia juga harus memastikan aspek kepatuhan (terhadap syariah maupun regulasi) dalam lindungan skema risk management.
Kelima, Meningkatkan Kemampuan Mustahik Agar Bisa Lebih Mandiri.
Kemandirian mustahik penting adanya. Mereka lah bagian langsung kesuksesan pengelolaan zakat di negeri ini. Semakin banyak mustahik yang terangkat derajatnya, bahkan berubah dari mustahik menjadi muzaki. Berarti semakin baik pengelolaan zakat dan semakin efektif merubah kemiskinan.
Kemampuan lembaga zakat dan lembaga filantropi Islam sendiri telah teruji, bahkan ketika adanya pandemi global (2020-2022), ternyata sektor filantropi mampu menunjukkan peran terbaiknya dalam menjaga dampak buruk dari serangan pandemi.
Mustahik-mustahik ini pula yang di tengah kondisi ketidakpastian dan eskalasi dampak the perfect storm global, perekonomian masyarakat dhuafa kita justru menunjukkan resiliensi-nya terhadap krisis yang terjadi. Dengan berbagai program proteksi dampak bencana (pandemi) serta berbagai program pelatihan dan penguatan kapasitas orang-orang korban pandemi serta pengentasan kemiskinan berupa penyaluran dan bantuan modal usaha, tingkat keparahan akibat pandemi bisa dikurangi.
Program-program pemberdayaan mustahik baik selama terjadinya pandemi dan setelahnya, baik berupa pemberian dana ZIS dan pendampingan-nya menjadikan mustahik tangguh, dan bahkan memiliki kekuatan untuk bisa mandiri. Mereka juga perlahan lepas dari jeratan kemiskinan yang menghimpit kehidupan mereka.
Masyarakat dhuafa juga akhirnya punya harapan kembali untuk bisa hidup dengan lebih baik. Dari sini, kita semua bisa melihat bahwa dana ZIS mampu mendorong transformasi sosial ekonomi masyarakat. Dana dan bantuan-bantuan ini pada akhirnya mampu menggerakkan masyarakat dengan nilai-nilai solidaritas, kegotongroyongan serta semangat ukhuwah untuk saling berbagi dan menguatkan bersama.
Nilai-nilai ini juga adalah spirit yang mencerahkan jiwa, semangat dan daya juang masyarakat sehingga mereka kembali menemukan jalan hidup yang dapat mendorong, memperbaiki dan meningkatkan status mustahik (yang menerima zakat) menjadi muzakki (yang memberi zakat). Hal ini juga berpotensi untuk mengembangkan usaha mustahik sehingga terbebas dari kemiskinan.
Pentingnya Re-Integrasi Rencana
Kelima prioritas rencana tadi tak bisa lagi diabaikan. Ia justru secara paralel harus dikerjakan dalam waktu bersamaan. Kelimanya penting dan dalam tahap pelaksanaannya harus di intefrasikan di dalam internal lembaga, juga di ekosistem OPZ yang berisi lembaga-lembaga pengelola zakat.
Semua pihak harus ikut serta mendorong, memajukan serta menguatkan agenda-agenda peradaban zakat, sehingga dampak zakat akan semakin kuat dirasakan masyarakat dan manfaatnya bisa membantu menyelesaikan persoalan yang ada kian terbukti nyata.
Sudah waktunya kita semua terlibat aktif untuk membangun wajah pengelolaan zakat di Indonesia yang memenuhi harapan masyarakat. Dengan tampilnya kinerja pengelolaan zakat yang amanah, profesional dan transparan, diharapkan masyarakat semakin terdorong untuk menyalurkan zakatnya melalui lembaga-lembaga yang saat ini ada.
Para muzaki juga semoga tak lagi ragu-ragu atau khawatir terhadap pengelolaan zakat di Indonesia. Kalaupun ada satu dua kasus, semoga hal itu dipahami secara obyektif dan tidak disamaratakan dalam melihat wajah pengelolaan zakat di negeri ini.
Muzaki idealnya semakin percaya bahwa para pengelola zakat sebagian besarnya adalah mereka yang bisa dipercaya (amanah) dan memiliki kapasitas yang baik dalam pengelolaan zakat. Para amil di negeri ini juga, bisa dipercaya untuk mewujudkan peran kontributif zakat sebagai solusi untuk menanggulangi problema kemiskinan di Indonesia.
Semoga.
Jakarta menjelang Senja, 12 Desember 2022
Leave a Reply